Liturgi Protestan adalah rangkaian ibadah yang dipakai oleh umat Protestan. Liturgi berasal dari bahasa Yunani λείτούργιά yang artinya kerja atau layanan kepada masyarakat.[1] Liturgi Protestan memiliki beberapa perbedaan dengan Liturgi Katolik, terkait dengan Reformasi Gereja di abad 16. Liturgi ini disusun oleh para tokoh reformasi gereja dengan pemahaman teologis mereka terhadap ibadah itu sendiri.

Berkas:Liturgi-1.JPG
Contoh sebuah bagian dari tata liturgi protestan.

Sejarah Liturgi Protestan

Pengenalan akan Liturgi bagi umat Kristen berasal dari Alkitab. Alkitab mencatat ada kegiatan dalam jemaat mula-mula (Kisah Para Rasul 2:41-42). Ada tata cara beribadah, yaitu berdoa dan memecahkan roti atau Perjamuan Kudus. Tata ibadah ini kemudian berkembang dengan mengadopsi tata ibadah orang Yahudi, yaitu dengan membaca Kitab Suci, membaca Mazmur, dan berdoa.[1]. Umat beribadah di hari Minggu sejak tahun 150 Masehi dan menjadi hari ibadah resmi. namun ada juga perayaan-perayaan yang diatur di dalam Liturgi, antara lain Paskah dan Natal. Kedua perayaan tersebut didasarkan pada kisah perjalanan hidup Yesus, lahirNya disebut Natal dan matiNya pada saat Paskah.

Protestanisme muncul sekitar abad 16 yang dipelopori oleh Martin Luther, Yohanes Kalvin, dan tokoh-tokoh reformasi gereja lainnya. Protestan memisahkan diri dari Katolik dan kemudian mulai menjalani segala sesuatunya dengan pemahaman mereka berdasarkan Alkitab. Martin Luther membenahi struktur ibadah dan juga perkakas yang biasa digunakan di dalam misa Katolik dan membuatnya lebih sederhana namun hikmat. Luther meniadakan perayaan Sanctorale dalam liturgi protestan dan menggunakan bahasa lokal,bukan bahasa Latin, dalam peribadahan. Ibadah harian tidak begitu ditekankan, karena biasanya hanya sedikit yang menghadirinya. Walaupun terlihat banyak perubahan, tapi tidak semua warisan gereja Katolik yang ia ubah.

Sedangkan Yohanes Kalvin kemudian menambahkan dengan merumuskan Mazmur pada pertengahan abad 16 bersama dengan rekan-rekan lain di Jenewa sehingga dikenal dengan Mazmur Jenewa.[2] Mazmur ini dimaksudkan agar bisa dinyanyikan bersama-sama dengan jemaat.

Referensi

  1. ^ a b (Indonesia)Rasid Rachman. Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010.
  2. ^ (Indonesia)F.D Wellem. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000.