Sebelum lokomotif listrik (WH 3200) dan kini KRL/EMU merajai jalur JABOTABEK, lokomotif D14 sempat menjadi primadona jalur tersebut. Dengan dibangunnya jalur elektrifikasi JABOTABEK pada tahun 1925-1930, peran lokomotif uap D14 pun secara perlahan mulai tergantikan.
Lokomotif yang didatangkan oleh Staatspoorwegen (SS) ini berasal dari dua pabrikan yang berbeda. Lokomotif D14 bernomor 01 sampai 12 buatan, Hanomag, Hannover, Jerman, sedangkan yang bernomor 13-24 buatan Werkspoor, Belanda. Tahunnya pun berbeda, yaitu buatan tahun 1921 untuk D14 bernomor 01-12, dan tahun 1922 untuk yang bernomor 13-24. Perbedaaan lainnya ada pada nomor asli pabrikan. Yaitu nomor 9644-9655 untuk D1401-12, dan nomor 499-510 untuk D1413-14.
Desain lokomotif D14 yang ringkas ini cocok dioperasikan di lintas lokal dan jalur pegunungan. Jalur Bogor-Sukabumi-Cianjur hingga Bandung kini tinggal kenangan. Terlebih dengan ditutupnya jalur Bogor-Sukabumi pada tahun 2006. Jalur kenangan itulah yang merupakan lintasan utama lokomotif berbahan baker batubara ini.
AE Durrant dalam bukunya “Indonesian Steam Lokomotives In Action”, menampilkan foto kenangan D1413 ketika keluar dari mulut Terowongan Lampegan dari Jakarta menuju Cianjur dan Bandung.
D14 adalah tipe lokomotif bersistem superheated terkenal di jalur pegunungan untuk kereta api penumpang kelas campuran. Sesekali, lokomotif bertipe gander 2-8-2T ini juga melayani kereta langsir. Total ada 23 lokomotif D14 yang ada di Indonesia dan tersebar di dipo lokomotif :
Namun dari 24 buah lokomotif D14, pada tahun 1970, berdasarkan data PNKA Power Parade, AE Durrant menyebutkan, Perusahaan Nasional Kereta Api tersebut tinggal memiliki 23 unit D14. Jumlah itu kian menyusut, terlebih dengan kedatangan satu persatu KRL/EMU di lintasan JABOTABEK. Hingga saat ini tercatat, hanya tersisa satu lokomotif D14 bernomor 10 yang kini hanya membisu di pelataran Museum Transportasi TMII, Jakarta.