Sampuraga adalah tokoh dalam cerita rakyat suku Dayak Tomun yang berasal dari provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Legenda Sampuraga bercerita tentang seorang anak yang durhaka pada ibunya dan karena itu dikutuk menjadi bukit batu. Sebuah bukit yang mirip reruntuhan kapal yang telah membatu terbentuk di sebuah desa terpencil di tepian sungai Belantikan, desa Karang Besi, atau Korang Besi, Kabupaten Lamandau, diyakini merupakan sisa-sisa kapal Sampuraga.

Bukit yang mirip reruntuhan sisa kapal yang diyakini sebagai sebagai kapal Sampuraga yang telah membatu.

Cerita rakyat yang mirip dengan kisah Malin Kundang dari Padang tersebut mempunyai versi lain yang jauh lebih terkenal dari daerah Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Cerita

Alkisah, pada zaman dahulu kala di suatu daerah di pulau Sumatera, hiduplah seorang wanita tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Namun hari terus berlalu dan tibalah saatnya Sampuraga menjadi dewasa dan harus merantau untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Atas desakan keadaan, Sampuraga merantau ke pulau Borneo dan akhirnya menjadi sukses di perantauan. Sampuraga juga akhirnya berhasil memperisteri seorang puteri raja di sana.

Pernikahan mereka diselenggarakan secara besar-besaran sesuai adat Dayak Tomun. Berita tentang pesta pernikahan yang meriah itu telah tersiar sampai ke pelosok nusantara. Bahkan sampai juga ke telinga ibu Sampuraga. Perempuan tua itu hampir tidak percaya jika anaknya akan menikah dengan seorang gadis bangsawan, putri seorang raja yang kaya-raya. Walaupun masih ada keraguan dalam hatinya, ibu tua itu ingin memastikan berita yang telah diterimanya. Setelah mempersiapkan bekal secukupnya, berangkatlah ia ke tempat anaknya untuk menyaksikan pernikahan itu. Setibanya di tujuannya, alangkah terkejutnya, ketika ia melihat seorang pemuda yang sangat dikenalnya sedang duduk bersanding dengan seorang putri yang cantik jelita. Pemuda itu adalah Sampuraga, anak kandungnya sendiri.Oleh karena rindu yang sangat mendalam, ia tidak bisa menahan diri. Tiba-tiba ia berteriak memanggil nama anaknya.

Sampuraga sangat terkejut mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba seorang nenek tua berlari mendekatinya. Sampuraga yang sedang duduk bersanding dengan istrinya, bagai disambar petir. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah membara, seakan terbakar api. Ia sangat malu kepada para undangan yang hadir, karena nenek tua itu tiba-tiba mengakuinya sebagai anak. Ia tidak mau mengakui wanita itu sebagai ibunya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Sampuraga menjadi sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Sampuraga mengutuk anaknya menjadi batu.

Tidak berapa lama kemudian Sampuraga kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Sampuraga. Teringat kutukan ibunya, Sampuraga insyaf dan menyesal. Tapi segalanya sudah terlambat, kapal Sampuraga menjelma menjadi sebuah bukit batu. Sampai saat ini Bukit Sampuraga di tengah hutan di desa Karang Besi, di tepian sungai Belantikan, Lamandau, Kalimantan Tengah.


Pranala luar