Kristologi

Pokok Dogma Kritologi dalam ilmu teologi

Kristologi adalah cabang ilmu teologi yang membicarakan tentang posisi Yesus Kristus di dalam agama Kristen.[2] Kristologi adalah doktrin yang membicarakan penyataaan Allah dalam diri Kristus.[3]

Stained glass window of Saint Peter proclaiming Jesus, in [[]] Luke:9:20-KJV: "But who do you say that I am?" Peter answered: "The Christ of God".[1]

Kristologi berkembang dari masa ke masa, dan tidak pernah mengalami tahap selesai, karena selalu dihubungkan dengan konteks umat Kristiani oleh para pemikirnya.[3][4] Tema-tema seperti Feminisme, Pembebasan adalah tema-tema yang saat ini sedang populer pada zaman modern, hal ini terkait dengan banyaknya penindasan oleh perang, perkembangan isu "ekslusivisme", kesenjangan sosial di masyarakat, dan sistem negara yang terkadang tidak adil pada seluruh ciptaan.[5] Tema tentang ekologi (alam) juga berkembang seiring isu pemanasan global, [6][7] Kristologi yang berfokus pada ciptaan ini disebut Kristologi Kosmik.[7] Jadi Makna Yesus sebagai Mesias mampu hadir di setiap zaman.[5][6][7] Perjumpaan dengan Kristus selalu dialami dan terjadi dalam konteks tertentu.[8]

Yesus sebagai Kristus

 
Empat Penginil, oleh Pieter Soutman, Abad ke-17.

Demikian juga kata Marta dalam Injil Yohanes:

Kata "Kristus" memiliki arti yang sama dengan mesias yang artinya adalah "Yang Diurapi". [9] Di dalam ajaran Kristen, kelahiran Yesus juga sudah dinubuatkan semenjak zaman nabi-nabi dalam Alkitab Perjanjian Lama: Natan, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hagai dan Zakharia.[9] Mesias di dalam Perjanjian Lama dinanti oleh orang Israel untuk memulihkan bangsa Israel dari berbagai masalah, terutama politik.[9] Jadi hadirnya Mesias adalah sebagai "Solusi" dalam masa krisis.[9]

Kristologi dari Zaman ke Zaman

Abad Pertama Masehi (Kristologi menurut Perjanjian Baru)

Kristologi pada abad pertama Masehi adalah pandangan tentang identitas Yesus ketika Yesus hidup dan berkarya. Hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa pernyataan tokoh-tokoh di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru: .[10][5] Jawaban-jawaban tentang siapa Yesus, adalah sebagai berikut:[5]

  • Paulus : Yesus adalah Kristus yang disalibkan dan dibangkitkan.
  • Markus : Yesus adalah Mesias.
  • Matius : Yesus adalah Musa baru, pengajar hukum baru.
  • Lukas : Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, adalah Juru Selamat semua orang
  • Yohanes - Yesus adalah Sabda Allah yang menjelma sebagai manusia.

Pada Zaman Yesus, Yesus orang Nazaret dikenal sebagai seseorang yang bertindak revolusioner. Yesus adalah orang Yahudi.[10] Melalui pendekatan biblis atau Hermeneutika Alkitab, ditemui sebutan bahwa Yesus adalah Mesias.[10] Hal ini diperoleh dari Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru, Markus 8 ayat 27-29 ketika Petrus menjawab pertanyaan Yesus, "Siapakah Aku ini?", maka jawab Petrus, "Engkaulah Mesias". [10] Mesias dalam Perjanjian Lama yang artinya keluarga Daud, Raja yang selalu berjaya digantikan Mesias dalam Perjanjian Baru menjadi raja yang dibangkitkan dari kematian.[10] Raja kerajaan yang gilang gemilang di masa akhir dan lambat laun akan menjadi pemimpin religius, bukan pemimpin politik.[9] Dari berbagai istilah tentang Kristus pada orang-orang pada masa Awal Masehi sudah beragam. [10] Informasi lain, Yesus disebut sebagai Mesias dari Israel, Mesias adalah Kristus disebutkan Paulus sebanyak 270 kali dan variasi nama Yesus Kristus atau Kristus Yesus sebanyak 109 kali.[5] Nama itu menunjuk pada : Allah, Tuhan atau kata ganti yang menjurus pada Allah.[5]

Injil Yohanes dilihat sangat khusus dalam pandangan Kristologi, bahwa Firman atau λόγος, Allah sendiri menjadi manusia, dalam wujud Kristus.[11] Di sini dijelaskan bahwa Kristus yang adalah Yesus itu adalah Allah sendiri, Ketuhanan Yesus merupakan pusat Teologi Perjanjian Baru, menurut Miller, "Yesus adalah Allah"..[11]


Kristologi menurut(Abad 2 - 11)

Pada abad kedua, Kristologi belum terlalu diperdebatkan, namun sudah terdapa banyak pertanyaan ontologis tentang Ketuhanan Yesus.[10] Masyarakat waktu itu ingin sekali mengetahui siapa Yesus sebenarnya, dalam kaitannya dengan Allah.[10] Kemudian secara hakekat, terdapat tokoh bernama Arius yang mengatakan bahwa Allah tetap Allah, dan hanya ada satu, Allah tidak mungkin ada bersatu (sehakikat) dengan sesuatu yang terbatas. Menyebut Yesus "Anak Allah" sama artinya menghujat Allah karena yang ilahi dan tak terbatas disatukan dengan yang jasmani dan terbatas.[10]

Kristologi-Logos

Kristologi-Logos ini terdapat dalam Injil Yohanes 1:1-4 bahwa fungsi logos ada dua: kosmomologis yaitu sebagai penciptaan dan revelatoris-soteriologis yang artinya Penyelamat melalui Pewahyuan.[12] S. Igasius dari Antiokhia menyebutkan Yesus "Sang Logos" yang mana Logos (sabda) itu tidak lagi berdiam diri, melainkan menyatakan diri untuk menyelamatkan.[12] Jadi bagi Ignasius, Sabda adalah keseluruhan tujuan komunikasi, revelatoris-soteriologis, bukan fungsi kosmologis.[12] Ajaran Kristologis-Logos ini ada dua, yaitu yang klasik dan yang modern.[12]

Arianisme

Arianisme adalah ajaran yang dikeluarkan oleh Uskup Arius pada tahun 300.[12] Dister menganggapnya sebagai kecenderungan manusia untuk mempersempit misteri Allah.[12] Arius menganggap Yesus sebagai ciptaan saja, walaupun paling agung, hal ini dipengaruhi dengan gambaran Allah pada dirinya, lalu dia menyimpulkan "Yesus bukan Allah".[12]

Nestorianisme

Nestorianisme adalah ajaran yang dikeluarkan oleh Uskup Nestorius pada tahun 400.[12] Menurut Nestorius, Putra Allah di surga dan manusia Yesus di bumi bukanlah satu pribadi yang sama, melainkan dua pribadi.[12] Keduanya memang berkaitan satu sama lain, tapi toh tinggal tetap dua.[12] Akal budi manusia ingin mempertahankan gambaran Allah yang "murni", surgawi dan rohani.[12] Maka Allah Putra dipisahkan dari Yesus yang pernah berkeliling di dunia ini.[12]

Monofisitisme

Monofisitisme adalah ajaran yang meyakini bahwa Yesus hanya satu kodrat, yaitu ilahi.[12] Monofisit berasal dari Bahasa Yunani, νόμος yaitu satu, dan φύσης berarti kodrat, jadi Kristus hanya memiliki satu kodrat, hal ini bertentangan dengan Nestorianisme.[12] Yesus yang berjalan-jalan di bumi sebenarnya adalah Allah, kemanusiaan Yesus dianggap hanya semu saja.[12][13]

Kristologi pada Abad 4 dan 5 Masehi di mana Konsili Nikaia (Nicea), Efesus dan Khalsedon adalah doktrin Kristus yand dirumuskan pada tiga konsili itu.[10] Konsili Nicea, Efesus dan Khalsedon adalah upaya untuk membela iman mereka dari berbagai pengajaran di atas.[12]

Konsili-Konsili

 
Konsili Pertama Nicea

Konsili Nicea (325) Dalam Konsili Nicea, para uskup dari Timur memutuskan bahwa sebutan Allah digunakan bukanlah untuk kehormatan saja.[10] Dalam Syahadat Nicea yang masih didaraskan dan dinyanyikan gereja dewasa ini, Yesus diakui sebagai "Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar; dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa." [10] "Jika syahadat ini tidak benar, kita tidak akan diselamatkan oleh Yesus." Demikian kata mereka. [10] Konsili Nicea memelihara Gereja dari bidaah Arianisme.[12] Yesus dari Nazaret, Sang Kristus, Allah betul-betul menyatakan diri di bumi kita ini.[12] Konsili Kontantinopel pada tahun 281 juga berpikir demikian, Para Uskup dari Timur berpikir bahwa kita (umat Kristen) diselamatkan oleh Allah yang mengambil sepenuh-penuhnya apa yang menjadi sifat kodrat manusia.[10] Jika ada sesuatu yang tidak diambil dalam penjelmaan, maka sesuatu itu tidak ditebus.[10] Maka, Yesus benar-benar seutuhnya manusia menjadi kebenaran yang menyelamatkan.[10] Maka Konsili ini meneguhkan pandangannya dalam Syahadat Nicea Konstantinopel

Namun di lain pihak ada beberapa orang yang cenderung menekankan keilahian Yesus sehingga mereka tidak melihat bahwa ia benar-benar manusia.[10]

Konsili Efesus pertama Konsili Efesus tahun 431 memelihara gereja dari bidaah Nestorianisme. [12] Konsili Efesus mewartakan bahwa - betapapun besarnya kodrat Ilahi dan kodrat insani - hanya ada satu pribadi saja dalam Yesus Kristus, di dalam manusia Yesus kita menemukan Allah.[12] Untuk mengungkapkan misteri Kristus ini dengan setegas-tegasnya, maka Konsili Efesus memberikan gelar Teotokos kepada Maria, artinya "Bunda Allah".[12]

Konsili Efesus kedua

Menurut Konsili Khalsedon Konsili Khalsedon tahun 451 memelihara gereja dari bidaah monofisitisme.[12] Jika Nestorianisme mengatakan satu pribadi Yesus hanya Ilahi saja, maka Konsili Khalsedon mengggarisbawahi kemanusiaan Yesus dengan menegaskan bahwa dalam diri Yesus yang satu dan tunggal itu hadirlah bukan saja kodrat ilahi, tetapi juga kodrat insani seluruhnya.[12] Di dalam manusia yang sungguh-sungguh, nampak pula Allah yang sungguh-sungguh.[12] Sama luhurnya dengan Allah yang dekat, tergerak oleh belas kasihan, berjuang melawan kejahatan.[12] Di sini, keilahian dan kemanusiaan Yesus tidak tercampur, tidak tergantikan, tidak terpisahkan, tidak terbagi, hal ini nanti diteruskan oleh Karl Rahner.[14] Jadi, Yesus adalah simbol Allah, kata Roger Haight.[14]

Dari ketiga pernyataan Magisterium Gereja mengenai kristologis, maka misteri Allah menjadi terbuka, tidak dipersempit oleh akal budi, orang Kristen menemukan inti sari misteri Allah yang sebenarnya.[12] Hati manusiawi Yesus itu hati Allah.[12]

Abad Pertengahan - Reformasi

Selama Abad pertengahan hingga masa reformasi, ajaran tentang Kristus tidak terlalu banyak berubah, ditandai dengan tafsir Filsafat saja oleh orang-orang Yunani.[15] Luther dididik dalam teologi Skolastik, namun berkat pengajaran yang ia terima dari Bapa Gereja Agustinus, dia kemudian merencanakan sebuah perubahan besar.[15] Ia menolak Skolastik bukan karena metodenya, namun karena isi ajarannya.[15] Dengan Roma 1:16-17 dia menemukan "Keadilah Allah" (iustitia Dei)di mana menurutnya sudah tidak ada lagi pada Gereja Roma.[15] Keadilah Allah adalah bahwa setiap manusia dihukum sesuai dengan perbuatannya, namun diselamatkan oleh kasih karunia Allah di dalam Kristus.[15] Pengakuan tertinggi bahwa Kristus yang benar itu mampu menyelamatkan manusia yang berdosa sebagai ajaran yang tertinggi.[15]

Modern

Teologi memang selalu mengikuti perkembangan, tidak komprehensif namun framentaris, kontekstual, multikultural, dapat diterima oleh budaya setempat.[8] Teologi Kristen yang berpusat pada kristologi juga demikian, perjumpaan dengan Kristus selalu dialami dalam konteks tertentu, mengindahkan kenyataan hidup umat (Kristen) yang dilayani yang berada dalam pluralisme konteks.[8]

Kristologi dalam perjumpaan dengan umat beragama lain dapat membantu umat Kristen membaca Kristus dengan lebih luas, Kristus dalam Filipi 2:7-8 menyatakan Kristus sebagai manusia, bahkan hamba.<[8] Ini komentar dari umat Buddha di Srilanka.[8] Dari Umat Islam, Kristus adalah Nabi, mengikuti Yesus berarti mengikuti nabi dan hidup profetis, menjadi saksi Allah dalam berbela rasa terhadap penderitaan mansuia.[8] Kristus bukan milik ekslusif Gereja lagi, namun terbuka bagi kehidupan universal.[8]

Berkas:Yesus asia.jpg
Sampul Buku Memandang Yesus karya Anton Wessels

Isu-isu pada zaman modern yang harus dijawab oleh Teologi (Kristologi) sangat beragam, pluralisme, kemiskinan, perang, penderitaan, bencana alam dsb.[8][16] Kristologi sangat bersifat soteriologis kontekstual yang membangun suatu komunitas manusiawi antar iman.[8] Kristologi juga ditemukan dalam Christo-Praxis dan Christo-doxi yang terus menerus dan kontekstual.[17] Di sini Kristologi dihadapkan pada mamon yaitu kekuatan materialisme yang membawa kehidupan berpusat pada harta benda.[17]

Krsitologi Feminis

Kristologi Feminis adalah Kristologi yang memakai pendekatan feminis, yakni dari kacamata ketidakadilan, penindasan dan penderitaan.[8] Kristologi ini dibagi menjadi dua; di Barat disebut Kristologi ekofeminis dan di Timur disebut Kristologi feminis Kosmis.[8] Allah umat Kristen yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki karena dalam diri Yesus yang laki-laki kemudian digeser menjadi Kristus yang menyimbulkan keduanya.[8] Kata logos yang tadinya dalam Injil Yohanes 4:1-42 adalah maskulin yang menjadikan kecenderungan patriarkal, maka dipahami sebagai sofia dalam perspektif feminis.[8] Hal ini diperoleh dari kehidupan Yesus yang sangat menghargai kaum perempuan, dalam karya-karyanya, bahkan ketika Dia bangkit, perempuanlah yang pertama kali melihat kuburnya yang kosong.[8] Simbol sofia digunakan oleh Paulus untuk menggambarkan Yesus sebagi hikmat Allah dalam I Korintus 1:24[8] Kristologi feminis-kosmis mengajak umat Kristen untuk mendengarkan korban ketidakadilan dan menginternalisasikan jeritan itu menuju praksis solidaritas.[8]

Dimensi Kristologi

  1. Ketuhanan Yesus (Keilahian Kristus)


  1. Kemanusiaan Yesus
 
Yesus manusia dari Buku Imanuel karya Tom Jacobs

Pada abad-abad pertama dan kedua, Bapa-bapa Gereja lebih memikirkan hakekat keilahian Kristus, tidak terlalu dijelaskan tentang kemanusiaan-Nya.[18]Seperti yang diyakini oleh Athanasius yang mengakui jiwa Kristus, namun tidak benar-benar meyakini kemanusiaan Kristus, dia berpusat pada soteriologi melalui logos itu.[19] Namun pembicaraan dalam masyarakat sangatlah kuat akan hakekat, yaitu "se-hakekat" (homo-usios), atau serupa hakekatnya ([[homoi usios]), atau serupa saja (homoios)[19] Pernyataan pertama oleh Konstantinopel, dengan filsafat Yunani, bahwa Kristus tidak akan bisa menyelamatkan manusia sebagai Allah, kalau dia tidak juga menjadi manusia.[15] Hal ini bertolak dari Injil-Injil yang menceritakan Yesus sebagai manusia.[15] Jadi manusia sebenarnya dapat diilahikan melalui persatuan dengan Kristus melaui Perjamuan Kudus.[15]Namun paham ini segera ditolak oleh seseorang bernama Apollinaris dari Laodikia (meninggal kira-kira 390 M.) yang menyatakan bahwa dalam kemanusiaan Kristus Logos ilahi menggantikan akal budi manusiawi, dan mengurangi kemanusiaan dalam Kristus.[15] Namun ia segera menyadari bahaya yang memporak-porandakan kesatuan keila-hian dan kemanusiaan Kristus. Sebagai seorang yang teguh mem-pertahankan konfesi Nicea dan teman seperjuangannya Athanasius. Dia menolak hakekat Kristus sebagai manusia.[18] Namun kayakinan ini nanti akan mengalami penentangan oleh Konsili-konsili (Efesus dan Khalsedon)yang mengutuknya, sehingga pengikutnya kembali ke gerja resmi dan sebagian mengikuti dalil monofisitisme.[18][20] Ajarannya disebut oleh Gereja Roma dekat dengan doketisme.[20] Ajaran ini dikuatirkan oleh Konsili Khalsedon dengan alasan jika Kristus tidak sepenuh-penuhnya manusia, maka mustahil manusia dipersatukan dengan Allah. Sejarah gereja Oleh [21] Nestorius dari Cyrillus juga tidak mengakui hakekat kemanusiaan Kristus, apalagi ada sebutan Bunda Allah bagi Maria, hal ini tidak masuk akal banginya.[21] Jika Yesus melakukan tindakan yang penuh kuasa (mujizat) maka sebenarnya yang bertindak adalah Allah, jika Yesus sengsara dan mengalami mati, maka dia adalah manusia.[21] Namun hal ini bukanlah merupakan keesaan, melainkan keduaan, sebab hakekat mereka tidaklah sama.[21] Yang sama antar Yesus dan Allah adalah kehendaknya, sebab Merek berkasih-kasihan, katanya.[21]

Maka untuk meredam semua perdebatan yang sudah sangat memuncak ini, diadakanlah Konsili Khalsedon di seberang Konstantinopel, dengan pernyataan:[21]

  1. Pendamaian Krisus
  2. Kristus Sang Pembebas

Tokoh-tokoh Kristologi

Para pemikir yang menghuni pada 'ruang' pemikiran Kristologi ini sangat banyak, terbentang dari Bapa-bapa Gereja abad kedua, Abad ke empat, reformasi bahkan hingga sekarang.

  1. Anselmus dari Cantebury

Anselmus adalah [teolog]] dan filsuf yang hdip pada Abad Pertengahan.[20] Berasal dati Italia, terkenal dengan pemikiran skolastiknya. [20] Karya yang paling terkenal berjudul [[Cur Deus Homo (Mengapa Allah menjadi Manusia).[20]Di dalam konteks sosiologis feodalisme, Anselmus menelaah mengapa Allah menjadi manusia dan harus mati untuk menyelamatkan kita? Sebab, tidak adalah cara lain untuk meyelamatkan? [10][20] Menurut Anselmus, bahwa Yesus Kristus wafat untuk melakukan silih (ganti) atas dosa; tanpa penyilihan itu tatanan alam semesta akan kacau balau untuk selamanya.[10][20] Dengan jalan itu, baik keadilan, rahmat maupun kasih Allah dipenuhi dan disempurnakan.[20] Anselmus memulai teologinya dari keyakinannya bahwa seseorang bisa berteologi hanya setelah dia beriman [20] fides quarens intellectum. Iman ini mencakup sikap iman fides qua creditur maupun isi iman fides quae creditur. [8] Dengan demikian, obyek teologi sebenarnya adalah peristiwa perjumpaan dan komunikasi Allah dan manusia berlangsung melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus merupakan realitas dinamik yang terus berlangsung di seluruh sejarah Gereja.[8]

  1. Thomas Aquinas (1225-1274)

Thomas Aquinas adalah tokoh Skolastik yang terbesar di abad pertengahan dari Italia.[20] Ia adalah seorang Katolik yang saleh, mengenyam pendidikan di berbagai sekolah Katolik dan mengajar Filsafat dan Teologi di Paris.[20] Pemikirannya tentang kodrat manusia adalah, bahwa manusia menjadi tidak sempurna ketika jatuh dalam dosa, dan diselamatkan Allah melalui rahmat adikodrati yang ditawarkan Gereja.[20]

  1. Martin Luther (1483-1546)

Martin Luther adalah seorang imam Katolik di Jerman pada era Reformasi, dialah yang membawa pembaharuan agama, sehingga Gereja Lutheran terbentuk.[20] Ajarannya tentang Kristus adalah bahwa setiap orang Kristen tidak bebas dari Kristus, melainkan bebas dalam Kristus.[20]

  1. Yohanes Kalvin (1509-1564)

Yohanes Kalvin adalah seorang pemimpin reformasi gereja di Swiss.[20] Dia dilahirkan di kota Noyon, Perancis. Dia ahli hukum dan teologi, dia banyak membantu gereja di Jenewa ketika reformasi, dia djuga dikenal dalam sumbangannya terhadap pembaharuan Mazmur Jenewa.[20] Seperti halnya Luther, dia mengajarkan bahwa manusia dibenarkan hanya oleh iman atau Sola Fide.[20] Keselamatan didapat dari Allah sebagai karunia di dalam Kristus.[20]

Terkait dengan dalilnya dalam Trinitas, yaitu Bahwa Allah Bapa sebagai asal perbuatan, Putera sebagai asal dari hikmat, maksud dan kehendak dan Roh Kudus sebagai kekuatan dan dorongan untuk berbuat..[22] Tidak satu pun dari ketiga oknum ini bekerja sendirian.[22]

Tabiat Kristus; Keallahan-Nya dan kemanusian-Nya sangat dipertahankan oleh Kalvin, Kristus adalah perantara bagi manusia.[22] Kristus adalah benar-banar Allah.[22]

[22]

Tujuan tertinggi kemanusiaan Kristus ialah:

[22]

Perbedannya dengan Luther adalah penghargaan terhadap kemanusaiaan Yesus itu, bahwa kehadiran dalam Perjamuan Kudus secara transubtansiasi merendahkan kemanusiaan Kristus.[22]

  1. Karl Rahner (1904-1984)

Karl Rahner dilahirkan di keluarga Katolik Bavaria - Jerman Barat, terdidik dalam ketaatan.[23] Pada Perang Duni II tidak dikenal, namun tahun 1960 pada Konsili Vatikan II menjadi pusat perhatian dalam teologi modern.[23] Teologinya dianggap sebagai aliran neo-skolastisisme yang dipengaruhi Aquinas.[23] Karl Rahner dalam berkristologi ingin menekankan pada "sesuatu" yang berasal dari dialektis (perjumpaan) antara simbol dan penyimbolan, terkhusus pada simbol Yesus.[14] Simbol menurut Rahner adalah "sesuatu yang menjadi perantara sesuatu lain dari dirinya sendiri.[14] Petunjuk penting adalah bahwa Yesus adalah benar-benar dari Allah untuk dunia.[14] Kristologi Thomas Aquinas yang berpusat pada inkarnasi Allah pada diri Yesus.[24] Karl Rahner menyebutnya, Yesus sebagai "Tuhanku dan Allahku".[24] Melalui teori simbol (Yunani : σύμβολο) bahwa melalui yang ada saat ini, maka kita bisa mendapati yang lain.[23] Melalui kemanusiaan Kristus yang terbatas, kita mendapati Allah yang tak terbatas.[23] Bagi Rahner, Kedatangan Kristus bukan karena semata-mata harus mengampuni dosa manusia, melainkan karena rahmat.[23] Seandainya Adam tidak berdosa, Rahner mengandaikan Kristus tetap akan datang kedunia, meninggal, dan bangkit kembali.[23] Rahner tidak menolak kenyataan atau daya tarik dosa dan kejahatan, ia juga tidak menyangkal bahwa inkarnasi, salib, dan kebangkitan kembali berkaitan dengan pengampunan dosa.[23] Tetapi itu semua bukanlah pokok persoalannya; Kristus tidak bisa dilihat hanya sebagai obat bagi dosa-dosa kita.[23] Dosa, seperti yang dilihat oleh Rahner, tidak bisa menjadi motor penggerak cerita tentang keterlibatan Allah dengan dunia.[23]

Kristologi Rahner sebenarnya bertolak dari Konsili Khalsedon.[23] Kristologi yang dirumuskan pada akhir masa perjuangan politik, eklesiastik sehingga dapat diterima sebagian besar perserta Konsili, di mana dalam Kristus ada kemanusiaan dan keilahian secara bersamaan.[23] Kristus dan rahmat menjadi pemikiran yang cemerlang dari Karl Rahner, Allah bisa dilihat dari kemanusiaan Kristus dan bermula dari kemanusiaan 'kita'.[23] Di sinilah perbedaan kristologinya dengan Karl barth.[23] Menurut Barth, Allah tidak bisa dikenal dari sekadar membicarakan manusia.[23]

  1. Kristologi Karl Barth (1886-1968)

Karl Barth adalah teolog dari Swiss pada era reformasi di abad 20, dia membawa pembaharuan yang besar dari teologi abad 19.[20] Dia belajar teologi di Jerman.[20] Teologinya disebut dialektis, sebab berawal dari Allah yang ada di Sorga dan suci, dia mengirimkan Kristus yang begitu dekat di dunia yang hina, sehingga pertemuan dua hal yang bertentangan ini disebut dialektis.[20]

Kristologi Barth dimulai dari pre-eksistensi Kristus, Kristus menjadi sentral teologinya.[20] Tuhan Allah menyatakan anugerahnya dalam Kristus sekaligus mengikatkan diri-Nya pada Kristus.[20] Pemulihan manusia ditentukan pada pemilihan Tuhan Allah terhdap Kristus, Allah memilih Kristus sekaligus Tuhan Allah memilih manusia sebagai sekutu-Nya.[20]

  1. Kristologi Gestavo Guteres



Referensi

  1. ^ Who do you say that I am? Essays on Christology by Jack Dean Kingsbury, Mark Allan Powell, David R. Bauer 1999 ISBN 0664257526 page xvi
  2. ^ (Indonesia)C Groenen., Pustaka Teologi Sejarah Dogma Kristologi,Yogyakarta: Kanisius, 1998
  3. ^ a b (Indonesia) Louis Berkhof., Teologi Sistematika - Doktrin Allah, Surabaya: Pusat Literatur Kristen Momentum (LRII) 1993 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Berkhof" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ Nico Syukur Dister., Teologi Sistematika - Allah Penyelamat, Yogyakarta: Kanisius, 2004
  5. ^ a b c d e f (Inggris) Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Hengel" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  6. ^ a b Celia Drummond Deane., Teologi Dan Ekologi, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, diterjemahkan oleh Robert P. Borong- Cetakan ketiga 2006
  7. ^ a b c (Indonesia)J Sudarminta. dkk., Dunia, Manusia dan Tuhan, Yogyakarta: Kanisius 2008 Hlm. 42-44
  8. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r (Indonesia)Jurnal Filsafat Iman., Menguji Omongan Agama, Yogyakarta: Kanisisus, 1997
  9. ^ a b c d e (Indonesia)S.M. Siahaan., Pengharapan Mesias dalam Perjanjuan Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Siahaan" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  10. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Inggris)Johnson. Elizabeth., Kristologi di Mata Kaum Feminis,Yogyakarta: Kanisius, 2003 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Johnson" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  11. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Sagala
  12. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa (Indonesia) Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Dister" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  13. ^ V Zamoyta., Theology of Christ: Sources, Milwaukee, 1967 Hlm 27-58
  14. ^ a b c d e (Inggris)Anne M. Clifford., di tulis oleh Robert Masson - The Clash of Christologcal Symbols dalam Christology; Memory, Inquiry, Practice, USA: The College Theology Society 2003 Hlm. 63-86 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Clifford" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  15. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia)Christian De Jonge., Gereja Mencari Jawab, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2003
  16. ^ (Inggris) Aloysius Pieris., The Place of Non-Christian Religions and Cultures in the Evolution of A Third World Theology, New York: East Pastoral Review 19, No. 2, 5-33
  17. ^ a b (Inggris)Aloysius Pieris., Universality and Christianity, Vidyajyoti 1993 Hlm. 591-599
  18. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Lohse
  19. ^ a b Tom Jacobs, SJ., Imanuel: Perubahan Dlm. Perumusan Iman Akan Yesus Kristus, Yogyakarta: Kanisius 2000
  20. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x (Indonesia)F.D. Wellem., Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Wellem" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  21. ^ a b c d e f (Indonesia)H. Berkhof,I.H. Enklaar., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cetakan-9 2009
  22. ^ a b c d e f g (Indonesia) W.F. Dankbaar., Calvin- Hidup dan Karjanja, Jakarta: Badan Penerbit Kristen 1967
  23. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris)Karen Kylbi., Karl Rahner - terjemahan, Yogyakarta: Kanisius, 2001 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Kylbi" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  24. ^ a b (Inggris)Brian Davies., The thought of Thomas Aquinas,New York: Oxford University Press, 1992