Ludwig Ingwer Nommensen

misionaris Jerman, Ephorus Huria Kristen Batak Protestan ke-1

Ingwer Ludwig Nommensen (6 Februari 1834 – 23 Mei 1918) adalah seorang penyebar agama Kristen Protestan di antara suku Batak, Sumatra Utara.

Biografi sebagai penginjil

Masa kecil

 
Kartu Pegawai Nommensen

Ingwer Ludwig Nommensen adalah seorang penginjil asal Jerman yang diutus untuk menyebarkan injil di Tanah Batak. Nommensen berasal dari Pulau Nordstrand di Schleswig yang pada waktu itu merupakan wilayah Denmark. Keluarganya sangat bersahaja, dan sejak kecil Nommensen terbiasa hidup dalam penderitaan. Pada umur 8 tahun ia sudah mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan menggembalakan domba, dan pada usia 10 tahun ia menjadi buruh tani.

Pada 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan parah. Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah. Terpaksa ia berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Waktu itu dalam doa Nommensen meminta kesembuhan, dan ia berjanji kalau ia disembuhkan maka ia akan memberitakan injil kepada orang yang belum mengenal. Setelah kakinya sembuh Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya. [1]

Pendidikan dan misi

Pada usia 20 tahun Nommensen berangkat ke Barmen untuk melamar menjadi penginjil. Selama empat tahun ia belajar di seminaris zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG). Sesudah lulus, ia ditugaskan oleh RMG ke Sumatra dan tiba pada bulan Mei 1862 di Padang. Ia memulai misinya di Barus dengan harapan akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah Toba namum pemerintah kolonial tidak mengizinkan dengan alasan keamanan. Oleh sebab itu ia bergabung dengan penginjil-penginjil lain yang telah berada di daerah Sipirok yang setelah Perang Padri telah dimasukkan dalam wilayah Hindia-Belanda. Di situ sebagian dari penduduk sudah memluk agama Islam sehingga kemajuannya lambat. Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka RMG menunjuk Nommensen untuk membuka pos zending baru di Silindung. Kehadiran zending ditantang oleh sebagian raja dan juga oleh sebagian besar penduduk namun Nommensen berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame (terjemahan dari Yerusalem - Kampung Damai). Tahun 1873 ia mendirikan gedung gereja, sekolah dan rumahnya di Pearaja. Hingga kini Pearaja tetap menjadi pusat Gereja HKBP.

Karena kehadiran para misionaris tidak disetujui oleh sebagian raja, terutama oleh mereka yang berpihak pada Si Singamangaraja XII maka pada Januari 1878 Singamangaraja sebagai raja yang memiliki kedaulatan atas Silindung memberi ultimatum kepada para zendeling RMG untuk segera meninggalkan Silindung. Pada akhir Januari Nommensen meminta kepada pemerintah kolonial Belanda untuk mengirim tentara untuk segera manaklukkan Tanah Batak yang pada saat itu masih merdeka. Awal 1978 pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevel menuju Pearaja dan disambut oleh Nommensen. Antara Februari hingga Maret 380 pasukan tambahan dan 100 narapidana didatangkan dari Sibolga. April 1878 ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan Singamangaraja dimulai. Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda selama ekspedisi militer yang menjadi terkenal sebagai Perang Toba Pertama. Atas jasa membantu pemerintah Belanda maka pada 27 Desember 1878 Nommensen dan Simoneit menerima surat penghargaan dari pemerintah Belanda, ditambah uang tunai sebanyak 1000 Gulden. [2]

Setelah Silindung dan Toba ditaklukkan dalam Perang Toba Pertama Batakmission (zending Batak) mengalami kemajuan dengan pesat. Pada tahun 1881 Nommensen memindahkan tempat tinggalnya ke kampung Sigumpar, dan ia tinggal di sini sampai akhir hayatnya. Pada tahun kematiannya Batakmission (cikal bakal Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) jumlah orang Batak yang dibaptis telah mencapai 180.000 orang.

Nommensen tidak banyak menulis, tetapi ia menerjemahkan kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak. Jasa Nommensen dikenang oleh orang Batak antara lain karena RMG menekankan bidang pendidikan dengan membuka sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak pribumi. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, RMG membuka pendidikan guru. [3]

Kematian

Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918 pada usia 84 tahun. Nommensen kemudian dimakamkan di Sigumpar, di tengah suku Batak, setelah bekerja demi suku ini selama 57 tahun.

Bibliografi

  • 1877, The Gospel according to Saint John: Translated out of the Original Greek into Batta (Toba), the Language of the Batta in the Island of Sumatra. Elberfeld: Friderichs & Comp.
  • 1877, Tobasch Spelboekje, Batavia: 's Landsdrukkerij.
  • 1878, The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ: Translated out of the original Greek into Batta (Toba), the language of the Batta in the island of Sumatra. Elberfeld: R. L. Friderichs & Comp,
  • 1885, Tobasch Spelboekje, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
  • 1886, Djamita sian Hata ni Debata na di Padan na Robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
  • 1908, Jamita sian hata ni Debata na di padan na robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.

Pranala luar

Catatan Kaki

  1. ^ Schreiner, Lothar "Nommensen in Selbstzeugnissen: unveröffentlichte Aufsätze, Entwürfe, und Dokumente eingeleitet, erklärt, und herausgegeben von Lothar Schreiner". Verlag an der Lottbek in Ammersbek. 1996. ISBN 3861300419
  2. ^ Kozok, Uli, "Utusan Damai di Kemelut Perang. Peran Zending dalam Perang Toba berdasarkan Laporan L.I. Nommensen dan Penginjil RMG lain" Yayasan Pustaka Obor, École française d’Extrême-Orient. Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, Unimed, Sekolah Tinggi Teologi. Jakarta 2010. ISBN 9789794617762
  3. ^ Aritonang, Jan Sihar (1988). Sejarah pendidikan Kristen di tanah Batak : suatu telaah historis-teologis atas perjumpaan orang Batak dengan zending (khususnya RMG) di bidang pendidikan, 1861-1940. BPK Gunung Mulia. Jakarta. hlm. 493.