Bacillus thuringiensis

Revisi sejak 29 Agustus 2010 07.11 oleh 22Kartika (bicara | kontrib)
Bacillus thuringiensis
Spora dan kristal Bacillus thuringiensis morrisoni strain T08025
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
thuringiensis
Nama binomial
Bacillus thuringiensis
Berliner 1915

Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara.[1] Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah.[1] Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi.[1] Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari proteinCry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta.[1] Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati.[1] Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.[2]

Informasi umum

Sejarah

B. thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Pada tahun 1960-an, produk tersebut telah digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen dan efektif melawan berbagai jenis insekta.[3]

Keberadaan inklusi paraspora dalam B. thuringiensis telah ditemukan sejak tahun 1915, namun komposisi protein penyusunnya baru diketahui pada tahun 1915. Pada tahun 1953, Hannay, mendeteksi struktur kristal pada inklusi paraspora yang mengandung lebih dari satu macam protein kristal insektisida (insecticidal crystal protein, ICP) atau disebut juga delta endotoksin. Berdasarkan komposisi ICP penyusunnya, kristal tersebut dapat membentuk bipimiramida, kuboid, romdoid datar, atau campuran dari beberapa tipe kristal.[4]

Habitat

Berbagai macam spesies B. thuringiensis telah diisolasi dari serangga golongan Koleoptera, Diptera, dan Lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun dalam kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan ICP B. thuringiensis dalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari tanah, permukaan daun, dan habitat lainnya.[4]

Deskripsi

B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe dari flagela (H). Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain.[4]

Toksin Bt

Protein atau toksin Cry tersebut akan dilepas bersamaan dengan spora ketika terjadi pemecahan dinding sel.[1] Apabila termakan oleh larva insekta, maka larva akan menjadi inaktif, makan terhenti, muntah, atau kotorannya menjadi berair. Bagian kepala serangga akan tampak terlalu besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Selanjutnya, larva menjadi lembek dan mati dalam hitungan hari atau satu minggu. Bakteri tersebut akan menyebabkan isi tubuh insekta menjadi berwarna hitam kecoklatan, merah, atau kuning, ketika membusuk.[5]

Hal ini terjadi karena toksin Cry aktif di kondisi usus serangga yang basa dan menyebabkan lisis (pemecahan) usus.[1][2]

Keuntungan dan Kerugian

Referensi

  1. ^ a b c d e f g (Inggris) David Wainhouse (2005). Ecological methods in forest pest management. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-850564-8. Page.128-129
  2. ^ a b (Inggris) Rikimaru Hayashi (2002). Trends in High Pressure Bioscience and Biotechnology, Volume 19 (Progress in Biotechnology). Elsevier Science. ISBN 978-0-444-50996-3. Page.303
  3. ^ The Microbial World: Bacillus thuringiensis, Jim Deacon.
  4. ^ a b c Microbial Pest Control Agent: BACILLUS THURINGIENSIS, World Health Organization. Geneva, 1999.
  5. ^ Natural Enemies of Vegetable Insect Pests., Hoffmann, M.P. and Frodsham, A.C. (1993)Cooperative Extension, Cornell University, Ithaca, NY. Page. 63.