Ken Zuraida
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Ken Zuraida, lahir di Salatiga 15 Mei 1954. Sejak masih sangat kecil akrab dengan lingkungan yang alamiah sekaligus dididik oleh keluarga yang sangat menguasai pendidikan kebudayaan. Ia tumbuh dengan kepekaan naluriah amat kuat dan kecerdasan kebudayaan lingkungan yang berlapis-lapis. Ini antara lain karena selalu bergerak di antara lingkungan elitis dan lapisan di bawahnya, antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana ia menghayati masa remajanya di kota Bandung. Kecerdasannya itu telah mempercepat proses belajarnya di sekolah-sekolah formal, dari Sekolah Rakyat hingga kuliah di beberapa Perguruan Tinggi. Ia pun terlalu cepat berpindah dari sekolah satu ke sekolah lain. Kegelisahan yang merupakan cerminan kecerdasannya ini berbaur dengan kekuatan nalurinya menghasilkan pertemuannya dengan dunia kesenian. Di sini ia tidak hanya menguasai bidang senirupa, melainkan juga sastra, acting, art director dan kemudian penyutradaraan. Ia terlibat di Bengkel Teater Rendra sejak 1974 hingga sekarang. Kegiatannya dari daerah ke daerah lain selama lebih 30 tahun itu sampai ke hampir sebagian besar kota di dunia. Selain mengorganisir keseharian Bengkel Teater Rendra ia juga memraktikan metode-metode latihan yang selama ini digali Rendra bersama Bengkelnya.
Pengalaman pentas: • Tahun 1960-an teater kanak-kanak di lingkungan terbatas • Sejak 1975 berpentas sebagai Setyawati dalam Kisah Perjuangan Suku Naga produksi Bengkel Teater di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Selanjutnya dalam drama “Egmont” di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki di tahun yang sama. • Tahun 1985 menangani artistik panggung di pentas baca sajak Rendra di gedung besar beberapa kota. • Tahun 1986 artistik direktor pentas Panembahan Reso. • Tahun 1987 mengubah suasana gereja St. Ann di New York untuk pentas “Selamatan Anak Cucu Sulaeman”, lalu di Tokyo, Hiroshima, pentas berikutnya di kota besar di Indonesia dan th 1998 di Kwachon, Korea Selatan. • Sejak itu menangani pentas besar “Oidipus Sang Raja” serta pentas-pentas di luar negeri hingga “Sobrat”, 2005, di Graha Bhakti Budaya, Jakarta. • Ia muncul sebagai tenaga ahli artistik di beberapa pentas di Eropa, juga Asia. • Sebagai pemain Nenek berusia 678 tahun dalam pentas berdua dengan Rendra “Kereta Kencana” memperoleh pujian di kota2 besar Indonesia hingga Kuala Lumpur Malaysia. • Menerjemahkan drama dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia untuk beberapa pentas grup drama di Indonesia. • Menulis Monolog dan memainkannya sendiri pada festival Monolong di Taman Ismail Marzuki, 2005.