Ludwig Ingwer Nommensen
Ingwer Ludwig Nommensen (6 Februari 1834 – 23 Mei 1918) adalah seorang penyebar agama Kristen Protestan di antara suku Batak, Sumatra Utara.
Biografi sebagai penginjil
Ayah Ingwer Ludwig sangat miskin dan sakit-sakitan. Sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam penderitaan. Pada umur 8 tahun ia sudah mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya, dengan menggembalakan domba milik orang lain pada musim panas. Lalu pada musim dingin ia bersekolah. Pada usia 10 tahun ia menjadi buruh tani sehingga pekerjaan itu menjadi tidak asing lagi baginya. Semuanya ini nampaknya merupakan persiapan bagi pekerjaannya sebagai pekabar Injil yang tangguh di kemudian hari.
Pada 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan parah. Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda. Kereta itu menggilas kakinya sampai patah. Terpaksa ia berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Teman-temannya biasanya datang menceritakan pengajaran dan cerita dari guru di sekolahnya, termasuk cerita pengalaman para pendeta yang pergi memberitakan Injil kepada orang yang belum mengenal. Nommensen pun sangat tertarik dengan cerita-cerita itu. Sementara lukanya makin parah sehingga ia tidak dapat berjalan sama sekali. Tapi, sekalipun sakit, Nommensen belajar merajut kaos, menjahit dan menambal sendiri pakaiannya yang robek.
Pada suatu waktu, ia membaca Injil Yohanes 16:23-26, tentang pernyataan Tuhan Yesus bahwa barangsiapa meminta sesuatu kepada Bapa di surga, Bapa pasti akan mengabulkan. Nommensen pun bertanya kepada ibunya, apakah kata-kata Yesus itu masih berlaku. Ibunya menyakinkannya bahwa kata-kata itu masih berlaku. Ia meminta ibunya agar berdoa bersamanya. Dalam doa, Nommensen meminta kesembuhan, dan ia berjanji kalau ia disembuhkan maka ia akan pergi memberitakan Injil kepada orang yang belum mengenal. Doanya dikabulkan. Tak lama kemudian kakinya sembuh. Lalu kembalilah Nommensen menggembalakan domba.
Namun janjinya pada Tuhan selalu mendesaknya agar segera memenuhinya. Maka ia melamar menjadi penginjil. Beberapa tahun ia belajar sebagai calon penginjil. Sesudah lulus, ia ditugaskan oleh lembaga zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft ke Sumatra dan tiba pada bulan Mei 1862 di Padang. Ia memulai misinya di Barus. Ia belajar bahasa Batak dan bahasa Melayu, dan ternyata dengan cepat bahasa-bahasa itu dikuasainya. Ia lalu mulai mengadakan kontak dengan suku Batak, terutama dengan raja-raja. Ia mempelajari adat-istiadat Batak dan mempergunakannya dalam mempererat pergaulan.
Nommensen meminta izin masuk ke pedalaman, tapi dilarang pemerintah, karena sangat berbahaya bagi orang asing. Oleh sebab itu maka mula-mula zending dimulai di daerah Sipirok yang sesudah Perang Padri telah dimasukkan dalam wilayah Hindia-Belanda. Di situ sebagian dari penduduk sudah memluk agama Islam sehingga kemajuannya lambat. Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) menunjuk Silindung sebagai tempat tinggal Nommensen yang baru. Kehadiran zending ditantang oleh sebagian raja dan juga oleh sebagian besar penduduk namun Nommensen berhasil berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame (terjemahan dari Yerusalem - Kampung Damai). Tahun 1873 ia mendirikan gedung gereja, sekolah dan rumahnya di Pearaja. Hingga kini Pearaja menjadi pusat Gereja HKBP.
Pekerjaan Nommensen diberkati Tuhan sehingga Injil makin meluas. Sekali lagi ia memindahkan tempat tinggalnya ke kampung Sigumpar pada tahun 1891, dan ia tinggal di sini sampai wafat. Nommensen menerjemahkan kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak (Silindung - Samosir - Humbang - Toba). Ia juga berusaha memperbaiki pertanian dan peternakan. Sekolah-sekolah, balai-balai pengobatan dibukanya. Dalam misinya, ia menyadari perlunya melibatkan orang-orang Batak. Maka dibukanyalah sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak pribumi. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, Nommensen membuka pendidikan guru.
Nommensen meninggal pada usia sangat tua, 84 tahun, pada tanggal 23 Mei 1918. Nommensen kemudian dimakamkan di Sigumpar, di tengah suku Batak, setelah bekerja demi suku ini selama 57 tahun.
Bibliografi
- 1877, The Gospel according to Sint John: Translated out of the Original Greek into Batta (Toba), the Language of the Batta in the Island of Sumatra. Elberfeld: Friderichs & Comp.
- 1877, Tobasch Spelboekje, Batavia: 's Landsdrukkerij.
- 1878, The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ: Translated out of the original Greek into Batta (Toba), the language of the Batta in the island of Sumatra. Elberfeld: R. L. Friderichs & Comp,
- 1885, Tobasch Spelboekje, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
- 1886, Djamita sian Hata ni Debata na de Padan na Robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
- 1908, Jamita sian hata ni Debata na di padan na robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
Pranala luar
- (Indonesia) Salah satu sumber artikel ini.
- (Indonesia) Hubungan Nommensen, Singamangaraja, dan Belanda.
- (Inggris) Ludwig Nommensen Missionary to Sumatra