Silsilah raja-raja Sunda
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Urut-Urutan Kerajaan di Pasundaan:
SALAKANAGARA (Ibukota di Teluk Lada Pandeglang (RAJATAPURA))
TARUMANAGARA (Ibukota di Bekasi(TARUMANGARA) & Bogor(SUNDAPURA))
SUNDA GALUH (Ibukota di Bogor (PAKUAN) & Kuningan (SAUNGGALUH))
PADJAJARAN (Ibukota di Bogor (PAKUAN))
TARUMANAGARA
- Jayasingawarman (358 - 382) Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari SALANKAYANA di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. RAJATAPURA atau SALAKANAGARA (kota Perak), yang disebut ARGYRE oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).# Dharmayawarman (382 - 395 M)Dipusarakan di tepi kali Candrabaga.# Purnawarman (395 - 434 M).Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama SUNDA mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya.
Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.# Wisnuwarman (434-515)# Indrawarman (455-515) # Candrawarman (515-535 M)# Suryawarman (535 - 561 M)Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan putera Manikmaya, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.# Kertawarman (561-628)# Sudhawarman (628-639)# Hariwangsawarman (639-640)# Linggawarman (666-669)Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Dalam tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.
- TARUSBAWA (669 – 723 M)Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman jaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa.Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA) berjodoh dengan Sanaha puteri Maharani Sima dari Kerajaan KALINGGA, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas.
KERAJAAN SUNDA dan GALUH
1)TARUSBAWA (670 – 723 M)
Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan. Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cakalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M.
Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.
Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.
2)SANJAYA / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama (723 – 732M)
Cicit Wretikandayun, ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya.
Ibu dari Sanjaya adalah SANAHA, cucu Maharani SIMA dari KALINGGA, di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa.
Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena di tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa.
Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara / Kerajaan Sunda.
Dikemudian hari, Sanjaya (yang notabene merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah), menyerang Galuh, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh.
Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M. Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga / Mataram / Medang. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, Tamperan atau Rakeyan Panaraban.
3)TAMPERAN / Rakeyan Panaraban (732 - 739 M)
Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Mataram (Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi SAMBARA.
Di bawah ini adalah urutan Raja-raja Sunda sampai Sri Jaya Bupati yang berjumlah 20 orang. Kecuali Tarusbawa (no. 1), Banga (no. 4) - Darmeswara (no. 7) yang hanya berkuasa di kawasan sebelat barat Citarum, raja-raja yang lainnya berkuasa di Sunda dan Galuh.
1. Maharaja Tarusbawa (669 - 723 M)
2. Sanjaya Harisdarma, cucu-menantu no. 1,(723-732 M).
3. Tamperan Barmawijaya (732-739 M).
4. Rakeyan Banga (739-766 M).
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M).
6. Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795 M).
7. Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6, (795-819 M).
8. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891 M).
9. Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 - 895 M).
10.Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).
11.Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M).
12.Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu no. 11, (916-942 M).
13.Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M).
14.Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).
15.Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).
16.Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989 M).
17.Prabu Brajawisesa (989-1012 M).
18.Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).
19.Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M), berkedudukan di Galuh
20.Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚ - 1042 M ), berkedudukan di Pakuan
Pada masa itu Sriwijaya / orang Melayu menjadi momok yang menakutkan. Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari konflik dengan Sriwijaya, melakukan hubungan pernikahan antara raja ke 19, Prabu Sanghyang Ageng (Ayah dari Sri Jayabupati) dengan putri Sriwijaya.
Jadi ibu Sri Jayabupati adalah seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat dekat Raja WURAWURI. Permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri Dharmawangsa (adik Dewi LAKSMI isteri AIRLANGGA). Karena pernikahan tersebut Jayabupati mendapat anugerah gelar dari mertuanya (DHARMAWANGSA). Gelar itulah yang dicantumkannya dalam Prasasti Cibadak.
Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan menantu Darmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin menjadi-jadi antara Sriwijaya dengan mertuanya (Dharmawangsa).
Pada puncak krisis ia hanya menjadi 'penonton' dan terpaksa tinggal diam dalam kekecewaan karena harus 'menyaksikan' Darmawangsa diserang dan dibinasakan oleh raja Wurawuri atas dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan tetapi ia dan ayahnya 'diancam' agar bersikap netral dalam hal ini.
Serangan Wurawuri yang dalam prasasti Calcuta disebut Pralaya itu terjadi tahun 1019 M. Sriwijaya sendiri musnah di tahun 1025 karena serangan Kerajaan Chola dari India.
Tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, bekas taklukan Sriwijaya, menaklukan Sriwijaya. Dua abad kemudian, kedua kerajaan tersebut menjadi taklukan kerajaan Singhasari di era Raja Kertanegara, dengan mengirimkan Senopati Mahisa / Kebo / Lembu ANABRANG, dalam ekspedisi PAMALAYU 1 dan 2, dengan pertimbangan untuk mengamankan jalur pelayaran di selat Malaka yang sangat rawan Bajak Laut setelah runtuhnya Sriwijaya di tahun 1025.
Mahisa Anabrang yang menikah dengan DARA JINGGA (anak dari Raja Kerajaan Melayu Jambi, MAULIWARMADHEWA), adalah ayah dari ADITYAWARMAN, pendiri kerajaan PAGARUYUNG. Dara Jingga dikenal juga sebagai BUNDO KANDUANG dalam hikayat kerajaan Minangkabau atau Pagaruyung. Mungkin istilah MINANG-KABAU berasal dari adanya KEBO (KEBO / Mahisa / Lembu ANABRANG) yang me-MINANG putri Raja Kerajaan DHARMASRAYA / Kerajaan Melayu Jambi.
21) Raja Sunda ke 21 berkedudukan di Galuh lagi.
22 dan 23) Dua raja berikutnya (Raja Sunda ke-22 dan ke-23) memerintah di Pakuan.
24) Raja Sunda ke-24 memerintah di Galuh
25) PRABU GURU DHARMASIKSA mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan.
26) RAKEYAN JAYADARMA, berkedudukan di Pakuan.
Menurut PUSTAKA RAJYARAJYA i BHUMI NUSANTARA parwa II sarga 3: RAKEYAN JAYADARMA adalah menantu MAHISA CAMPAKA di Jawa Timur karena ia berjodoh dengan DYAH SINGAMURTI alias DYAH LEMBU TAL.
Mahisa Campaka adalah anak dari MAHISA WONGATELENG, yang merupakan anak dari KEN ANGROK dan KEN DEDES dari kerajaan SINGHASARI.
Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal berputera SANG NARARYA SANGGRAMAWIJAYA atau lebih dikenal dengan nama RADEN WIJAYA (lahir di PAKUAN). Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke 4 dari Ken Angrok dan Ken Dedes.
Karena Jayadarma wafat dalam usia muda, Lembu Tal tidak bersedia tinggal lebih lama di Pakuan. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam BABAD TANAH JAWI, Wijaya disebut pula JAKA SUSURUH dari PAJAJARAN yang kemudian menjadi Raja MAJAPAHIT yang pertama. Kematian Jayadarma mengosongkan kedudukan putera mahkota karena Wijaya berada di Jawa Timur.
Jadi, sebenarnya, RADEN WIJAYA, Raja MAJAPAHIT pertama, adalah penerus sah dari tahta Kerajaan Sunda yang ke-27.
27) PRABU RAGASUCI (1297 – 1303M), berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman, Ciamis.
Ragasuci sebenarnya bukan putera mahkota karena kedudukanya itu dijabat kakaknya RAKEYAN JAYADARMA.
Permaisuri Ragasuci adalah DARA PUSPA (Puteri Kerajaan Melayu) adik DARA KENCANA isteri KERTANEGARA, dari kerajaan SINGHASARI di Jawa Timur.
28) PRABU CITRAGANDA (1303 – 1311 M), di Pakuan dan ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.
Jadi ada 2 penerus sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Yaitu:
1) Raja ke 2 Kerajaan Sunda (723 – 732M), SANJAYA / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama
Menjadi raja di Kerajaan MATARAM Hindu (732 - 760M). Ia adalah pendiri kerajaan MATARAM Hindu, dan sekaligus pendiri WANGSA SANJAYA.
2) RADEN WIJAYA, penerus sah Kerajaan Sunda ke – 27, yang lahir di Pakuan.
Menjadi Raja MAJAPAHIT pertama (1293 – 1309 M).
29) PRABU LINGGA DEWATA (1311 – 1333), berkedudukan di Kawali.
30) PRABU AJIGUNA WISESA (1333 - 1340), menantu Prabu Lingga Dewata, berkedudukan di Kawali.
Sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap berada di sana. Bisa disebut bahwa tahun 1333 - 1482 adalah JAMAN KAWALI dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal 5 orang raja.
Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam dua buah prasasti batu peninggalan PRABU RAJA WASTU yang tersimpan di "ASTANA GEDE" Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan "mangadeg di kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan keratonnya disebut SURAWISESA yang dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton yang memberikan ketenangan hidup).
31) PRABU MAHARAJA LINGGA BUANA (1340 – 1357)
32) MANGKUBUMI SURADIPATI atau PRABU BUNISORA
Adik Prabu Lingga Buana. Ada yang menyebut PRABU KUDA LALEAN. Dalam BABAD PANJALU disebut PRABU BOROSNGORA. Selain itu ia pun dijuluki BATARA GURU di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).
33) Prabu Raja Wastu atau NISKALA WASTU KANCANA (1371-1475)
Wastu Kancana, anak Prabu Lingga Buana, dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun.
Permaisurinya yang pertama adalah LARA SARKATI puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir SANG HALIWUNGAN (setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar PRABU SUSUKTUNGGAL).
Permaisuri yang kedua adalah MAYANGSARI puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinan ini lahir NINGRAT KANCANA (setelah menjadi penguasa Galuh bergelar PRABU DEWA NISKALA).
Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat.
Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana. [JAYADEWATA, putera Dewa Niskala]
Mula-mula memperistri AMBETKASIH (puteri KI GEDENG SINDANGKASIH).
Kemudian memperistri SUBANGLARANG (puteri KI GEDENG TAPA yang menjadi Raja Singapura). Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok QURO di PURA, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid SYEKH HASANUDIN yang menganut MAHZAB HANAFI. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama 2 tahun. Ia adalah nenek SYARIF HIDAYATULLAH
Kemudian memperistri KENTRING MANIK MAYANG SUNDA puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan]
Di tahun 1482, Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata).
Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. JAYADEWATA memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan.
Jaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Ratu Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang memerintah selama 39 thaun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya.
Raja- Raja di Jaman Pajajaran:
Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
Surawisesa (1521 – 1535)
Ratu Dewata (1535 – 1543)
Ratu Sakti (1543 – 1551)
Raga Mulya (1567 – 1579)
Berakhirnya jaman Pajajaran (1482 - 1579), ditandai dengan diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA (Tempat duduk tempat penobatan tahta) dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan MAULANA YUSUF. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian.
Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.
Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Pajajaran yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Karena mengkilap, orang Banten menyebutnya WATU GIGILANG. Kata Gigilang berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Bahasa Sunda digunakan oleh lebih kurang 27 juta orang dan merupakan bahasa kedua paling banyak digunakan di Indonesia selepas Bahasa Jawa. Bahasa ini ditutur oleh mereka di bahagian selatan Provinsi Banten dan di kebanyakkan tempat di Jawa Barat.
Ada terdapat beberapa dialek dalam bahasa Sunda, dari dialek Sunda-Banten ke dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mencampurkan banyak elemen dari bahasa Jawa.
Beberapa dialek yang jelas kedengaran adalah:Banten, Bogor, Priangan, dan Cirebon.
Disebabkan pengaruh budaya Jawa semasa pemerintahan Kesultanan Mataram, bahasa Sunda, terutama sekali di kawasan Parahyangan, memiliki beberapa lapisan bermula dengan bahasa paling rasmi, atau versi "halus", hingga ke cara penuturun harian yang dipanggil versi "loma" atau "lancaran".
Namun di kawasan-kawasan pergunungan dan di Banten, versi "loma" paling banyak digunakan tetapi cara pertuturun "loma" ini dianggap kasar oleh mereka yang berasal dari Bandung