Herpes zoster (nama lain: shingles atau cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster.[1] Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicella-zoster akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih ganglia (pusat saraf) posterior.[2] Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster.[2] Di kulit, virus akan memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.[2] Herper zoster cenderung menyerang orang lanjut usia dan penderita penyakit imunosupresif (sistem imun lemah) seperti penderita AIDS, leukemia, lupus, dan limfoma.[1]

Herpes zoster
Gejala herpes zoster pada leher dan bahu
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular, Dermatologi, neurologi Sunting ini di Wikidata

Epidemologi

Herpes zoster ditularkan antarmanusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan. Selain itu, hal ini juga terkait dengan penurunan jumlah sel yang terkait dalam imunitas melawan virus varicella-zoster pada usia tertentu. Penderita imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS yang mengalami penurunan CD4 sel-T, akan berpeluang lebih besar menderita herpes zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik.[3]

Gejala

Perkembangan ruam herpes zoster
Hari 1 Hari 2 Hari 5 Hari 6
       

Pada awal terinfeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu. Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister) kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum tulang belakang dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil tersebut menyerupai sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di seluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat, namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat. Bintil atau lepuh akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan terjadi dalam selama 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi hanya ada rasa sakit.[4]

Teks tebal== Deteksi == Untuk mendeteksi penyakit herpes zoster, dapat dilakukan beberapa macam tes, yaitu;

  • Kultur virus (asd)

Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.

  • Deteksi antigen

Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.

  • Uji serologi

Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.

  • PCR

PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospina.[5]

Pengobatan

Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut, dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes. Penggunaan agen antiviral dalam kurun waktu 72 jam setelah terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit akibat ruam tersebut. Apabila ruam telah pecah, maka penggunaan antiviral tidak efektif lagi. Contoh beberapa antiviral yang biasa digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir.[6]

Untuk meringankan rasa sakit akibat herpes zoster, sering digunakan kortikosteroid oral (contoh prednisone). Sedangkan untuk mengatasi neuralgia pascaherpes digunakan analgesik (Topical agents), antidepresan trisiklik, dan antikonvulsan (antikejang). Contoh analgesik yang sering digunakan adalah krim (lotion) yang mengandung senyawa calamine, kapsaisin, dan xylocaine. Antidepresan trisiklik dapat aktif mengurangi sakit akibat neuralgia pascaherpes karena menghambat penyerapan kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin. Contoh antidepresan trisiklik yang digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah Amitriptyline, Nortriptyline, Nortriptyline, dan Nortriptyline. Untuk mengontrol sakit neuropatik, digunakan antikonvulsan seperti Phenytoin, carbamazepine, dan gabapentin.[6]

Pencegahan

Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian vaksinasi.[7] Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit sitotoksik terhadap virus tersebut pada pasien seropositif usia lanjut.[7] Vaksin herpes zoster dapat berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular virus tersebut yang berperan sebagai antigen.[5] Penggunaan virus yang telah dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko terkena penyakit tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita imunokompeten, serta imunosupresi.[8][5]

Referensi

  1. ^ a b (Inggris)Thomas T. Yoshikawa, Joseph G. Ouslander (2006). Infection management for geriatrics in long-term care facilities. Informa Healthcare. ISBN 978-0-8493-9893-3. Page.278-279
  2. ^ a b c (Inggris)Suzanne C Smeltzer, Brenda G Bare, Janice L Hinkle, Kerry H Cheever (2009). Brunner and Suddarth's textbook of medical-surgical nursing. Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-0-7817-8589-1. Page.1689
  3. ^ Bethany A. Weaver, DO, MPH (2009). "Herpes Zoster Overview: Natural History and Incidence". J Am Osteopath Assoc. 109 (6): S2–S6. 
  4. ^ Shingles (Herpes Zoster), Melissa Conrad Stöppler, MD.
  5. ^ a b c Observer extra: Herpes zoster, An internist’s guide to preventing, diagnosing and treating herpes zoster. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "lima" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  6. ^ a b Management of Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic Neuralgia, SETH JOHN STANKUS, MICHAEL DLUGOPOLSKI, DEBORAH PACKER.
  7. ^ a b JOHNW. GNANN JR, RICHARD J. WHITLEY (2002). "CLINICAL PRACTICE: HERPES ZOSTER". The New England Journal of Medicine. 345 (5): 340-346. 
  8. ^ Michael S. Simberkoff, Robert D. Arbeit, Gary R. Johnson, Michael N. Oxman, Kathy D. Boardman, Heather M. Williams, Myron J. Levin, Kenneth E. Schmader, Lawrence D. Gelb, Susan Keay, Kathleen Neuzil, Richard N. Greenberg, Marie R. Griffin, Larry E. Davis, Vicki A. Morrison, Paula W. (2010). "Safety of Herpes Zoster Vaccine in the Shingles Prevention Study (A Randomized Trial)". Ann Intern Med. 152: 545–554.