Moshe ben Maimon

dokter asal Murabitun
Revisi sejak 20 September 2010 16.45 oleh TjBot (bicara | kontrib) (PW:RR - merapikan rintisan)

Moses Maimonides (bahasa Yunani: Μωυσής Μαϊμονίδης) (30 Maret 1135 atau 113813 Desember 1204), yang juga dikenal sebagai Moshe ben Maimon (bahasa Ibrani: משה בן מימון), atau Abu Imran Musa bin Maimun bin Abdullah al-Qurtubi al-Israili (bahasa Arab : أبو عمران موسى بن ميمون بن عبد الله القرطبي الإسرائيلي), yang artinya dalam bahasa Yunani, Ibrani maupun Arab adalah: "Musa, anak Maimun". Beberapa kitab Yahudi menyebutnya dengan nama Maimoni, (מימוני), akan tetapi sebagian besarnya menyebutnya dengan akronim Yahudi dari gelar dan namanya, yaitu — Rabi Moshe ben Maimon — atau disingkat menjadi RaMBaM atau Rambam (רמב"ם).

Tampilan wajah Maimonides yang sering digunakan, hasil rekaan artis.

Moses Maimonides dikenal sebagai seorang teolog Yahudi (rabbi), dokter, dan filsuf di Al-Andalus, Spanyol masa kini dan Mesir yang lahir, hidup dan berkembang dalam rahim abad keemasan kebudayaan Islam pada Abad Pertengahan. Ia adalah salah satu dari beberapa filsuf Yahudi yang juga berpengaruh pada lingkungan non Yahudi. Meskipun mula-mula karya-karyanya di bidang hukum dan etika Yahudi memperoleh penolakan pada masa hidupnya, setelah kematiannya ia dikenal sebagai salah satu rujukan teologi tepercaya (rabbinical arbitrer) dan filsuf utama dalam sejarah bangsa Yahudi. Saat ini, karya-karya dan pandangan-pandangannya dianggap sebagai pedoman pemikiran dan pelajaran bagi Yahudi Ortodoks. Maimonides lahir di kota Córdoba, Al-Andalus, Spanyol masa kini dan meninggal di kota Fusthat, kawasan kuno yang kini berada di pinggiran kota Kairo, Mesir.

Biografi

Maimonides dilahirkan pada 1138 di Córdoba, Spanyol, pada suatu masa yang dianggap oleh para pakar sebagai akhir dari zaman keemasan budaya Yahudi di Spanyol, setelah abad-abad pertama pemerintahan bangsa Moor. Maimonides mempelajari Torah di bawah bimbingan ayahnya, Maimon, yang pada gilirannya belajar di bawah bimbingan Rabi Yosef ben Migash. Dinasti Almohades menaklukkan Córdoba pada 1148, dan mengancam komunitas Yahudi dengan pilihan memeluk Islam, dibunuh, atau hidup di pengasingan. Keluarga Maimonides, bersama dengan kebanyakan orang Yahudi lainnya, memilih hidup di pengasingan. Selama sepuluh tahun kemudian mereka berpindah-pindah di Spanyol selatan, menghindari kaum Almohades, namun akhirnya menetap di Fes di Maroko. Di Fes ini Maimonides mendapatkan sebagian besar pendidikan sekularnya. Ia belajar di Universitas Fes. Pada masa itu, ia menyusun tafsirannya yang terkenal tentang Mishnah.

Setelah pengembaraannya di Maroko, ia tinggal sebentar di Tanah Suci (Yerusalem), dan kemudian menetap di Fusthat, Mesir. Di sana ia menjadi dokter dari Wazir Agung Alfadhil dan barangkali juga Sultan Saladin dari Mesir. Ia menyusun sebagian besar dari karyanya di tempat tinggalnya yang terarkhir ini, termasuk Mishneh Torah. Ia meninggal di Fusthat, dan dimakamkan di Tiberias (kini berada di Israel). Anaknya, Avraham, yang diakui sebagai seorang sarjana besar, menggantikan Maimonides sebagai Nagid (kepala komunitas Yahudi Mesir). Ia juga mengambil peranan ayahnya sebagai dokter istana, dalam usia yang masih muda, yaitu 18 tahun. Ia sangat mengagungkan kenangan tentang ayahnya, dan sepanjang kariernya ia membela tulisan-tulisan ayahnya terhadap para kritikusnya. Jabatan Nagid dipegang oleh keluarga Maimonides selama empat generasi berturut-turut hingga akhir abad ke-14.

Maimonides sangat dihormati di Spanyol dan sebuah patungnya dibangun di Córdoba berdampingan dengan sinagoganya, yang tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah Yahudi, melainkan terbuka untuk umum. Sekarang di Córdoba tidak ada lagi komunitas Yahudi, namun kota ini bangga akan kaitan historisnya dengan Maimonides.

Lihat: Sejarah orang Yahudi di Mesir.

Karya dan bibliografi

 
Lembaran naskah oleh Maimonides, dalam bahasa Yudeo-Arab dengan huruf Ibrani.

Pada masanya, banyak orang Yahudi yang percaya bahwa kebangkitan tubuh itu identik dengan dunia yang akan datang. Karena itu penyangkalan terhadap kebangkitan yang permanen dan universal dianggaqp sama dengan penyangkalan terhadap kata-kata para bijak Talmud. Namun, bukannya menyangkal kebangkitan, atau mempertahankan dogma yang berlaku saat itu, Maimonides mengajukan jalan yang ketiga: Bahwa kebangkitan tidak ada kaitannya dengan era mesianik (di dalam dunia ini) ataupun dengan Olam Haba (kehidupan yang sepenuhnya rohani setelah kematian). Sebaliknya, ia menganggap kebangkitan sebagai mujizat yang diramalkan oleh Kitab Daniel. Jadi pada suatu saat di dalam waktu kita dapat mengharapkan terjadinya contoh-contoh kebangkitan yang sementara waktu, yang tidak mempunyai tempat dalam kehidupan kekal yang akhir dari orang-orang yang benar.

Maimonides dan kaum modernis

Maimonides tetap menjadi pemikir Yahudi yang paling luas diperdebatkan dan kontroversial di antara para sarjana modern. Ia telah dijadikan lambang dan pahlawan intelektual oleh hampir semua gerakan utama dalam Yudaisme modern, dan terbukti sangat penting bagi para filsuf seperti Leo Strauss. Kedudukan penting Maimonides bagi berbagai sistem pemikiran terletak dalam penerimaan sang filsuf terhadap gagasan-gagasan yang paradoks dan seringkali kontradiktif. Kemampuan Maimonides dalam mempertemukan pemikiran yang filosofis dengan yang tradisional telah menjadikan warisannya sangat beraneka ragam dan dinamis.

Ada pemikir-pemikir modern yang percaya bahwa Maimonides pada kenyataannya diam-diam adalah seorang Aristotelian rahasia yang memahami tradisi Yahudi sebagai suatu sistem alegoris yang dimaksudkan untuk mempertahankan komunitas Yahudi, namun yang secara filosofis tidak akurat. Keyakinan ini berbenturan dengan tulisan-tulisannya di bidang keagamaan dan halakha yang sangat banyak jumlahnya, komunikasi pribadinya dengan berbagai pribadi dan komunitas. Kepribadian Maimonides dianggap mencerminkan persepsi liberalisme keagamaan karena kontroversi-kontroversi yang bermunculan di sekitar sebagian dari karya-karyanya 800 tahun yang lalu, dan pendekatannya yang rasionalistik untuk memahami literatur "hagaddah" tertentu. Selain itu, dalam karya hukumnya, Mishne Torah, Maimonides mengemukakan pandangan yang dianut oleh beberapa orang, termasuk sejumlah Geonim, bahwa obat-obat kedoktean di dalam Talmud mungkin tidak akurat, karena para rabi Talmud bekerja dengan pengetahuan ilmiah yang mereka miliki pada saat itu, dan bukan merupakan bagian dari tradisi yang diterima dari orang-orang bijak lainnya.

Rujukan

  • Marvin Fox Interpreting Maimonides, Univ. of Chicago Press 1990.
  • Julius Guttman, Philosophies of Judaism Terj. oleh David Silverman, JPS, 1964
  • Maimonides' Principles: The Fundamentals of Jewish Faith, dalam "The Aryeh Kaplan Anthology, Volume I", Mesorah Publications 1994
  • Dogma in Medieval Jewish Thought, Menachem Kellner, Oxford University Press, 1986
  • Maimonides Thirteen Principles: The Last Word in Jewish Theology? Marc. B. Shapiro, The Torah U-Maddah Journal, Vol. 4, 1993, Yeshiva University
  • A History of Jewish Philosophy, Isaac Husik, Dover Publications, Inc., 2002. Aslinya diterbitkan pada 1941 oleh Jewish Publication of America, Philadelphia, hlm. 236-311
  • Persecution and the Art of Writing, Leo Strauss, University of Chicago Press, cetak ulang 1988
  • "How to Begin to Study the Guide", Leo Strauss, dari The Guide of the Perplexed, Vol. 1, Maimonides, terj. dari bahasa Arab oleh Shlomo Pines, University of Chicago Press, 1974
  • Artikel ini memadukan teks dari Jewish Encyclopedia 1901–1906 , sebuah terbitan yang kini berada di ranah publik.

Lihat pula

Pranala luar