Soekmono

Revisi sejak 25 Januari 2011 21.46 oleh TjBot (bicara | kontrib) (bot kosmetik perubahan)

Drs. R. Soekmono (14 Juli 1922 – 9 Juli 1997)[1] adalah salah satu arkeolog dari Indonesia dan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.[2]

Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soekmono termasuk dalam arkeolog pertama bangsa Indonesia yang berhasil menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1953 dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pak Soek, biasa dipanggil oleh rekan, bawahan, dan mahasiswanya. Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soejono, Boechari, Uka Tjandrasasmita, Basoeki dan arkeolog Belanda pada tahun 1954 melakukan ekspedisi ke Sumatera. Dari ekspedisinya itu, beliau berpendapat bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatera bagian timur terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya.

Soekmono merupakan orang Indonesia pertama yang lulus sebagai doktorandus dalam bidang studi arkeologi. Setelah lulus tahun 1953, pada tahun itu juga beliau diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia, suatu kedudukan yang sebelum itu dijabat oleh orang-orang Belanda. Jabatan ini terus dipangkunya hingga tahun 1973. Pada tahun 1970 beliau dipercaya pemerintah untuk memimpin Proyek Pemugaran Candi Borobudur, sebuah proyek besar yang didanai oleh pemerintah RI dan UNESCO.

Ditengah-tengah kesibukannya memimpin suatu proyek besar, pada tahun 1974 beliau sempat menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Candi, Fungsi dan Pengertiannya" di Universitas Indonesia. Pada bidang studi inilah keahlian dan pengalaman beliau dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di Indonesia. Pengalamannya pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuan beliau mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya.

Kesibukannya sebagai “praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis. Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada tahun 1978 beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1986-1987 sebagai Guru Besar tamu di Rijksuniversiteit te Leiden, Belanda.

Hasil karya

  • New light on some Borobudur problems, (1969)
  • Ancient Indonesian art of the central and eastern Javanese periods, (1971)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 1, (1973)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 2, (1973)
  • Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia, Volume 3, (1973)
  • Chandi Borobudur: a monument of mankind, (1976)
  • Chandi Gumpung of Muara Jambi: a platform in stead [sic] of a conventional chandi, (1987)
  • Rekonstruksi sejarah Malayu kuno sesuai tuntutan arkeologi, (1992)
  • The Javanese Candi: function and meaning, (1995)

Rujukan

  1. ^ Swantoro, P. (2002). Dari buku ke buku, sambung menyambung menjadi satu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 979-9023-68-8. 
  2. ^ UNESCO (2005). The restoration of Borobudur. UNESCO. ISBN 92-3-103940-7. 

Tautan luar