Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος, telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan λόγος, logos, perkataan.[1] Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian menuju pada tujuan tertentu.[1][2] Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf German abad ke-18.[3][4] Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.[3] Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah.[5] Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia.[3]

Christian Wolff


Etika Teleologis

Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan.[6] Perbedaan besar nampak antara teleologi dengan deontologi. Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam deontologi, kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.[6] Ajaran teleologis dapat menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal ini membuktikan cara pandang teleologis tidak selamanya terpisah dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi dengan "benar" dan "salah".[6]. Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".[6]


Tokoh

Plato


Referensi

  1. ^ a b Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 306.
  2. ^ Drs. R. Soedarmo.2010, Kamus Istilah Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 93.
  3. ^ a b c Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 1085.
  4. ^ Robert Audi.1995, The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 859.
  5. ^ Russ Bush.1994, A Handbook for Christian Philosophy. USA: Zondervan Publishing House. Hlm. 312.
  6. ^ a b c d Eka Darmaputera.1993, Etika Sederhana untuk Semua, Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 11-4.