Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung

Sejarah Lembaga Kemahasiswaan ITB

Berbicara mengenai sejarah kemahasiswaan ITB, maka kita harus merunut dari sejarah berdirinya ITB. ITB sendiri berdiri pada tahun 1920 dengan nama Technische Hoogeschool te Bandoeng. Kemudian menjadi Institute of Tropical Sciences (1942), Bandung Kogyo Daigaku (1944), Faculteit van Technische Tetencschaap en Faculteit van Exacte Wetenschap dari Unversiteit van Indonesie (1946), Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Universitas Indonesia (1950) serta menjadi ITB (2 Maret 1959). Periodisasi sejarah akan dibagi sesuai Periode Sejarah Indonesia.

Masa Pergerakan Nasional

Berawal pada 2 September 1920 pada jaman TH, sebuah organisasi bernama Bandungse Studenten Corps (BSC) berdiri. Sayangnya organisasi itu kurang mewakili aspirasi mahasiswa pribumi sehingga mahasiswa pribumi bersama dengan mahasiswa Cina membentuk organisasi baru bernama Indonesische Studenten Vereneging (ISV). Tetapi kemudian mahasiswa Cina memisahkan diri dan membentuk organisasi sendiri. Di bawah pimpinan Soekarno, mahasiswa Indonesia menggugat keberadaan Belanda di Indonesia dan membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia untuk memerdekakan diri.

Masa Revolusi Fisik

Di depan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada Oktober 1945, Otto Iskandar Dinata dan Ir. M. P. Soerahman membacakan ikrar bersama yang isinya menyatakan tekad mahasiswa untuk tidak kembali studi ke kampus selama kemerdekaan penuh bangsa Indonesia belum tercapai. Dalam pergerakannya menuju kemerdekaan Indonesia, banyak warga ganesa 10 yang ikut menyumbangkan jiwa raganya demi cita-cita bersama. Pada tanggal 13 April 1945 Lahir Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Bandung (SMFTB). Karena peristiwa Bandung Lautan Api, segenap mahasiswa dan tenaga pengajar ikut hijrah ke Yogyakarta. Di sana mereka mendirikan Sekolah Tinggi Teknik yang akan menjadi cikal-bakal Universitas Gadjah Mada

Masa Demokrasi Liberal

Pada masa ini banyak bermunculan Himpunan Mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam masalah akademik per bagian/jurusan. Namun karena adanya politisasi mahasiswa oleh organ ekstra kampus, antara lain oleh GMNI, CGMI, Gemsos, HMI, dan lain-lain, maka Senat-Senat mendirikan Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia pada tahun 1955. Ketua DM UI yang pertama yaitu Emil Salim. DM UI bertujuan memenuhi kebutuhan mahasiswa yang riil di bidang akademik, kekeluargaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan.

Masa Demokrasi Terpimpin

Pada tanggal 29 November 1960, Dewan Mahasiswa ITB dibentuk sebagai hasil peleburan 3 Senat Mahasiswa Departemen (yang ketika di bawah UI adalah Fakultas) yaitu Senat Teknik, FIPIA, serta Ilmu Kimia dan Ilmu Hayati. Dewan Mahasiswa ITB beranggotakan Himpunan Mahasiswa Bagian/Jurusan dan terdiri dari Sidang DM yang beranggotakan Wakil-wakil Himpunan, serta Badan Pekerja sebagai eksekutif yang ditunjuk oleh Sidang DM ITB. Ketua DM ITB yang pertama adalah Piet Corputty.

Pada tahun 1961, DM ITB mendukung usaha pembebasan Irian Barat (Papua) dengan mendirikan Batalyon 1 ITB/Resimen Mahasiswa Mahawarman. Yon 1/Menwa juga merupakan bentuk aliansi mahasiswa-militer untuk melawan nasakomisasi yang sangat menghebat di saat itu.

Pada tanggal 10 Mei 1963, Ketua Umum DM ITB Muslimin Nasution terlibat peristiwa 10 Mei, sebuah peristiwa yang mencerminkan ketidakadilan sosial dan sedikit berbau rasial (karena yang menjadi korban adalah etnis Cina). Muslimin Nasution diganjar hukuman 3 tahun penjara akibat peristiwa tersebut. Saat itu juga sebenarnya DM ITB sedang berkonfrontasi dengan organ poros Nasakom yaitu GMNI, CGMI, Perhimi, dan Germindo yang mencap kepengurusan DM ITB belum mencerminkan poros Nasakom. Oleh kekuatan anti nasakom saat itu, DM ITB dijuluki 'The Last Stronghold'.

Sekitar akhir Desember 1964, delegasi DM ITB dipimpin Fred Hehuwat mengikuti Kongres Majelis Mahasiswa Indonesia (Federasi Organ Intra Kampus) di Malino, Sulawesi Selatan. Saat itu DM ITB bersama DM UI, dan DM UNPAD disingkirkan dari kedudukan Presidium MMI karena dianggap kontra-revolusioner, sebuah julukan yang mngerikan saat itu. DM ITB akhirnya dikeluarkan dari MMI akibat tidak mengakui Presidium MMI, sedangkan DM UI dan UNPAD berhasildirebut oleh poros Nasakom. Akibatnya DM ITB terkucilkan dari pergaulan antar mahasiswa.

Masa Orde Baru

Terjadinya Gerakan 30 September di Jakarta mengakibatkan terhentinya acara Masa Prabhati Mahasiswa (Mapram) 1965. Pada tanggal 7 Oktober 1965, 500 Mahasiswa Bandung berkumpul di taman Cibeunying untuk mengadakan aksi keprihatinan atas kondisi bangsa pasca G 30 S. KAMI dibentuk pada 25 Oktober 1965, disusul KAPPI dan KASI; serta mengadakan aksi Tritura yang menuntut pembubaran PKI ean organsasi dibawahnya, termasuk CGMI. KAMI Bandung yang dipimpin oleh DM ITB, UNPAD, dan UNPAR saat itu sempat mengirikan 200 Kontingen Mahasiswa untuk membantu aksi-aksi mahasiswa Jakarta yang sedang terdesak akibat terbunuhnya beberapa demonstran.
Pada tanggal 25-28 Juli 1966 diadakan musyawarah kerja Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM-ITB) dengan hasil sebagai berikut:

  • Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) ITB adalah badan legislatif yang beranggotakan Senator Himpunan Mahasiswa. MPM bertugas memilih formatur untuk membentuk kepengurusan Dewan Mahasiswa.
  • DM ITB adalah badan eksekutif yang melaksanakan garis-garis besar dalam kehidupan kemahasiswaan yang telah ditetapkan oleh Permusyawaratan Mahasiswa ITB. Badan ini dibentuk oleh MPM dan bertanggung jawab kepada MPM.
  • Badan Pertimbangan Mahasiswa (BPM) ITB: terdiri dari wakil-wakil organisasi mahasiswa extra universiter(minus CGMI, Germindo, Resimen Mahasiswa, dan wakil-wakil badan kerja yang berstatus otonom). BPM tidak berada di bawah DM ITB, bertugas memberi saran dan pertimbangan terhadap DM (diminta maupun tidak).

Pasca aksi Tritura '66, Ketua-ketua Dewan Mahasiswa seperti Sarwono Kusumaatmadja (1968-1969), Wimar Witoelar (1969-1970), dan Syarif Tando (1970-1971) memelopori gerakan 'Back to Campus'. Intinya mahasiswa harus kembali melaksanakan tugasnya yaitu belajar dan segera meninggalkan politik praktis. DM ITB menolak adanya wakil-wakil mahasiswa di DPR, bahkan pada tahun 1969, DM ITB menyatakan keluar dari KAMI.

Dekade 70an

DM ITB di bawah kepemimpinan Syarif Tando (1970-1971) memprakarsai konsolidasi DM se-Asia Tenggara. Kemahasiswaan disemarakkan dengan bermunculannya Unit-Unit Kegiatan Mahasiswa. Pada tahun 1970, Student Center didirikan di tengah-tengah kampus ITB dan menjadi pusat kegiatan mahasiswa.
1970 – 1971 Munculnya “petisi keadilan” yang menuntut pemerintah untuk melakukan control terhadap penggunaan keuangan Negara. Pada 6 September 1970 terjadi konfrontasi dengan ABRI yang mengakibatkan terbunuhnya seorang mahasiswa ITB Rene L. Conrad.
1971 – 1972 Gerakan anti lapar dalam rangka memprotes penanganan BULOG.
1972 – 1973 Isu hutang luar negeri dan penentangan terhadap penanaman modal asing yang tak terkontrol pemerintah. Dikeluarkannya petisi 24 Oktober yang memprotes pelaksanaan hokum, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan pengangguran.
11 Januari 1974, Pertemuan DM se-Indonesia di UI atas undangan ketua DEMA UI Hariman Siregar sebagai persiapan pertemuan antara Soeharto dan wakil DM se-Indonesia pada 11 Jan 1974 yang hasilnya tidak memuaskan mahasiswa.
15 Januari 1974, Diadakan aksi massa serempak menentang tidak terkontrolnya penanaman modal asing yang dapat mematikan modal pribumi. Aksi ini tidak terkendali sehingga terjadi kerusuhan sementara di Bandung. DM se-Bandung mengeluarkan petisi untuk pemerintah Jepang agar Jepang mengorientasikan kebijaksanaan penanaman modal ke arah keseimbangan ekonomi Indonesia-Jepang dan sosial ekonomi rakyat Indonesia.
MALARI membawa Tritura 1974 yang berisi : Pembubaran Aspri (Asisten Pribadi Presiden), turunkan harga, dan hentikan korupsi. Peristiwa ini diawali oleh pembakaran patung PM Tanaka dan Sudjono Humardani. 1974 – 1976 Konsolidasi mahasiswa dan penataan kembali stuktur kemahasiswaan ITB. Maret 1977 Muncul Gerakan Anti Kebodohan (GAK) Tujuan:

  • Peningkatan anggaran belanja negara untuk bidang pendidikan pada GBHN 77/78
  • Adanya UU wajib belajar
  • Terciptanya situasi nasional yang bersifat mendidik sehingga rakyat gemar belajar dan sadar akan hak-haknya sebagai warga negara

GAK ini diipelopori oleh Kemal Taruc (sebagai ketua DEMA pada saat itu) dkk, yang memperkenalkan sebuah konsep mendasar tentang pengentasan rakyat Indonesia dari segala bentuk pembodohan oleh rezim Soeharto. Konsep ini dikeluarkan pada bulan Maret 1977 yang kemudian diusulkan ke DPA, Kopkamtib, Golkar, PDI dan PPP. 1978 Masih dalam rangka GAK, para senator mahasiswa ITB memberikan “pelajaran berdemokrasi” secara kontras kepada penguasa dan DPR/MPR tentang bagaimana cara memilih ketua DEMA ITB (baca: Presiden Republik Indonesia) yang baik. Untuk kali pertama dalam sejarah kemahasiswaan Indonesia, ketua Dewan Mahasiswa dipilih langsung, bebas, dan rahasia oleh para mahasiswanya, one student one vote. Lalu diterbitkanlah “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa Indonesia” yang dikombinasi dengan berbagai unjuk rasa keluar kampus yang berhasil, dan berklimaks pada apel siaga dan mengeluarkan pernyataan sikap yang diwujudkan dalam spanduk besar mencolok di gerbang kampus ITB yang berbunyi “Tidak Mempercayai Lagi Soeharto Sebagai Calon Presiden”
Pada tanggal 21 Januari diadakan penangkapan terhadap mahasiswa. Tanggal 23 Januari, Ketua DM ITB Heri Akhmadi memenuhi panggilan Laksusda Jawa Barat.
Pada Tanggal 1 Februari 1978, kampus ITB diduduki oleh pasukan gabungan Linud Kostrad, Polisi Militer, dan Skogar Bandung lebih dari 6 bulan lamanya. Hanya mahasiswa baru angkatan 1978 yang boleh berkuliah, sementara sisanya terusir dari kampus. Kemudian berlanjut dengan dikeluarkannya NKK/BKK (Normalisasi/Bekukan Kehidupan Kampus) dan pembubaran DEMA
Mahasiswa ITB meresponnya dengan aksi poster dan mogok kuliah. Akibat lebih jauhnya, rezim Soeharto secara kaku dan konsisten melakukan depolitisasi mahasiswa, bahkan depolitisasi kampus secara keseluruhan sampai rezimnya tumbang pada 21 Mei 1998.
Lalu, sebagai gantinya pemerintah melalui rektorat menawarkan sebuah konsep Senat Kemahasiswaan sebagai pengganti DEMA. Tetapi konsep tersebut ditolak oleh mahasiswa ITB karena intervensi pemerintah dianggap terlalu besar pada konsep itu. Akhirnya muncul usaha-usaha untuk mengantisipasi keadaan tersebut, antara lain dengan pembentukan Badan Koordinasi (Bakor) yang di maksudkan untuk mengkoordinasikan ketua-ketua himpunan, dan mengambil keputusan untuk kembali ke kantong-kantong himpunan untuk setiap waktu dapat dipanggil kembali untuk bersatu.
1979 – 1982 Mahasiswa frustrasi dan trauma atas situasi kampus yang sangat represif, sampai-sampai memperingati berdirinya Keluarga Mahasiswa ITB -pun terkena skorsing.

Dekade 80an

1982 Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) terbentuk. Gerakan kemahasiswaan periode 80-an mencoba mencari bentuk sendiri dan jatuh pada peran sebagai sosok-sosok intelektual yang berafiliasi ke masyarakat dengan peningkatan kasus-kasus tanah dan sebagainya. Pada era ini timbul kelompok-kelompok diskusi. 1982 – 1984 Aksi menentang rally mobil yang mewabah di Indonesia sebab dirasakan kontras dengan keadaan ekonomi saat itu. Aksi corat-coret ITB menyambut kedatangan Mendikbud sebagai aksi protes tindakan pimpinan ITB yang represif. Pada era ini tumbuh kelompok-kelompok diskusi. 1984 – 1985 Aksi poster untuk menyambut kedatangan PM Inggris Margareth Thacher. 30 mahasiswa mendapat peringatan keras karena menyelenggarakan Orientasi Studi (OS). 1985 – 1986 Aksi memotong kepala bebek sebagai tanda bahwa Indonesia jangan membebek bangsa barat, yang besamaan dengan kedatangan PM Perancis Francois Mitterand yangdiikuti oleh 3000 massa. Aksi ini membangkitkan semangat dan kepercayaan pada mahasiswa akan kekuatan mahasiswa. 1986 -1988 Mahasiswa melaksanakan aksi lapangan/jalan : Mimbar bebas pada hari Pahlawan, aksi anti helm, dan aksi menentang dominasi militer. Penangkapan mahasiswa oleh aparat keamanan karena pentas musik dan pembacaan puisi. Potes pembredelan pers dan aksi di kedutaan Prancis memrotes kelompok “Skin Head” yang meneror mahasiwa Indonesia, serta aksi kenaikan SPP. 1988 – 1989 Aksi tanah mulai digulirkan dengan terbentuknya komite mahasiswa untuk rakyat Badega. Demonstrasi menentang Mendikbud di ITB, mempersoalkan tentang NKK/BKK dan otonomi. 1989 Kasus Kedung Ombo, Kacapiring, Cimacan, dan penggusuran tanah lainnya yang melatar belakangi berbagai aksi. Long march Bandung-Garut memrotes hukuman bagi petani Badega yang didukung mahasiswa Bandung tanggal 26 – 27 Maret 1989. Peristiwa ‘5 Agustus 1989’ . Aksi unjuk rasa menolak kedatangan Mendagri Rudini ke kampus ITB karena ia bertanggungjawab membawahi gubernur dan bupati yang berkolusi dengan pengusaha dalam menggusur tanah-tanah rakyat. Belasan mahasiswa ditangkap dan enam orang dipenjarakan. 1990 Aksi keliling Bandung karena mandulnya DPR. 12 April 1990, ribuan mahasiswa turun ke jalan menuntut pembebasan 33 mahasiswa yang mengadakan aksi pada pagi harinya di kantor walikota. 1991 FKHJ menemui J Pronk di hotel Sheraton untuk membicarakan kebijakan IGGI terhadap Indonesia. 1992 Upaya membentuk lembaga sentral melalui pembentukan BP-FKHJ (Badan Pekerja FKHJ) yang berfungsi sebagai lembaga transisi. BP-FKHJ bertahan selama kurang lebih satu semester. 1990 – 1993 Karena trauma 1989, gerakan mahasiwa di tahun-tahun ini adalah untuk konsolidasi intern. Mahasiswa banyak melakukan aksi-aksi pembelaan, diantaranya aksi pembelaan terhadap Sekjen FKHJ Duddy Sona Lesmana (PL ’89) dan beberapa mahasiswa. Pembentukan forum Aktivitas Lembaga Mahasiswa (FALM) di ITB yang beanggotakan ketua-ketua lembaga kemahasiswaan se- Jawa, Bali, dan Madura. Juli-Agustus 1993 Perbedaan pendapat antar himpunan dan Institut mengenai OS memuncak yang berakibat pada: 1. HMFT dicabut fasilitasnya ( 7 Oktober 1993 ) 2. Dua orang fungsionaris HMFT diskors 3 semester (Januari 1994) yaitu Yos Alfa (FT ’90) dan Melyana 3. Pembentukan satgas pembebasan skorsing serta pengembalian kehidupan kampus yang demokratis yang mulai begulir bulan Januari hingga Maret. Pengunduran diri seorang mahasiswa ITB, Deny (SI ’88) 1993 Referendum mahasiswa ITB untuk pembentukan Lembaga Sentral Mahasiswa. 1994 – 1995 Aksi-aksi peringatan hari petani, intifadah, semen, kertas, dan kebebasan berpendapat. Usaha-usaha pembentukan lembaga sentral mahasiswa dengan dibentuknya kongres yang bertugas merumuskan bentuk LSM, AD/ART kongres, dan membahas kaderisasi. Berlangsungnya OSKM 1995 yang fenomenal. Bertujuan untuk menciptakan “pahlawan dari rakyat tertindas” dengan berbagai macam metode. 20-29 Juni 1996 Pertemuan BPI 1997 Pertemuan TVST 1996 –1997

   * Kasus orientasi studi Himafi atas meninggalnya Zaki T.L. (FI ’95) yang berbuntut pada DO M. Ridjal (ketua Himafi) dan Budi S. Peristiwa itu membuat banyak mahasiswa ITB berkumpul membuat pembelaan.
   * Pada tanggal 20 Januari 1996 dideklarasikan berdirinya KM-ITB sebagai hasil dari muker Ciwidey yang melibatkan elemen-elemen kampus ITB.
   * Pembahasan konsep organisasi ‘Mahasiswa dengan Rektorat’.
   * Pernyataan sikap kesatuan pergerakan mahasiswa Bandung pada tanggal 30 April 1996.
   * Penyegelan HIMAFI, GEA, HMFT, HIMATIKA, HMP, dan HIMATEK akibat pemaksaan registrasi.
   * Terjadi aksi keprihatinan tentang dunia kemahasiswaan.
   * Skorsing 16 mahasiswa sipil akibat mengadakan orientasi studi
   * Pelarangan pengadaan orientasi studi oleh rektorat. OSKM tidak ada.

1998

   * Bergulirnya reformasi. Aksi-Aksi penumbangan rezim orde baru.
   * OSKM diadakan kembali. Keributan antara mahasiswa baru dengan swasta berlangsung akibat dinilai terlalu berlebihan dalam perlakuan terhadap peserta.
   * FKHJ membentuk Tim Implementasi Lembaga Sentral Mahasiswa ITB KM ITB terbentuk

Oktober 1998 Pemilu Raya dengan sistem one man one vote yang menghasilkan Vijaya Fitriyasa (MS ’94) sebagai presiden KM-ITB yang pertama. Selain itu diadakan pula pemilu distrik untuk memilih senator Kongres KM-ITB. April 1999 Pengadaan hearing calon presiden RI di Aula Barat oleh KM-ITB Juni 1999 Pengguliran program Studi Implementasi Desa Terpadu (SINDU) Agustus 1999 Peserta OSKM melakukan kerja sosial pada desa di Cipatat kabupaten Bandung September 1999 Sigit Adi Prasetyo (IF ’95) terpilih sebagai presiden KM-ITB yang kedua. November 1999-Maret 2000 Aksi-aksi dalam rangka kasus Aceh, Anggaran pendidikan, Otonomi kampus, Subsidi BBM, “Waspada Rezim Otoriter Baru”, dll 2000

   * Tercatat hanya sekitar 400 orang yang mengikuti OSKM 2000 akibat tidak adanya legalitas dari pihak rektorat
   * Permasalahan skorsing mahasiswa GEA sebagai buntut dari kasus orientasi studi himpunan.
   * Olimpiade Olahraga, Seni dan Budaya untuk pertama kalinya diadakan. Himpunan Mahasiswa Tambang (HMT) keluar sebagai juara umum. Aksi pembakaran jaket almamater lantaran kedatangan ‘A Mild Live’ yang dianggap telah menjual kemahasiswaan ITB.
   * Pemilu Presiden KM-ITB diundur hingga bulan Maret 2001, yang kemudian mengawali permasalahan dalam Keluarga Mahasiswa ITB.

2001

   * Penerapan ITB sebagai BHMN.
   * Pemilihan anggota MWA wakil mahasiswa untuk pertama kalinya. Rian R Nugraha (IF ’97). Sementara itu, diadakan pula hearing Calon Rektor ITB di Aula Barat untuk pertama kalinya.
   * Rektor ITB BHMN pertama terpilih : Dr. Kusmayanto Kadiman
   * Aksi-Aksi KM ITB digencarkan pada bulan Januari ke Jakarta guna menuntut pemberian memorandum kepada presiden Abdurrahman Wahid sehingga turun dari jabatannya.
   * Panitia pemilu raya Maret 2001 gagal dalam mengadakan pemilu presiden dan pemilu untuk memilih senator. Pada saat itu, para calon presiden KM-ITB yang telah siap berkompetisi dibatalkan.
   * Kontroversi masa jabatan kabinet KM ITB akibat lanjutan dari perdebatan mengenai aksi-aksi penurunan Abdurrahman Wahid, juga merupakan buntut dari gagalnya Pemilu Raya Maret 2001.
   * FKHD mengambil insiatif mengadakan Muker KM ITB (yang menghasilkan bahwa KM ITB berbasis lembaga yaitu himpunan dan unit) dan mendoong untuk diadakan Pemilu Raya selesai Muker.
   * Program Kampus Bersih dari Rektorat
   *
     Demonstrasi penolakan Presiden RI Megawati Soekarno Putri masuk kampus ITB

Agustus 2001 Menjelang pelaksanaan OSKM, diwarnai oleh kontroversi pemukulan terhadap 4 orang mahasiswa oleh beberapa panitia OSKM yang dianggap melakukan kesalahan sebagai implikasi penempelan selebaran gelap di kampus ITB. Oktober 2001 Pemilu Raya menghasilkan Akbar Hanif Dawam (PN ’98) sebagai presiden KM-ITB untuk masa jabatan 6 bulan lamanya sesuai kesepakatan Kongres KM-ITB. Desember 2001 Pertemuan BEM se-Bandung Raya Desember 2001 di kampus ITB

2002

   * Mentari di Kampusku dan Simfoni Warna-Warni, merupakan cerminan hubungan yang mulai dianggap membaik dengan pihak rektorat yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan mahasiswa.
   * Pemilu Raya menghasilkan Alga Indria (DS ’98) sebagai presiden KM-ITB keempat.
   * Kontroversi awal pengguliran Miss Techno ITB, berakhir dengan penolakan hampir keseluruhan himpunan terhadap rencana pelaksanaan tersebut.

1 Juni 2002 Aksi penolakan Hamzah Haz ketika berkunjung ke ITB. Agustus 2002

   * Advokasi pembongkaran pedagang kios Jl PHH Mustofa.
   *
     OSKM dinyatakan LEGAL oleh pihak rektorat. Panitia swasta ditiadakan. Metode kekerasan dianggap sudah tidak relevan lagi, sehingga diganti dengan metode disiplin.

21 September 2002 KM ITB melakukan aksi terhadap Ikatan Alumni ITB, berupa himbauan moral agar meningkatkan sumbangsihnya pada almamater dan bangsa ini. 15-24 November 2002 Aksi bencana alam Papandayan dengan pencarian dana dan pemberian bantuan dana dan sukarelawan ke Papandayan 23-28 November 2002 Bantuan advokasi terhadap PKL Ganesha. PKL Ganesha meminta bantuan ke KM ITB atas rencana penggusuran mereka dari jalan Ganesha. Mereka mendapat surat peringatan bahwa mereka akan dibongkar pada tanggal 26 November 2002 malam. Lalu KM ITB menyikapinya dengan dengan mengontak seluruh elemen di skitar Ganesha. Akhirnya terjadi pertemuan di Salman untuk membahas itu. Pertemuan tersebut dihadiri oleh PKL, mahasiswa ITB, Forum Ganesha, dan pihak pemerintah. Akhirnya diputuskan akan dibawa ke DPRD II tanggal 28 November 2002. 2003 Aksi-Aksi menuntut Megawati-Hamzah Haz mundur. Dilakukan bersama-sama dengan massa BEM Bandung Raya, elemen ekstrakampus, dan elemen rakyat. 1-2 Februari 2003 Pertemuan BEM se-Indonesia di ITB atas inisiasi KM ITB. Sekitar 50 BEM dari seluruh Indonesia mengirimkan perwakilannya.. Harapan dari pertemuan ini adalah dapat dirumuskannya solusi mahasiswa untuk permasalan bangsa. Meskipun tujuan ini tidak tercapai, pertemuan ini merupakan langkah awal kesatuan gerak mahasiswa untuk memperbaiki bangsa. 27 Februari 2003 Aksi Merah Putih. Pada acara ini, beberapa Himpunan dan Unit yang ada di ITB berkanaval keliling ITB. Seluruh peserta menggunakan atribut berupa pita bendera merah putih dan pita hitam (tanda duka cita terhadap kondisi bangsa). Sebelum acara ini dilaksanakan aksi pendahuluan dengan memasang bendera merah putih di seluruh kampus. 21 Mei 2003 Pertemuan 100 tokoh di kampus Universitas Padjajaran Dipati Ukur yang digagas oleh BEM Bandung Raya. Adapun diantara tokoh yang hadir ialah Rahmawati Soekarno Putri, Fuad Bawazier, Anis Matta, dan Soeripto. Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Dipati Ukur yang menuntut untuk turunkan rezim Mega-Hamzah, turunkan harga, Tolak Pemilu 2004, tolak semua kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat, adili dan sita harta para koruptor, dan hapus peran sosial politik TNI dan POLRI 24-25 Juni 2003 Aksi bersama mahasiswa ITB di dalam kampus untuk menolak jalur khusus USM-PMBP dan komersialisasi kampus. Aksi dilanjutkan menuju gedung Rektorat ITB. Pada kesempatan tersebut, seorang mahasiswa ITB, Dwi Sawung (AS ’00) menderita luka bakar pada bagian tangan dan muka ketika akan membakar boneka rektor ITB. Pada tanggal 25 Juni pula, perwakilan mahasiswa ITB bertolak ke DPR-RI bersama –sama dengan BEM UI dan BEM IPB untuk berdemonstrasi dan menyuarakan aspirasinya kepada komisi VI DPR RI yang senag mengadakan pertemuan dengan Dirjen Dikti dan para rektor PT BHMN. 25 Juli 2003 Demonstrasi 1000 massa BEM Bandung Raya beserta elemen rakyat ke Jakarta menuntut Megawati-Hamzah Haz turun dari jabatannya. Ikut serta pula beberapa BEM dari wilayah Garut, Cirebon dan Bem se-Tasikmalaya. Terjadi bentrokan dengan aparat kepolisian menyebabkan 52 mahasiswa luka-luka, 4 orang diantaranya adalah mahasiswa ITB. Budi Haryanto (TM ’99) hingga menderita remuk satu ruas jari tengah pada tangan kirinya yang menyebabkan terancam diamputasi. 27 Juli 2003 Launching ‘Selamatkan Indonesia’ dari KM ITB sebagai wujud keprihatinan terhadap kondisi bangsa yang carut marut di berbagai bidang.