Mangkunegara I
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I alias Pangeran Sambernyowo alias Raden Mas Said (7 April 1725 – 28 Desember 1795) adalah pendiri Praja Mangkunagaran, sebuah keadipatian tinggi di wilayah Jawa Tengah bagian timur, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya bernama Pangeran Arya Mangkunagara Kartasura dan ibunya bernama R.A. Wulan.
Putra Mahkota
Tradisi Mataram dengan Putra Mahkota bergelar "Mangkunegara" dimulai oleh putra sulung Paku Buwono I yaitu RM.suro kemudian menjadi RM. |Suryokusumo dan sebagai putra mahkota menajdi Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara 'Kartasura".
Ketika putra mahkota sudah menajdi raja Mataram, nama dan gelar seperti RM.Suro, RM. Suryokusumo dan Mangkunegara dikenakan pada putra sulungnya juga sehingga Pangeran Mangkunegara yang dibuang ke Ceylon ini adalah putra mahkota kerajaan Mataram.
Ketika penggeseran kedudukan putra mahkota dilakukan oleh kelompok RM.suryadi (kelak menjadi Paku Buwono II), kedudukan Pangeran Mangkunegara tidak dilepas tetapi kata "arya" diganti menjadi "Anom" yang artinya muda.Penggantian ini sekaligus menggeser kedudukan putra mahkota yang harus bersyarat "Arya" yaitu keprajuritan menjadi non keprajuritan alias awam soal kemiliteran. Mangkunegara pun dirubah menjadi Hamengkunegara.
Penggeseran kedudukan putra mahkota tidak menghilangkan jabatan di kerajaan karena di Mataram Pangeran Mangkunegara tetap menjabat sebagai penasehat kerajaan. Keberadaan Mangkunegara sebagai penasehat ini pun oleh kelompok lawan lawan poltiknya masih diupayakan untuk menjegal dan lebih jauh melenyapkan karena sebagai waris sah yang tergeser bisa diprediksikan diwaktu waktu mendatang bakal menjadi bom waktu yang siap meledak.
Keberhasilan lawan lawan Mangkunegara dalam menyingkirkan putra mahkota sah ini selanjutnya akan dibayar mahal oleh Mataram yang begitu saja rela menyerahkan tampuk pemerintahan pada raja yang lemah dan peragu. Hohendorf sendiri sebagai kepala garbnisun di Surakarta pernah menyampaikan kepada Sunan (PB II) bahwa Mataram selama dalam pemerintahannya tidak pernah stabil dan terus digoyang oleh ketidak stabilan kerajaan.
Pada satu sisi pernyataan kepala garnisun belanda itu juga kontroversial berhubung dia sendiri sebagai seorang militer Belanda melihat sesuatu yang stabil adalah kejelekan yang tidak menguntungkan kantong pribadinya.
Dari peristiwa penggeseran putra mahkota Mataram ini, sekilas sudah dapat dicatat adanya satu kelompok yang akan bertahan sampai pada batas limit perjuangan.
Target Mataram yang utuh dan tidak terbagi gagal dipertahankan tetapi Mataram yang muda dan utuh berhasil diperjuangkan karena kemudian menjelma menjadi Mangkunegaran (mengikuti nama putra mahkota Mataram; Mangkunegara). Mataram yang muda berada berada ditangan raja sedang mataram yang muda berada ditangan putra mahkota.
Mataram yang yang tua akhirnya menerima nasib dibagi menjadi dua yang sama saja menamatkan keberadaannya sedang mataram yang muda bertahan dan menjelma menjadi Mangkunegaran.
Dalam percaturan politik Jawa mau tidak mau dua keraton lain dan belanda harus menerima Mangkunegaran sebagai neraca keseimbangan poltik. Meski posisi diatas kertas kedudukan Mangkunegaran di posisikan sebagai yang dibawah kerajaan karena status kadipaten (sesuai wilayah putra mahkota kerajaan) akan tetapi defacto politik tidak hanya show dan pamer kemegahan semata.Politik dan kekuasaan adalah perwahyuan yang harus dijaga sekaligus kecerdasan dan skill dalam permainan. Barang siapa tidak mampu dalam permainan itu sejarah tetap akan mencatat prestasi masing masing kerajaan.
Lihat pula
Referensi
- Fananie, Zainuddin, Restrukturisasi Budaya Jawa (Perspektif KGPAA Mangkoenagoro I), Muhammadiyah University Press, 1994. Catatan: Merupakan kajian ilmiah yang telah dilakukannya dan dibiayai oleh Tokyo Foundation.
- Babad Lelampahan, Reksa Pustaka Mangkoenegaran no 222 MS/J. Naskah Asli tersimpan di British Library Manuscript dengan judul Babad Mangkoenegoro. No. Add. 12283.
- Babad Memengsahanipun Kanjeng KGPAA Mangkoenagoro I, Kaliyan Kanjeng Sultan Ngayogya (HB I), Naskah koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta, cat, MS/J; no. 308:237 halaman.
- Babad Tutur, naskah transliterasi Th.G.Th. Pigeaud, tercatat dalam Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunagaran dengan judul Babad Nitik, no. cat.B29 MS/L x 590 halaman.
- Disunting oleh Andre Adriano
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: tidak ada |
Raja Mangkunagaran 1725-1795 |
Diteruskan oleh: Mangkunagara II |