Diselamatkan oleh anugerah

Diselamatkan oleh anugerah adalah suatu konsep dalam teologi Kristen yang menyatakan bahwa keselamatan manusia adalah pemberian Allah.[butuh rujukan] Menurut konsep ini, keselamatan manusia tidak ditentukan oleh perbuatan yang dilakukannya, melainkan berdasarkan anugerah dari Allah.[butuh rujukan] Konsep ini terdapat di dalam tulisan-tulisan rasul Paulus yang ada di Alkitab Perjanjian Baru.[butuh rujukan] Dalam sejarah kekristenan selanjutnya konsep ini banyak diperdebatkan, khususnya mengenai kontribusi manusia dalam mengusahakan keselamatannya.[butuh rujukan] Tokoh-tokoh Kristen seperti Agustinus dan Martin Luther banyak memberi kontribusi dalam perdebatan mengenai konsep ini.[butuh rujukan]

Latar Belakang

Kata Anugerah berasal dari istilah kharis yang diterjemahkan sebagai "kasih karunia".[1] Di dalam Perjanjian Baru, kata 'anugerah' memiliki makna yang khas, yakni "kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum".[1] Istilah 'anugerah' digunakan untuk mengungkapkan sikap Allah yang menyediakan keselamatan bagi manusia.[1].Penerapan keselamatan kepada manusia tersebut berakar di dalam keputusan Allah.[butuh rujukan] Allah memilih umat-Nya untuk beroleh hidup kekal bukan berdasarkan kebaikan manusia tetapi semata-mata berdasarkan kehendak Allah sendiri.[butuh rujukan]

Pandangan Paulus

Di dalam Surat Roma

Anugerah merupakan ciri utama dalam teologi Paulus.[1] Paulus dalam Surat Roma mengatakan bahwa manusia yang berdosa "telah diselamatkan dengan cuma-cuma melalui anugerah" (Roma 4:16).[butuh rujukan] Akan tetapi, manusia harus merespons anugerah Allah tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman.[1] Melalui penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa "karena anugerah oleh iman" (Efesus 2:8), maka manusia diselamatkan.[1] Paulus menghubungkan konsep anugerah Allah itu dengan Taurat.[1] Menurut Paulus, Taurat juga mengungkapkan anugerah Allah (Roma 7:12).[1] Perbedaannya ialah apa tidak dapat diperbuat oleh Taurat, dapat digenapi oleh anugerah.[1] Persamaan antara anugerah dan Taurat adalah keduanya merupakan suatu sarana keselamatan dari Allah.[1]

Di dalam Surat Korintus

Anugerah Allah tidak hanya terdapat di dalam Surat Roma saja, melainkan juga di dalam Surat I dan II Korintus.[1] Dalam 1 Korintus 1:4 tertulis bahwa augerah Allah yang dianugerahkan dalam Yesus Kristus mendukung dan membimbing orang-orang Kristen dalam perkataan dan perbuatan.[1] Anugerah Allah juga yang memberi kekuatan bagi orang-orang Kristen untuk menjalani kehidupan yang saling melayani kepada sesama manusia. Dengan demikian, konsep keselamatan oleh anugerah berkaitan juga dengan dimensi keselamatan di kehidupan sehari-hari.[1]

Perdebatan tentang Konsep Diselamatkan oleh Anugerah

Perdebatan antara Agustinus dan Pelagius

 
Santo Agustinus merupakan tokoh Gereja yang menyuarakan pemikiran tentang diselamatkan melalui anugerah.

= Pandangan Semi Pelagianus

Pandangan Pada Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, anugerah dipandang sebagai suatu substansi adikodrati yang dicurahkan oleh Allah ke dalam jiwa manusia.[2] Manusia membutuhkan anugerah karena adanya jurang pemisah dan tak terjembatani antara Allah dan manusia.[2] Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mencapai Allah karena adanya jurang tersebut.[2] Jurang pemisah antara Allah dan manusia dapat terjembatani bila ada sesuatu yang layak dan mampu membuat manusia diterima oleh Allah. [2] Hal yang mampu menjembatani Allah dan manusia itu adalah anugerah.[2]


Pandangan pada Masa Reformasi

Pandangan Martin Luther

Martin Luther
 
Martin Luther merupakan salah satu tokoh reformasi yang menyuarakan pemikiran mengenai "diselamatkan melalui anugerah"

Martin Luther mengatakan bahwa inti dari kepercayaan Kristen adalah manusia yang terbatas dapat memiliki hubungan dengan Allah. [2] Hal tersebut berhubungan dengan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia supaya dirinya dapat selamat, yakni memiliki hubungan dengan Allah.[2] Bagaimana manusia sebagai individu dapat masuk ke dalam suatu hubungan dengan Allah?[2] Bagi Luther, anugerah Allah adalah yang memungkinkan manusia diselamatkan.[2] Anugerah Allah itu bagi Luther terhubung dengan kebenaran Allah (Iustitia Dei).[2]

Pemikiran Luther tersebut dipengaruhi pengalaman pribadinya, yakni ketika Luther pada awalnya berpikir bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk diselamatkan.[2] Karena itu, selalu ada yang harus dilakukan oleh manusia untuk memenuhi syarat supaya mendapat keselamatan. [2] Luther menafsirkan "kebenaran Allah" sebagai kebenaran yang "menghukum".[2] Akan tetapi, pada waktu kemudian, Luther menemukan arti baru mengenai "kebenaran Allah", yakni sebagai suatu kebenaran yang "diberikan" Allah kepada orang berdosa.[2] Allah bukanlah seperti "hakim" yang keras dan selalu memberikan ganjaran kepada setiap manusia sesuai dengan perbuatan baik manusia.[2] Sebaliknya, Allah dipahami sebagai Allah yang Maha Pemurah dan penuh rahmat sehingga memberikan keselamatan kepada orang yang berdosa melalui anugerah.[2]

Iman dalam pemikiran Luther mempunyai peran yang sangat penting terkait dengan ajaran mengenai pembenaran.[2] Ada tiga pokok mengenai iman.[2] Pertama, iman mempunyai rujukan yang pribadi.[2] Kedua, iman menyangkut kepercayaan pada janji-janji Allah.[2] Ketiga, iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus.[2] Ajaran mengenai pembenaran oleh iman menegaskan bahwa Allah menganugerahkan pengampunan kepada manusia, di mana pengampunan itu tidak dibeli dan dapat diperoleh oleh semua manusia terlepas dari kekayaan atau pun kondisi sosial yang dimilikinya. [2] Melalui anugerah Allah, orang percaya dapat melakukan seagala sesuatu yang dibutuhkan untuk keselamatannya sendiri tanpa harus menyandarkan diri pada imam atau gereja.[2]Templat:Inuse/10 Maret 2011.

referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Donald Guthrie.1992.Teologi Perjanjian Baru II.Jakarta: BPK Gunung Mulia.248, 270-273. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Guthrie" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Alister E McGrath.1997.Sejarah Pemikiran Reformasi.Jakarta:BPK Gunung mulia.113, teks tambahan. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "mcGrath" didefinisikan berulang dengan isi berbeda