Ventriloquisme adalah seni berbicara tanpa menggerakkan bibir. Berasal dari kata Latin venter yang berarti perut, loqui yang berarti berbicara, dan ism yang berarti ilmu atau faham, ventriloquisme sering pula diartikan sebagai ilmu atau keterampilan berbicara dari perut.[1]

Orang yang dapat menggunakan ventriloquisme disebut sebagai ventriloquist, yaitu seorang yang ahli berbicara atau bersuara sedemikian rupa sehingga seolah-olah berasal dari sesuatu atau orang lain atau bahkan bersuara dari tempat yang agak jauh. Dalam bahasa Indonesia dikenal juga sebagai ahli suara perut atau ahli sulap suara.

Seni ventriloquisme dapat digunakan untuk menghibur, mengajar, serta berpromosi. Pertunjukkan seorang ventriloquist digemari mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua karena pada umumnya dibawakan dalam bentuk komedi.

Ventriloquisme dimata masyarakat umum dikenal dengan sebutan suara perut. Istilah ini sebenarnya menyesatkan karena seolah sang ventriloquist memakai perutnya untuk berbicara.

Jenis

Ada 2 jenis Ventriloquisme yaitu:

1. Near Ventriloquism atau suara perut jarak dekat. Suara perut jarak dekat digunakan pada saat seorang ahli suara perut/sulap suara (ventriloquist) menggunakan keahliannya untuk membuat satu (atau lebih) boneka atau benda yang berada di dekatnya untuk dapat mengeluarkan suara atau bahkan berbicara.

2. Distant Ventriloquism atau suara perut jarak jauh. Suara perut jarak jauh digunakan pada saat seorang ahli suara perut/sulap suara (ventriloquist) menggunakan keahliannya untuk membuat suara yang seolah-olah berasal dari tempat yang jauh atau dari ruangan yang lain.

Sejarah

Awalnya, ventriloquist adalah praktek keagamaan. Nama berasal dari bahasa Latin untuk berbicara dari perut. Orang-orang Yunani menyebut gastromancy ( bahasa Yunani : εγγαστριμυθία). Suara-suara yang dihasilkan oleh perut dianggap menjadi suara-suara arwah / orang mati yang mengambil tempat tinggal di perut para ventriloquist. Ventriloquist kemudian akan menafsirkan suara, karena mereka dianggap mampu berbicara kepada orang mati, serta meramalkan masa depan. Saat itu, para penganut animisme tersebut mempercayai jika para pendeta kuil itu dapat membuat orang mati berbicara.

Salah satu kelompok tercatat paling awal yang memanfaatkan teknik ini adalah Pythia (bahasa Yunani: Πυθία), seorang pendeta wanita di kuil Apollo di Delphi, yang bertindak sebagai saluran Orakel Delfi.Pythia[2]. Pythia (Python) kemudian menjadi salah satu kata yang paling umum digunakan di Yahudi klasik dan Kristen mula-mula menunjk satu perbuatan nujum (peramal masa depan). Beberapa versi bahasa Inggris awal Alkitab untuk menerjemahkan kata gastromancy dalam Septuaginta di Kisah Para Rasul, yaitu mengenai seorang perempuan yang mempunyai roh yang dapat berbicara mengenai masa depan. [3]

Salah satu gastromancer (pendeta kuil yang memakai ventriloquist) paling sukses adalah Eurykles, seorang pendeta kuil di Athena, dalam bukunya disebut Euryklides yang dihormati oleh para gastromancer. [4] Dalam Abad Pertengahan , ventriloquist itu dianggap sebagai sihir. Namun pada abad ke-19, ventriloquist lebih diteriman sebagai pertunjukan panggung. Dengan bermunculan para ventriloquist dunia, ventriloquist tidak dipakai lagi dalam praktek keagamaan.

Perkembangan di dunia modern

Di masa modern, ventriloquist lebih dikenal seni hiburan panggung di klum malam, pertunjukan sulap,acara TV, dan lain-lain yang berhubungan dengan hiburan. Biasanya pemain duduk di bangku dengan boneka (terbuat dari kayu, kain atau karet) ada di pangkuannya atau ada di atas meja tinggi. Sang ventriloquist melontarkan humor-humor dan ada juga yang bernyanyi. Mereka merupakan aktor tunggal, karena semua suara merupakan suara ventriloquist itu sendiri.

Popularitas ventriloquistme sempat menyusut untuk sementara, termasuk Indonesia. Namun karena kemampuan media elektronik modern untuk menyampaikan ilusi suara, efek khusus, hingga perlombahan bakat, sejumlah ventriloquist modern mulai berkembang.

Perkembangan di Indonesia

Seni ini masuk ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Belanda pada saat penjajahan Belanda. Mereka kemudian mengajarkannya kepada beberapa orang Indonesia. Salah satu diantaranya adalah Almarhum Bapak Marijoen V.M (dengan bonekanya Koko). Bapak Marijoen pada tahun 1980-an menulis sebuah buku yang membahas seni ventriloquisme. Ventriloquist yang terkenal di Indonesia adalah Gatot Sunyoto (dengan Tongki).

Dengan semakin maraknya acara Reality Show pada tahun 2000-an di televisi, maka beberapa ventriloquis, seperti Jerry Gogapasha dan Budi HaHa, menjadi sering mengisi acara-acara di televisi. Antara lain dalam acara Gong Show, Laptop Si Unyil, Master Hipnotis, Idola Cilik, Indonesia Mencari Bakat, Raditya Indonesia's Got Talent, dll. Dengan demikian seni ini dapat lebih dikenal dan digemari oleh masyarakat Indonesia.

Ada satu yang mirip ventriloquist, ia adalah Ria Enes dengan bonekanya Susan (dikatakan mirip karena Ria Enes lebih sering terlihat bergerak bibirnya pada saat Suzan berbicara). Namun Ria mendukung perkembangan ventriloquist Indonesia. Ia juga tergabung dalam beberapa grup ventriloquist dalam jaringan sosial di Internet.

Seni ventriloquisme belum berkembang pesat di Indonesia. Walaupun demikian ada beberapa ventriloquist yang senantiasa berupaya untuk menggunakan kemampuannya ini.

Daftar Ventriloquist Indonesia

Beberapa ventriloquis yang terkenal di kota-kota tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  • Jakarta : Gatot Sunyoto (dengan Tongki), Anne Kartawijaya (dengan Apit) dan Ivonne (dengan Hayhay), Mas Adit.
  • Bandung : Alm. Mr. Robbin (dengan Charlie) dan Budi HaHa (dengan Chocho, Ditto, Si Dola dan Si Ola)
  • Surabaya : Jerry Gogapasha (dengan Pico (Burung Lucu))
  • Yogyakarta : Raditya Adipramono (dengan Joni, Ola, pa Dhe Sukur dan Otan)
  • Tanggerang  : Imin (Fozzy)

Mimik Wajah & Suara

Seorang ventriloquist profesional akan tetap menampilkan mimik wajah yang normal dan kedua bibirnya tampak sedikit terbuka, terkadang senyum. VM. Marijoen.[5] Ventriloquist pemula akan tampak kesulitan saat mengatakan bunyi huruf-huruf mati yang menggunakan bibir, yaitu bunyi huruf: f, v, b, p, dan m. Namun dengan latihan yang tepat, tentu siapapun yang masih mempunyai lidah dan suara tentu dapat menjadi seorang ventriloquist.


Boneka Ventriloquist

Ventriloquists modern memanfaatkan berbagai jenis boneka dalam prtunjukkan mereka, mulai dari kain lembut atau busa, boneka karet fleksibel. Bentuknya bermacam-macam, ada boneka lengkap, setengah badan, boneka binatang hingga bentuk aneh dan lucu lainnya. Boneka ventriloquist klasik yang digunakan oleh ventriloquist bervariasi dalam ukuran mana saja dari dua belas inci ke manusia-ukuran dan yang lebih besar. Secara tradisional, boneka jenis ini telah dibuat dari bubur kertas atau kayu. Namun, di zaman modern, bahan lain yang sering digunakan, termasuk fiberglass -diperkuat resin, karet lateks, dll.


Fobia Boneka Ventriloquist

Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena. Jika dikaitkan dengan ventriloquist berarti orang yang fobia terhadap boneka ventriloquist.[6] Fobia jenisa ini disebut automatonophobia. Ini juga termasuk takut dummies lilin atau makhluk animatronik. Penyebabnya mungkin karena penakut, membaca buku horor yang berkaitan dengan ventriloquist (Goosebumps) atau karena menonton film tentang boneka ventriloquist yang hidup seperti pada film Dead Silence.[7]

Catatan

  1. ^ Oxford Concise Dictionary Inggris. 1984. p. 1192. ISBN 0198611315
  2. ^ http://en.wiki-indonesia.club/wiki/Pythia Python
  3. ^ seperti di Kisah Para Rasul 16:16 King James Version menyebutnya dengan nama "a spirit of divination", atau "roh tenung" dalam Alkitab Terjemahan Baru. LAI
  4. ^ a b Encyclopædia Britannica Eleventh Edition 1911, ventriloquist
  5. ^ Sulap Suara - Ventriloquism. Dahara Prize. Semarang. Hal.27-28. ISBN 979-501-168-5
  6. ^ http://www.lautanindonesia.com/blog/goodsunday/blog/7271/metamorfosis-si-kutu-buku
  7. ^ The Independent (London). 26 November 2005 "Archie Andrews: The rise and fall of a ventriloquist's dummy".

Referensi

  • VM. Marijoen. (1986) Sulap Suara - Ventriloquism. Dahara Prize. Semarang. ISBN 979-501-168-5


Pranala luar