Falconry
Falconry adalah jenis olahraga yang memanfaatkan falcon (jenis elang atau alap-alap) atau hawk (rajawali) dalam suatu aktivitas berburu.[1] Falconry telah dipraktikkan di Timur Tengah sejak abad ke-8 SM. Selanjutnya, tradisi ini pun berkembang di Eropa khususnya dalam kelompok bangsawan di abad pertengahan. Di Asia, falconry berkembang di Mongolia, Korea, Cina dan Jepang. Falconry di Korea dimulai sejak zaman Tiga Kerajaan (57 SM-668) dan selanjutnya diperkenalkan ke Cina dan Jepang.[2] Di Jepang, aktivitas ini dinamakan Takagari. Mulai abad ke-17 olahraga falconry menurun kepopulerannya setelah senapan ditemukan dan lahan-lahan dibuka untuk pertanian. Pada saat ini, kegiatan falconry hanya terbatas pada kelompok-kelompok dan asosiasi hawking. Burung yang digunakan adalah jenis Falcon Peregrine, goshawk, dan sparrow hawk. Burung-burung ini ditangkap di alam bebas atau dipelihara sejak kecil. Pelatihan meliputi penggunaan perlengkapan-perlengkapan falconry seperti leather hood (rufter) dan leg thongs (jesses) untuk menjaga burung tetap berada dalam kendali saat berhadapan dengan lingkungan yang tak dikenal. Burung juga dapat dilepaskan untuk membawa mangsanya sendiri kepada tuannya atau sang pengendali yang mendatangi tempat dan hasil perburuan. Pada tahun 2010, olahraga kuno ini didaftarkan ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia UNESCO oleh banyak negara, antara lain Republik Korea, Uni Emirat Arab, Belgia, Republik Ceko, Perancis, Mongolia, Maroko, Qatar, Arab Saudi, Spanyol dan Syria.[3][4]
Awalnya aktivitas ini dilakukan untuk mencari makanan, namun saat ini telah banyak dilakukan sebagai ajang persahabatan dan kebersamaan.[1] Falconry umumnya dipraktikkan di jalur terbang migrasi burung (flyway) atau pada sebuah lapangan oleh orang dari segala umur, jenis kelamin dan pekerjaan.[1] Tradisi ini mengembangkan hubungan yang kuat dan jalinan spiritual antara falconer (pemiliki burung) dengan burung mereka yang mana membutuhkan komitmen kuat guna mengembangbiakkan, melatih, memegang, dan menerbangkan falcon.[1] Di banyak negara, falconry diwariskan dari generasi ke generasi sebagai tradisi budaya, yang memberikan latihan atau ajaran di dalam keluarga atau sebuah kelompok.[1] Di Mongolia, Maroko, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab contohnya, para falconer mengajak anak-anak mereka ke padang pasir dan mengajarkan mereka menangani burung dan membangun hubungan kepercayaan dengannya.[1] Para pemiliki burung berasal dari latar belakang yang berbeda namun menjalin nilai-nilai kebersamaan, tradisi dan praktik yang sama dalam metode melatih dan merawat burung, menggunakan peralatan yang dibutuhkan, hal ini cukup sama di seluruh dunia.[1] Tradisi ini membentuk dasar dari warisan kebudayaan dunia yang lebih luas, termasuk juga atribut-atribut budaya seperti pakaian tradisional, makanan, musik, lagu, puisi dan tarian yang didukung oleh komunitas dan kelompok yang mempraktikkannya.[1]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d e f g h (Inggris)Falconry, a living human heritage, unesco.org. Diakses pada 14 Desember 2010.
- ^ (Inggris)Lee Jin-soo (1990). "Yesterday's Korea Called Them "Flowers Of Youth" : In Korea Sports Are As Old As Humanity" (PDF). Koreana. 4: 7–16. Diakses tanggal 21 Juli 2010.
- ^ (Inggris)Falconry, a living human heritage, unesco.org. Diakses pada 14 Desember 2010.
- ^ (Inggris)Tiga Aset Budaya Non-bendawi Korea Terdaftar Dalam Warisan Dunia UNESCO, kbs.co.kr. Diakses pada 14 Desember 2010.