Awatara

inkarnasi dari tuhan yang maha esa ataupun manifestasiNya
Revisi sejak 15 November 2010 09.21 oleh 182.1.13.32 (bicara)
Ini adalah artikel mengenai agama Hindu. Untuk kegunaan laiin, lihat Avatar

Awatara atau Avatar (Sansekerta: अवतार, avatāra, baca: awatara) dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.

Sepuluh awatara Batara Wisnu

Referensi dari kitab suci

Dalam Bhagawadgita, salah satu kitab suci agama Hindu selain Weda, Kresna sebagai perantara Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

Yadā yadā hi dharmasya glānir bhavati bhārata abhyutthānam adharmasya tadātmanam srjāmy aham paritrānāya sādhūnām vināśāya ca duskrtām dharma samsthāpanarthāya sambavāmi yuge yuge

(Bhagavad-gītā, 4.7-8)

 
Kepala tiap-tiap Awatara pada patung Dewa Wisnu.
Arti
Manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela,
pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia,
wahai keturunan Bharata (Arjuna).
Untuk menyelamatkan orang-orang saleh
dan membinasakan orang jahat
dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman.

Dasa Awatara, sepuluh Awatara Wisnu

Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana.

Dasa Awatara dari zaman ke zaman

Jenis-jenis Awatara

Menurut kitab-kitab purana, tak terhitung banyaknya Awatara yang pernah turun ke dunia ini. Awatara-awatara tersebut tidak selamanya merupakan “inkarnasi langsung” atau “penjelmaan langsung” dari Sang Hyang Wisnu. Beberapa Awatara diyakini memiliki “jiwa yang terberkati” atau mendapat “kekuatan Tuhan” sebagai makhluk yang terpilih.

Purusha Awatara: Awatara pertama Sang Hyang Wisnu yang mempengaruhi penciptaan alam semesta. Awatara tersebut yakni:

Menurut Bhagavad Gītā:

  • Kāranodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu): Wisnu yang berbaring dalam lautan penyebab dan Beliau menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung;
  • Garbhodakaśāyī Vishnu: Wisnu masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa;
  • Ksirodakasāyī Vishnu (Roh utama): Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.

Guna Awatara: Awatara-Awatara yang mengatur tiga macam aspek dalam diri makhluk hidup. Awatara-Awatara tersebut yakni:

Lila Awatara: Awatara yang sering ditampilkan dalam kitab-kitab Purana, seperti Dasa Awatara dan Awatara lainnya. Awatara tersebut turun secara teratur ke dunia, dari zaman ke zaman untuk menjalankan misi menegakkan Dharma dan menunjukkan jalan Bhakti dan Moksha.

Manwantara Awatara: Awatara yang diyakini sebagai pencipta para leluhur dari umat manusia di muka bumi. (lihat: Manu)

Shaktyawesa Awatara: ada dua jenis – 1)makhluk yang merupakan penjelmaan Wisnu secara langsung; dan 2)makhluk diberkati yang mendapatkan kekuatan dari Wisnu. Jenis tersebut memiliki jumlah yang besar, dan merupakan Awatara yang istimewa. Awatara jenis ini, misalnya saja Narada Muni atau Sang Buddha. Awatara jenis tersebut kadang-kadang dikenal dengan sebutan Saktyamsavatar, Saktyaveshavatar atau Avesha avatar. Awatara lain yang termasuk jenis kedua, misalnya Parashurama, yang mana Dewa Wisnu tidak secara langsung menjelma. Dalam jenis yang kedua tersebut, menurut Srivaishnavism, ada dua macam lagi, yakni: 1)Wisnu memasuki jiwa makhluk yang terpilih tersebut (seperti Parashurama); 2)Wisnu tidak memasuki jiwa secara langsung, namun memberikan kekuatan suci (misalnya Vyasa, penyusun Veda).

Awatara jenis kedua tersebut tidak dipuja sebagaimana mestinya Awatara yang lain. Hanya Awatara yang merupakan penjelmaan langsung yang kini sering dipuja, seperti Narasimha, Rama, dan Sri Krishna. Menurut aliran Waisnawa, Krishna merupakan Awatara yang tertinggi di antara Awatara yang lain. Namun, pengikut Sri Chaitanya (termasuk ISKCON), Nimbarka, Vallabhacharya memiliki filsafat berbeda dengan pengikut aliran Waisnawa, seperti Ramanuja dan Madhva dan menganggap bahwa Krishna merupakan kepribadian dari Tuhan yang Maha Esa, dan bukan seorang Awatara belaka. Dalam beberapa filsafat Hinduisme, tidak ada perbedaan dalam memuja Sang Hyang Wisnu ataupun Awataranya karena semua pemujaan tersebut akan menuju kepada-Nya.

Awatara dalam Bhagawatapurana

Sebanyak empat puluh awatara Wisnu yang spesifik disebutkan dalam kitab Bhagawatapurana, meskipun kitab tersebut menambahkan bahwa jumlah tersebut tidak terhitung banyaknya.[1] 22 awatara Wisnu terdaftar dalam buku pertama sesuai urutannya:[2]

  1. Catursana (Caturkumara) [BP 1.3.6] - empat putra Brahma
  2. Waraha [BP 1.3.7]
  3. Narada [BP 1.3.8] - resi yang berkelana ke seluruh dunia sebagai pemuja Wisnu
  4. Nara dan Narayana [BP 1.3.9] - resi kembar
  5. Kapila [BP 1.3.10] - salah satu resi yang mendirikan aliran filsafat Samkhya
  6. Dattatreya [BP 1.3.11] - kombinasi awatara Brahma, Wisnu dan Siwa
  7. Yadnya [BP 1.3.12] - penguasa upacara, yang sempat menjabat sebagai Indra, raja para dewa
  8. Resaba [BP 1.3.13] - ayah Barata dan Bahubali
  9. Pertu [BP 1.3.14] - maharaja yang memerah bumi dalam wujud sapi dan mengembangkan sistem bercocok tanam
  10. Matsya [BP 1.3.15]
  11. Kurma [BP 1.3.16]
  12. Dhanwantari [BP 1.3.17] - bapak ilmu pengobatan (Ayurweda)
  13. Mohini [BP 1.3.17] - wanita yang memikat
  14. Narasinga [BP 1.3.18]
  15. Wamana [BP 1.3.19]
  16. Parasurama [BP 1.3.20]
  17. Byasa [BP] 1.3.21] - pemilah Weda, penyusun Purana dan Mahabharata
  18. Rama [BP 1.3.22]
  19. Baladewa (Balarama) [BP 1.3.23]
  20. Kresna [BP 1.3.23]
  21. Buddha [BP 1.3.24]
  22. Kalki [BP 1.3.25]

Di samping itu, empat awatara lainnya disebutkan kemudian dalam kitab tersebut sebagai berikut:

  1. Presnigarba [BP 10.3.41] - putra Presni
  2. Hayagriwa [BP 2.7.11] - awatara berkepala kuda
  3. Angsa [BP 11.13.19] - angsa
  4. Awatara Emas [BP 11.5.32] - awatara pada zaman Kaliyuga yang menyebarkan hari-namasankirtan.[3]

Makna dan filsafat

Berkas:Balarama9.jpg
Balarama (Baladewa), kakak Sri Kresna, berdiri di dekat sungai Yamuna. Bersenjata pembajak sawah sebagai lambang pertanian

Beberapa orang meyakini bahwa filsafat Dasa Awatara menunjukkan perkembangan kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi. Setiap Awatara merupakan lambang dari setiap perkembangan zaman yang terjadi. Matsya Awatara merupakan lambang bahwa kehidupan pertama terjadi di air. Kurma Awatara menunjukkan perkembangan selanjutnya, yakni munculnya hewan amphibi. Waraha Awatara melambangkan kehidupan selanjutnya terjadi di darat. Narasimha Awatara melambangkan dimulainya evolusi mamalia. Wamana Awatara melambangkan perkembangan makhluk yang disebut manusia namun belum sempurna. Parashurama Awatara, pertapa bersenjata kapak, melambangkan perkembangan manusia di tingkat yang sempurna. Rama Awatara melambangkan peradaban manusia untuk memulai pemerintahan. Krishna Awatara, yang mahir dalam enam puluh empat bidang pengetahuan dan kesenian melambangkan kecakapan manusia di bidang kebudayaan dan memajukan peradaban. Balarama Awatara, Kakak Kresna yang bersenjata alat pembajak sawah, melambangkan peradaban dalam bidang pertanian. Buddha Awatara, yang mendapatkan pencerahan, melambangkan kemajuan sosial manusia.

Awatara yang turun ke dunia juga memiliki makna-makna menurut zamannya: masa para Raja meraih kejayaan dengan pemerintahan Rama Awatara pada masa Treta Yuga, dan keadilan sosial dan Dharma dilindungi oleh Sri Kresna pada masa Dwapara Yuga. Makna dari turunnya para Awatara selama masa Satya Yuga menuju Kali Yuga juga menunjukkan evolusi makhluk hidup dan perkembangan peradaban manusia.

Awatara-awatara dalam daftar di atas merupakan inkarnasi Wisnu, yang mana dalam suatu filsafat merupakan lambang dari takaran dari nilai-nilai kemasyarakatan. Istri Dewa Wisnu bernama Laksmi, Dewi kemakmuran. Kemakmuran dihasilkan oleh masyarakat, dan diusahakan agar terus berjalan seimbang. Hal tersebut dilambangkan dengan Dewi Laksmi yang berada di kaki Dewa Wisnu. Dewi Laksmi sangat setia terhadapnya.

Filsafat Catur Yuga yang merupakan masa-masa yang menjadi latar belakang turunnya suatu Awatara dideskripsikan sebagai berikut:

  • Satya Yuga dilambangkan dengan seseorang membawa sebuah kendi (kamandalu)
  • Treta Yuga dilambangkan dengan seseorang yang membawa sapi dan sauh
  • Dwapara Yuga dilambangkan dengan seseorang membawa busur panah dan kapak
  • Kali Yuga dilambangkan dengan seseorang yang sangat jelek, telanjang, dan melakukan tindakan yang tidak senonoh.

Jika deskripsi di atas diamati dengan seksama, maka masing-masing zaman memiliki makna tersendiri yang mewakili perkembangan peradaban masyarakat manusia. Pada masa pertama, Satya Yuga, ada peradaban mengenai tembikar, bahasa, ritual (yajña), dan sebagainya. Pada masa yang kedua, Treta Yuga, manusia memiliki kebudayaan bertani, bercocok tanam dan beternak. Pada masa yang ketiga, manusia memiliki peradaban untuk membuat senjata karena bidang pertanian dan kemakmuran perlu dijaga. Yuga yang terakhir merupakan puncak dari kekacauan, dan akhir dari peradaban manusia.

Orang-orang yang diyakini sebagai Awatara

Selain awatara-awatara yang disebutkan dalam kitab-kitab Purana dan Veda, beberapa di antara orang India dan Hindu dianggap sebagai awatara oleh umat yang meyakininya. Mereka adalah orang-orang dengan kekuatan jasmani dan rohani yang luar biasa jika dibandingkan dengan manusia normal dan diyakini sebagai penitisan Tuhan atau manifestasinya. Mereka adalah:

Beberapa umat Hindu dengan kacamata universal juga meyakini bahwa beberapa tokoh-tokoh/nabi-nabi agama lain adalah awatara (inkarnasi Tuhan). Tokoh-tokoh tersebut yakni:

Catatan kaki

  1. ^ Rukmani, T. S. (1970). A critical study of the Bhagavata Purana, with special reference to bhakti. Chowkhamba Sanskrit studies. 77. Varanasi: Chowkhamba Sanskrit Series. hlm. 4. 
  2. ^ Bhag-P 1.3 Canto 1, Chapter 3
  3. ^ The Golden Avatara

Pranala luar