Daniel S. Lev
Daniel S. Lev (23 Oktober 1933 – 29 Juli 2006) adalah salah seorang Indonesianis dan profesor ilmu politik paling terkemuka dengan perhatian khusus pada Indonesia,[1] khususnya pada masa pembentukan Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Sukarno pada 1957-1959. Prof. Lev banyak berjasa mendidik para ahli hukum dan politik Indonesia. Kematian Pak Dan, begitu biasanya ia disapa oleh murid-muridnya, disebabkan oleh kanker paru-paru.
Cinta Indonesia
“Though this land is not my own
will never forget it,
or the waters of its ocean,
fresh and delicately icy
........................
........................
........................
And the sun goes down in waves of ether
in such a way that I can’t tell
if the day is ending, or the world,
or if the secret of secrets is within me again.” by Anna Akhmatova [2]
Dan Lev bersama istrinya, Arlene, datang ke Indonesia pada usia 20-an tahun dengan menumpang sebuah kapal barang Denmark dalam perjalanan yang memakan 28 hari. Mereka tinggal di sana selama tiga tahun. Kefasihannya berbahasa Indonesia menyebabkan ia diterima banyak orang dan bahkan dianggap sebagai anggota keluarga sendiri.
Sekembalinya ke Amerika Serikat, Dan Lev menempuh studi pasca-sarjananya dan memperoleh gelar MA dan Ph.D.nya dari Universitas Cornell. Ia kemudian mengajar di Universitas California, Berkeley selama lima tahun. Namun karena pandangan-pandangannya yang menentang perang Vietnam, Lev terpaksa meninggalkan Berkeley karena tampaknya ia tidak mungkin mendapatkan jabatan sebagai profesor penuh di universitas itu. Ia pun pindah ke Universitas Washington di Seattle karena administratur universitas tersebut saat itu lebih liberal, sampai memasuki masa emeritasi pada 1999.
Sampai pertengahan bulan Juni 2006, ia masih sempat menulis beberapa artikel dan menyusun serta menyimpan segudang rencana. Namun, keinginannya menyelesaikan buku mengenai Yap Thiam Hien, ahli hukum dan pejuang hak-hak asasi manusia pada tahun 1960-an, tak pernah terpenuhi meski sudah 900 halaman dan hanya tinggal dua bab lagi.
Perhatian Lev terhadap masalah hukum, hak-hak asasi manusia, dan politik di Indonesia telah lama tertanam di dalam dirinya. Menurut Adnan Buyung Nasution, salah seorang sahabat dan promovendusnya hingga mencapai gelar doktor, Lev ikut meletakkan dasar pembentukan Lembaga Bantuan Hukum di Indonesia. Selama 20 tahun ia terus datang membagikan ilmunya tentang demokrasi dan hak-hak asasi manusia.
Kecintaan akan Indonesia dan harapannya bagi masa depan negara ini menyebabkan ia menyumbangkan sebagian besar isi perpustakaannya kepada Pusat Studi Kebijakan dan Hukum (PSHK), tempat para ahli hukum muda melakukan riset tentang reformasi kebijakan.
Pengaruh Kahin
George McTurnan Kahin adalah guru besar di Fakultas Politik Universitas Cornell yang memiliki andil besar memengaruhi Dan Lev terhadap studi keindonesiaan. Dalam pengantar buku karyanya berjudul “Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,” Dan Lev memuji setinggi langit kehebatan dan kemampuan George Kahin.
“Di sanalah (Universitas Cornell-pen) saya mulai tertarik pada Indonesia melalui guru saya, George Kahin, yang terkenal sebagai ahli ilmu politik yang menulis tentang revolusi Indonesia. Kahin memang luar biasa. Bukan hanya sebagai mahaguru, tetapi juga pribadi yang sangat jujur dan bertanggungjawab, seorang humanis yang senantiasa mendorong mahasiswanya untuk memahami politik dalam perspektif sosial-budaya yang luas. Sampai sekarang, seperti juga banyak mahasiswanya yang lain, saya menganggap Kahin sebagai seorang sarjana dan guru yang patut diteladani.”[3]
Pengaruh besar Kahin dalam hidup Dan Lev juga dikemukakan oleh Arlene. Menurut Arlene terdapat lima guru dalam hidup Dan Lev. Pertama Ayah Dan Lev sendiri, Louis Lev. Kedua, George McTurnan Kahin, Ketiga, Mr. Besar Martokoesoemo, pengacara pertama yang dimiliki Indonesia. Keempat adalah Kiai Adnan yang mengajarkan Dan Lev mengenai nilai-nilai agama yang membebaskan dan memberontak dari kedzaliman penguasa. Dan guru kelima adalah mendiang Yap Thiam Hien, pengacara kondang pembela hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Dan Lev sangat berkeinginan untuk membuat biografi Yap Thiam Hien yang namanya digunakan sebagai simbol anugerah tertinggi bagi para pejuang dan pembela HAM di Indonesia.[4]
Posisi Kahin sebagai guru yang sangat memengaruhi Dan Lev setelah Ayahnya memperlihatkan betapa besar sumbangsih perspektif Kahin dalam permikiran Dan Lev. Wajar saja dengan terus terang Dan Lev menyatakan bahwa kecintaannya terhadap Indonesia bermula dari kekagumannya terhadap Kahin. Guru Dan Lev ini juga menjadi seorang pengkritik kebijakan perang yang ditebarkan Amerika di Vietnam.[5] Hal tersebut juga menjadi ideology Dan Lev. Kritik pedas Dan Lev terhadap kebijakan Amerika tersebut bahkan membuatnya tersingkir dari Universitas California, Barkeley.
Kahin pula yang mendorong Dan Lev untuk menjadi peneliti tangguh bagi perkembangan hukum dan politik di Indonesia. Bermula dari ajakan Kahin untuk meneliti perkembangan pergerakan nasional Indonesia, Dan Lev kemudian mulai serius mendalami Indonesia. Ia bahkan bergiat belajar langsung bahasa Indonesia dari orang-orang asli Indonesia yang ada di kota Ithaca, Amerika, bahkan kepada tokoh sekaliber Selo Sumardjan dan istrinya, serta Umar Kayam.[6]
Akhir 1958 setelah beberapa bulan menikahi Arlene, Dan Lev memutuskan untuk belajar tentang bahasa dan segala sesuatunya tentang Indonesia di Belanda. Ia juga “terpaksa” harus mempelajari bahasa Belanda dikarenakan seluruh data tentang Indonesia disajikan dalam bahasa Belanda. Kegigihan mendalami Indonesia tersebutlah yang membuat Dan Lev berbeda dari murid Kahin yang lainnya.
Tentu saja Kahin yang disebut sebagai “giant” dalam studi-studi politik di Asia Tenggara memiliki banyak murid-murid yang memiliki nama besar. Thak Chaloemtiarana, Direktur Program Asia Tenggara di Universitas Cornell, menyebut Kahin memiliki murid-murid yang paling terbaik (the very best student) dalam studi-studi Asia Tenggara. Dan Lev adalah salah satu dari yang paling terbaik tersebut.[7]
Setelah membaca pelbagai literature tentang Indonesia dan mendalami bahasanya, Dan Lev kemudian mendapatkan fellowship untuk pergi ke Indonesia dari Ford Foundation. Untuk pertama kalinya Dan Lev dan Istri menginjakkan kakinya di Indonesia pada medio Februari di Tahun 1959. Akrab dengan beberapa pembesar di Indonesia membuat Dan Lev merasa tidak terasing. Menurut Dan Lev pada masa itu Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia masih bersahaja dan para pemimpin bangsa masih sangat terbuka dan senang bertukar pikiran. Walaupun datang pada era Demokrasi Terpimpin, Dan Lev sepertinya tidak merasa kesulitan dalam mencari informasi untuk mendalami hukum dan politik di Indonesia.
Dari banyak pembesar, orang-orang penting, dan pakar yang berhasil Dan Lev dekati, maka Mr. Besar Martokoesoemo-lah (sebagaimana telah dikemukakan di atas) memberikan pengaruh luar biasa dalam pandangan hidupnya. Dan Lev menggambarkan Mr. Besar sebagai berikut:
“Tetapi yang paling berpengaruh atas diri saya, baik dalam pekerjaan penelitian maupun dalam pandangan hidup saya yang sedang berkembang pada masa itu, adalah almarhum Besar Martokoesoemo dan isterinya yang menerima saya dan isteri saya dalam keluarganya yang penuh kecintaan itu. Di rumah keluarga itulah saya sering menginap, mampir untuk makan dan mengobrol, diajar dan kadang-kadang ditegur secara manis. Di sana pula saya mulai merasakan politik, hukum, masyarakat, dan kebudayaan Indonesia sebagai sesuatu yang riil dan biasa, bukan yang aneh atau di luar imajinasi.”[8]
Walaupun memiliki koneksi yang baik dan telah melakukan penelitian dengan sungguh-sungguh, Dan Lev masih menyimpan pelbagai kekhawatiran mengenai penelitiannya. Menurutnya penulisan hasil penelitiannya dalam bahasa Inggris untuk para pembaca yang ingin mengetahui tentang Indonesia malah di satu sisi memberikan kendala lain. Penelitian tersebut menjadi minim kritik, karena menurut Dan Lev pembaca paling kritis tentu saja adalah orang-orang yang setiap harinya mengalami segala situasi yang ditulis oleh Dan Lev sendiri.
Sebagai orang yang terbuka terhadap kritik, tentu Dan Lev sendiri adalah seorang yang sangat kritis. Terbukti akibat daya kritisnya yang tak memandang “jenis”, pada tahun 1980 hingga tahun 1984 Dan Lev dan beberapa orang Indonesianis lainnya dicekal oleh pemerintahan repressif Orde Baru di bawah kendali Soeharto.[9]
Di sisi lain sikap kritis tersebut menjadi dilema hidup bagi Dan Lev sendiri. Melalui sikap kritisnya, di Indonesia Dan Lev dianggap sebagai pihak asing yang terlalu jauh ikut campur, sedangkan di tanah airnya sendiri sebagai akademisi yang seringkali mempertanyakan kebijakan luar negeri Amerika telah mengakibatkan Dan Lev dan berapa koleganya dituduh berpihak kepada Indonesia. Dedikasi sebagai akademisi sajalah yang membuat Dan Lev menyadari bahwa posisi rumit tersebut sebagai sesuatu yang lumrah. Ia menyatakan;
“Dedikasi Cornell pada tugas untuk mengembangkan pengetahuan tentang Indonesia, dan perasaan intim para sarjana Cornell dengan Indonesia, kiranya tidak perlu diragukan, dan dedikasi itu dibentuk oleh semangat kejujuran dan tidak oleh tujuan politik apa pun. Begitu juga dengan kritik saya sendiri dan sarjana lain dalam masalah hak-hak asasi manusia di Indonesia (dan Negara-negara lain). Kritik terhadap pemerintah oleh para sarjana di mana saja bukan hal baru, dan begitu juga dengan kejengkelan pemerintah terhadap sarjana dan intelektual. Seperti banyak sarjana lain, saya sering kritis terhadap pemerintah Amerika. Pendirian kritis saya terutama dalam hal politik luar negeri, sangat dipengaruhi oleh pengalaman saya di Indonesia…”
Bahkan kritiknya terhadap kebijakan perang Amerika di Vietnam telah menyebabkan Dan Lev harus “terbuang” dari Universitas California, Berkeley. Tempat ia telah mengajar selama 5 tahun. Dan Lev kemudian memutuskan untuk pindah ke Universitas Washington. Di sana ia memperoleh gelar professor tetap di bidangnya.
Pemikiran-pemikiran Dan Lev
Banyak tulisan Dan Lev, baik berbentuk buku dan tulisan-tulisan pendek mengenai hukum dan politik di Indonesia. Namun buku-buku tersebut agak sulit dijelajahi. Selain menggunakan bahasa Inggris juga sebagian besar berada di luar negeri. Misalnya buku “Making Indonesia,” Dan Lev selain menjadi editor pada buku tersebut (berisi pelbagai tulisan murid-murid Kahin lainnya) juga menyumbangkan tulisan berjudul “Between State and Society: Professional Lawyers and Reform in Indonesia.” Keterbatasan dalam merangkai pola pikir Dan Lev ini sesungguhnya mengkhawatirkan, namun dikarenakan niatan Jurnal Konstitusi untuk menghargai jerih pemikiran seorang Indonesianis, maka segala cara untuk mengumpulkan data-data mengenai ide-ide Dan Lev tetap dijalankan.
Pengantar bagi peminat masalah-masalah politik dan hukum di Indonesia serta para pemikirnya (khususnya dari perspektif Dan Lev). Ide-ide Dan Lev mengenai keindonesian akan dibagi kepada tiga sub topik yaitu; masalah demokrasi, hukum dan politik, serta hak asasi manusia. Ketiga sub topik tersebut penulis anggap merupakan tiga poin penting yang ditelusuri oleh Dan Lev mengenai Indonesia. Walaupun terdapat karangannya mengenai peradilan Indonesia yang berjudul; “Islamic Court in Indonesia; a Study in the Political Bases of Legal Institution” yang juga telah dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi dalam tulisan ini, tema peradilan tidak menjadi pembahasan tersendiri dalam menyibak pemikiran Dan Lev tetapi cukup memasukannya ke dalam pembahasan sub topik hukum dan politik saja.
Menderita kanker
Lev terkenal sebagai perokok berat. Ia bisa berjam-jam merokok, minum kopi dan kadang-kadang Scotch wiski dengan teman-teman dan murid-muridnya dari Indonesia.
Pada awal tahun 2006, dari pemeriksaan dokter, Lev menyadari bahwa ia mengidap kanker paru-paru pada stadium lanjut. Berbagai pengobatan medis dijalaninya, namun sel-sel kankernya terus merebak hingga nyawanya tidak tertolong lagi. Jenazahnya dikremasikan pada 31 Juli di Seattle.
Daniel Lev meninggalkan seorang istri, Arlene, dan dua orang anak, Louis Lev dan Claire Murata, serta tiga orang cucu.
Karya-karyanya
Berikut ini adalah sebagian dari karya-karya tulis Prof. Daniel S. Lev:
- The Transition to Guided Democracy: Indonesian Politics, 1957-1959 (2009)
- Yap Thiam Hien and Aceh (2006)
- Politik minoritas: minoritas dalam politik (2000)
- Legal evolution and political authority in Indonesia: selected essays (2000)
- Making Indonesia (1996)
- Making Indonesia (disunting bersama Ruth McVey), (1996)
- Pengantar dalam "Memoar Oei Tjoe Tat, pembantu presiden Soekarno" oleh Oei Tjoe Tat (1995)
- Lawyers as outsiders: advocacy versus the state in Indonesia (1992)
- Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan (1990)
- Legal Aid in Indonesia (1987)
- Pengantar dalam "Bantuan hukum dan kemiskinan struktural" oleh T. Mulya Lubis (1986)
- Bush lawyers in Indonesia: stratification, representation and brokerage (1973)
- Islamic courts in Indonesia: a study in the political bases of legal institutions (1972)
- American aid and political development (1967)
- The transition to guided democracy: Indonesian politics, 1957-1959 (1966)
- Republic of Indonesia cabinets, 1945-1965 (1965)
- Some descriptive notes on foreign assistance in Indonesian technical education (1961)
- A bibliography of Indonesian government documents and selected Indonesian writings on government in the Cornell University Library (1958)
Aneka rupa
- Pada masa mudanya, sebelum menjadi seorang akademikus, Daniel Lev pernah menjadi seorang petinju dalam kejuaraan Golden Glove di Amerika Serikat.
- Lev adalah seorang pemberani. Sekali ia menghadapi sejumlah jenderal Indonesia yang bersenjata lengkap dalam sebuah retret politik Indonesia, dan dengan tegas meminta mereka agar mereformasi lembaga kehakiman Indonesia.
Perpustakaan
Pranala luar
Referensi
- ^ Indonesia Berutang Pada Daniel S. Lev
- ^ Puisi On the Road karya Penyair Rusia, Anna Akhmatova ini dikirimkan istri Dan Lev, Arlene Lev, kepada panitia peringatan 1.000 hari kepergian Daniel S.Lev pada 25 Juli 2009 di Goethe Haus, Jakarta.
- ^ Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. vii-viii.
- ^ Herni Sri Nurbayanti dan Widiyanto, Daniel Lev, Indonesia, dan Candy Bar, Jentera, Jurnal Hukum, edisi khusus 2008, hlm. 8.
- ^ Pada April Tahun 1965, Kahin pernah menjadi pembicara utama menentang kebijakan Amerika dalam memerangi Vietnam di Washington DC. Kahin menjalin pertemanan dengan beberapa pendiri bangsa Indonesia, di antaranya ialah Sumitro Djojohadikusumo, Soedjatmoko, Moh. Natsir, bahkan Soekarno dan Moh. Hatta.
- ^ Opcit, Daniel S. Lev, Hukum…, hlm.viii.
- ^ Murid-murid Kahin yang memiliki nama besar sebagai Indonesianis atau pakar Asia Tenggara di antaranya adalah Herb Feith, Harry Benda, Ruth McVey, Ben Anderson, dan lain-lain.
- ^ Opcit, Daniel S. Lev, Hukum…hlm. Ix.
- ^ Suwidi Tono (Edt), Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta (I), (Jakarta: PT. Perspektif Media Komunika, 2009), hlm. 25. Lihat pula Daniel S. Lev, Politik Hukum di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. xxii.