Kota Surakarta

kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia
Kota Surakarta
Jawa > Jawa Tengah
Lambang Surakarta.
Lambang Kota Surakarta
Lambang Surakarta.
Lambang Kasunanan Surakarta
Lambang Surakarta.
Lambang Praja Mangkunagaran
Lokasi Surakarta di pulau Jawa.
Motto: Mulat sarira angrasa wani1
"Introspeksi diri, merasa berani."
1Motto kerajaan Mangkunegaran
Provinsi Jawa Tengah
Luas wilayah 44,03 km²
Penduduk 572.345 (2004)
 - Kepadatan 12.998,97/km²
Suku bangsa Jawa, Tionghoa, Arab
Bahasa Jawa, Indonesia
Agama Kejawen, Islam,Katholik Roma, Kristen Protestan, Hindu, Buddha
Kecamatan 5
 - Kelurahan 51
Walikota Ir. Joko Widodo
Wakil Walikota F.X. Hadi Rudyatmo
Kode telepon 0271

Situs web resmi: www.surakarta.go.id

Surakarta (juga disebut Solo atau Sala) adalah nama sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Surakarta berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur, Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan, dan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah barat. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang termahsyur, Bengawan Solo, yang menjadi inspirasi bagi terciptanya lagu dengan judul yang sama oleh Gesang. Saat ini Surakarta dipimpin oleh Ir. Joko Widodo ("Jokowi") sebagai walikota dan F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil walikota.

Berdirinya Surakarta tidak terlepas dari sejarah Mataram, karena pernah menjadi pusat pemerintahan. Setelah pembagian Mataram, Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dan selanjutnya juga Mangkunegaran. Bagian Mataram yang lain berpusat di kota Yogyakarta. Latar belakang ini menjelaskan 'persaingan' yang sering muncul dalam pengembangan kebudayaan Jawa di wilayah ini, seperti tampak pada ungkapan "tari Jawa 'gaya Solo' dan 'gaya Yogya'."


Sekilas mengenai Surakarta

Pada tahun 1948, pernah ada "Daerah Istimewa Surakarta" dimana Sri Sunan Pakubuwono XII dan Sri Mangkunegoro VIII masing-masing menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur (bersamaan dengan berdirinya propinsi DI Yogyakarta), Tetapi setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda provinsi ini dihapuskan, karena banyaknya huru-hara.Templat:Cit Huru-hara ini dipicu oleh anggota-anggota Partai Komunis Indonesia yang menentang monarki dan feodalisme (di antaranya yang terkenal dengan pemberontakan Tan Malaka). Setelah itu dibentuk Karesidenan Surakarta dan terdiri dari daerah-daerah berikut:

Meskipun Karesidenan Surakarta sudah tidak ada lagi, warga dari daerah ini masih dengan bangga menyebut dirinya orang 'Solo' (bentuk alternatif dari Surakarta) meskipun tidak berasal dari kota Surakarta sendiri. Hal ini dilakukan sebagai identifikasi untuk membedakan diri mereka dari orang 'Semarang' dan 'Yogya'.

Terutama setelah runtuhnya Orde Baru dan terbentuknya provinsi Banten serta dicanangkannya Otonomi Daerah, banyak terdengar suara-suara yang sebenarnya masih berbentuk wacana saja untuk pembentukan kembali "Provinsi Surakarta". Apakah ini harus berbentuk provinsi 'biasa' atau Daerah Istimewa seperti di Yogyakarta dengan seorang Raja sebagai gubernur, tidaklah jelas.

Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Surakarta berstatus sebagai kota besar dan menjadi salah satu kota terpenting di Indonesia dikarenakan masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya. Penduduk Surakarta juga mengadopsi kehidupan modern, seperti banyaknya hotel berbintang, kafe, pub, bar, diskotik, terutama anak mudanya, seiring perkembangan jaman.

Di Indonesia, Surakarta merupakan kota berperingkat kesepuluh kota terbesar (setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Yogyakarta).

Makanan di Surakarta terkenal sangat nikmat dan harganya murah, di antaranya nasi liwet, sate Buntel, bakso Solo, Timlo, dan soto sapi serta serabi Solo.

Sejarah

 
Surat Perjanjian Giyanti dari tahun 1755 yang sekarang disimpan di Arsip Nasional RI.

Kota Surakarta awalnya 'didirikan' pada tahun 1745, dimulai dengan pembangunan Keraton Kasunanan sebagai ganti ibu kota Kerajaan Mataram di Kartasura yang hancur.

Pada 1742, orang-orang Tionghoa memberontak melawan kekuasaan Paku Buwono II yang bertakhta di Kartasura. Begitu hebatnya pemberontakan ini, Keraton Kartasura sampai hancur dan PB II menyingkir ke Ponorogo, Jawa Timur.

Berkat bantuan VOC, pemberontakan dapat ditumpas dan Kartasura direbut kembali, tapi sudah hancur. Lantas dibangunlah keraton baru di Surakarta, 20 km ke arah selatan-timur dari Kartasura, pada 1745. Lahirlah Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755), yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dengan rajanya PB II, dan Kasultanan Yogyakarta dengan rajanya Hamengku Buwono (HB) I.

Keraton dan kota Yogyakarta kemudian mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun.

Perjuangan Kemerdekaan

Begitu mendengar pengumuman tentang kemerdekaan RI, raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan mengirim kabar dukungan ke Presiden RI Soekarno dan menyatakan bahwa wilayah Mangkunegara dan Susuhunan adalah bagian dari RI.

Sebagai balasan atas pengakuan ini, Presiden RI Soekarno menetapkan pembentukan propinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS).

Oktober 1945, terbentuk gerakan Swapraja/anti monarki/anti Feodal di Surakarta, yang salah satu pimpinannya adalah Tan Malaka, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah pembubaran DIS, dan penghapusan Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagi dalam rangka kegiatan Landreform oleh gerakan komunis.

17 Oktober 1945, Wisir (penasihat raja) Susuhunan, KRMH Sosrodiningrat diculik dan dibunuh oleh gerakan Swapraja. Hal ini diikuti oleh pencopotan bupati-bupati di wilayah Surakarta yang merupakan kerabat Mangkunegara dan Susuhunan. Bulan Maret 1946, Wisir yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh gerakan Swapraja. April 1946, 9 pejabat Kepatihan juga mengalami hal yang sama.

Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka tanggal 16 Juni 1946, pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan politik Mangkunegara dan Susuhunan. Sejak saat itu Mangkunegara dan Susuhunan berubah menjadi suatu keluarga/trah biasa dan keraton/istana berubah fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya Jawa.

Tanggal 16 Juni diperingati setiap tahun sebagai hari kelahiran kabupaten Surakarta dan kota Surakarta.

Tanggal 26 Juni 1946, PM Syahrir diculik di Surakarta oleh sebuah kelompok pemberontak yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Partai Komunis Indonesia. PM Syahrir di tahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.

Presiden Soekarno sangat marah atas aksi pemberontakan ini dan memerintahkan Polisi Surakarta menangkap para pimpinan pemberontak. Tanggal 1 Juli 1946, ke 14 pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan.

Tanggal 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan pemberontak.

Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan memerintahkan Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak. Lt. Kol.. Soeharto menolak perintah ini karena dia tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap para pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala ("Koppig").

Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI Soeharto dan menerbitkan catatan tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya "Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya".

Lt. Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan menawarkan perlindungan pada Mayjen Soedarsono dan ke 14 orang pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Lt. Kol. Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak untuk menghadap Presiden RI di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden dan memberitahukan rencana kedatangan Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak.

Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak berhasil dilucuti senjatanya dan ditangkap di dekat Istana Presiden di Jogyakarta oleh pasukan pengawal presiden. Peristiwa ini lalu dikenal sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.

PM Syahrir berhasil dibebaskan dan Mayjen Soedarsono serta pimpinan pemberontak dihukum penjara. Beberapa bulan kemudian Mayjen Soedarsono dan para pemberontak diampuni oleh Presiden Soekarno dan dibebaskan dari penjara.

Dari tahun 1945 sampai 1948, Belanda berhasil menguasai kembali sebagian besar wilayah Jawa, kecuali Yogyakarta, Surakarta dan daerah-daerah sekitarnya.

Pada Desember 1948, Belanda menyerbu wilayah RI yang tersisa, mendudukinya dan menyatakan RI sudah hancur dan tidak ada lagi. Jendral Soedirman menolak menyerah dan mulai bergerilya di hutan-hutan dan desa-desa di sekitar kota Jogyakarta dan Surakarta.

Untuk membantah klaim Belanda, maka Jendral Soedirman merencanakan "Serangan Oemoem" yaitu serangan besar-besaran yang bertujuan menduduki kota Jogyakarta dan Surakarta selama beberapa jam. Serangan Oemoem di Jogyakarta dipimpin oleh Lt. Kol. Soeharto. Serangan Oemoem di Surakarta tanggal 7 Agustus 1949 dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi.

Untuk memperingati Serangan Oemoem ini maka jalan utama di kota Surakarta dinamakan "Jalan Brigadir Jendral Slamet Riyadi".

Kependudukan

Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2003 adalah 552.542 jiwa terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan. Perbandingan kelaminnya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Jumlah penduduk tahun 2003 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil sensus tahun 2000 yang sebesar 488.834 jiwa, berarti dalam 3 tahun mengalami kenaikan sebanyak 83.708 jiwa.

Jika menghitung luas wilayah Surakarta secara keseluruhan (Soloraya - Surakarta + Kartasura, Colomadu, Baki, Grogol, Palur), maka luasnya adalah 130 km2. Penduduknya berjumlah 850.000 jiwa

Pembagian Administratif

Surakarta dibagi menjadi lima kecamatan. Setiap kecamatan dibagi menjadi kelurahan, lalu setiap kelurahan dibagi menjadi kampung-kampung yang kurang lebih setara dengan Rukun Warga.

Daftar kecamatan di Surakarta:

Transportasi

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini.

Angkutan darat

Terminal bus besar kota ini bernama Tirtonadi yang beroperasi 24 jam karena merupakan jalur antara yang menghubungkan angkutan bus dari Jawa Timur (terutama Surabaya dan Banyuwangi) dan Jawa Barat (Bandung).

Setasiun kereta api utama bernama Setasiun Solo Balapan dan terletak berdekatan dengan terminal bus Tirtonadi, suatu hal yang jarang dijumpai di Indonesia. Hubungan perjalanan dari setasiun ini cukup baik, mencakup semua kota besar di Jawa secara langsung dan hampir dalam semua kelas. Hubungan dengan Yogyakarta bahkan berlangsung dalam frekuensi cukup tinggi (saat ini 7 kali per hari nonstop). Surakarta juga memiliki tiga setasiun kereta api lain yang lebih kecil, yang salah satunya (Setasiun Solo Kota) dihubungkan dengan rel yang berada tepat sejajar di tepi jalan, satu-satunya yang masih difungsikan di Indonesia.

Angkutan udara

Surakarta memiliki bandar udara internasional Adisumarmo (dulu bernama "Panasan", sebenarnya terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali) yang terhubung ke Jakarta, Kuala Lumpur, dan Singapura. Waktu tempuh perjalanan udara dengan Jakarta berlangsung kurang lebih 50 menit. Bandar udara ini juga menjadi pusat pemberangkatan dan penerimaan haji Indonesia. Tahun 2006 ini Bandara Adisumarmo juga ditetapkan oleh Departemen Perhubungan sebagai salah satu dari 3 bandara embarakasi TKI di Pulau Jawa (selain Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Juanda).


Angkutan kota

Angkutan publik dalam kota mencakup taksi, bus, angkot, becak dan andong. Angkutan ini menghubungkan bagian-bagian kota Sala dan juga kota-kota kecil di sekitarnya.

Arsitektur dan peninggalan sejarah

Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.

Laweyan

Di kawasan Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan, dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada tahun 1912. Bekas kejayaan para pedagang batik pribumi tempo doeloe ini bisa dilihat dari peninggalan rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik.

Kawasan Laweyan dilewati Jalan Dr Rajiman (yang berada di poros Keraton Kasunanan Surakarta-bekas Keraton Mataram di Kartasura). Dari jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat tembok tinggi yang menutupi rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari kayu yang disebut regol.

Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang kusam. Tapi begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah, bangunan sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di belakangnya, serta halaman depan yang luas.

Dengan bentuk arsitektur, kemewahan material, dan keindahan ornamennya, seolah para raja batik zaman dulu mau menunjukkan kemampuannya untuk membangun istananya, meski dalam skala yang mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar bekas saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang sekarang dibeli oleh Nina 'Akbar Tanjung', dirawat dan dijadikan homestay Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.

Tentu saja tak semuanya bisa membangun "istana" yang luas, karena di kanan-kirinya adalah lahan tetangga yang juga membangun "istana"-nya sendiri-sendiri. Alhasil, kawasan ini dipenuhi dengan berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh tembok tinggi dan gang-gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung menjadi sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati orang atau sepeda motor.

Tapi di sinilah uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-rumah kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo doeloe.

Pola lorong-lorong sempit yang diapit tembok rumah gedongan yang tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman, Kemlayan, dan Pasar Kliwon (di Yogyakarta, bisa ditemukan di Kotagede).

Kauman

Perkampungan ini dipenuhi beragam arsitektur rumah gedongan. Awalnya, Kampung Kauman yang berada di sisi barat depan Keraton Kasunanan ini diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya. Letaknya berdampingan dengan Masjid Agung keraton, di sisi barat alun-alun utara. Tapi pada perkembangannya Kauman mirip dengan kawasan Laweyan.

Banyak tumbuh produsen dan pedagang batik yang sukses, dan mereka berlomba membangun rumah mewah di perkampungan yang padat itu. Akibatnya, Kauman menjadi penuh dengan berbagai rumah gedongan yang berdesakkan, dan menyisakan gang yang sangat sempit bagi pejalan kaki.

Jika Kauman terletak di sisi barat depan alun-alun utara, di sisi timurnya terletak perkampungan Pasar Kliwon, kawasan permukiman warga keturunan Arab. Di Surakarta, warga keturunan Arab biasa dipanggil Encik. Banyak warga Arab yang sukses berdagang batik, sehingga kawasan ini juga dipenuhi dengan rumah gedongan.

Agak ke utara, di sekitar Pasar Gede Harjonagoro (salah satu warisan monumental Pakubuwana X, dirancang oleh arsitek Thomas Karsten, 1930) terletak kawasan perdagangan Balong. Kawasan ini merupakan konsentrasi permukiman warga Tionghoa yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Sebagai Pecinan, kawasan ini memiliki banyak bangunan dengan arsitektur Tionghoa.

Laweyan, Kauman, Balong, atau Pasar Kliwon bukanlah sekadar kawasan dengan sekumpulan gedung tua, tapi jejak sejarah perkembangan tata kota Surakarta, dengan warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya. Di situ bisa kita temui berbagai gedung dengan corak arsitektur Jawa, Eropa, Indis, Art Deco, Tionghoa, hingga Timur Tengah.

Hal-hal lainnya yang menarik untuk dilakukan dan dilihat

Lihat pula: Tempat-tempat wisata di Surakarta.

Semenjak Laweyan dicanangkan sebagai kampung wisata batik, banyak rumah yang membuka diri memajang dan menjual batik untuk pengunjung. Di sekitar kawasan tersebut, terdapat rumah-rumah bekas saudagar batik yang kini difungsikan sebagai hotel atau losmen dengan tetap mempertahankan arsitekturnya aslinya.

Tokoh-tokoh dari Surakarta dan sekitarnya

Pahlawan

Berkas:Siti hartinah.jpg
Ibu Tien Soeharto

Artis

  • Armed KDI
  • Diah Permatasari
  • Didi Kempot
  • Eko Supriyanto (eks penari latar Madonna)
  • Gesang
  • Indra Bawono[1]
  • Fendi Liem, pemenang The Apprentice Indonesia
  • Indri "Penghuni Terakhir"
  • Vina "VJ MTV" (pemenang VJ Hunt MTV th 2006).

Grup musik humor Teamlo.

  • Jujuk Srimulat
  • Mamik Srimulat
  • Murti Sari Dewi (pemeran Lasmini dalam Film Saur Sepuh)
  • Nunung Srimulat
  • Iga Mawarni
  • Inung Risma Dara (pemeran lasmini dalam Sinetron Saur Sepuh)
  • Okky Dyah Sawitri
  • Paundra Karna Sujiwo Negoro
  • Purwani Atun
  • Setiawan Djodi
  • Tia AFI
  • Waljinah
  • Yati Pesek (Prambanan)
  • Sulis
  • Mbah Prapto
Daftar berikutnya berisi tokoh-tokoh yang mungkin bukan berasal dari Surakarta namun mempunyai tempat tinggal di daerah ini.

Ilmuwan, budayawan, seniman dan sastrawan

Politisi