Arca Bhairawa
Arca Bhairawa adalah patung batu raksasa dan kini menjadi salah satu koleksi pameran utama di Museum Nasional Indonesia. Arca ini menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yaitu pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha sebagai raksasa yang menakutkan.
Deskripsi arca
Patung batu raksasa ini berukuran tinggi 4,41 meter dan berat 4 ton [1] dan terbuat dari batu andesit. Bhairawa digambarkan sebagai raksasa mengerikan sebagai merupakan perwujudan Siwa sekaligus Buddha dalam aliran Tantrayana. Arca Bhairawa ini memiliki dua tangan, tangan kiri memegang mangkuk dari tengkorak manusia berisi darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon untuk upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk menampung darah untuk upacara minum darah.
Bhairawa merupakan Dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa berkategori ugra (ganas) dan digambarkan bersifat ganas, berwujud mengerikan, memiliki taring, dan berubuh sangat besar seperti raksasa. Rambutnya disanggul besar ke atas menyerupai bola, tapi ditengahnya terdapat arca Buddha Amitabha, laksana atau ciri seperti ini merupakan ciri bodisattwa Awalokiteswara, hal ini menggambarkan aspek sinkretisme Tantrayana yang memadukan unsur Hindu dan Buddha. Bhairawa mengenakan perhiasan yang raya kalung, kelat bahu, dan ikat pinggang berukir kepala kala. Bhairawa ini digambarkan tengah menginjak orang cebol dan berdiri di atas lapik tengkorak berjajar yang menggambarkan lapangan mayat.
Arca ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman karena ia adalah penganut Buddha aliran Tantrayana Kalachakra.[2]
Penemuan
Arca raksasa ini aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai Batanghari. Dulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai Batanghari, sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya. Dikatakan strategis karena Padang Roco merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumatera Barat, dan arca raksasa ini berfungsi sebagai markah tanah.
Arca raksasa ini sempat rubuh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang menyembul ke permukaan tanah. Penduduk setempat yang tidak menyadari keberadaan arca itu menjadikan batu itu sebagai batu pengasah dan membuat lubang lumpang batu sebagai lesung untuk menumbuk padi. Hingga kini pun bekas lubang itu dapat diltemukan pada arca ini. Patung yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi. Lalu pada tahun 1937 arca ini diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan menghuni museum hingga kini.