Dokumen Keesaan Gereja

Dokumen Keesaan Gereja adalah rumusan pengakuan bersama gereja-gereja di Indonesia yang disusun oleh wadah okumene DGI/PGI. Adapun tujuan dokumen ini disusun adalah sebagai pedoman dan alat dalam mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.[1] Dokumen Keesaan Gereja (disingkat dengan DKG) yang dikenal saat ini merupakan penyempurnaan terus menerus dari naskah-naskah sebelumnya. Dokumen ini juga merupakan hasil pergumulan teologis gereja-gereja di Indonesia sejak berdirinya DGI pada tahun 1950.[2]

Logo PGI

Latar Belakang

 
Sampul depan salah satu buku yang membahas Lima Dokumen Keesaan Gereja untuk masa 1989-1994

Pemahaman gereja-gereja mengenai Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia dalam Sidang Raya DGI I mendorong DGI untuk melakukan studi dan penyelidikan bersama mengenai Pengakuan Iman, Tata Gereja, Katekisasi, dan Liturgi yang digunakan oleh gereja-gereja anggotanya. Studi dan penyelidikan ini memuncak pada Sidang Raya DGI VI pada tahun 1967 di Ujung Pandang, yang diperkenalkan dalam konsep Tata Sinode Oikumene Gereja di Indonesia (SINOGI) dan Pemahaman Iman Bersama. Pada Sidang Raya DGI VII pada tahun 1971 di Pematang Siantar, konsep SINOGI dan Pemahaman Iman Bersama dibahas dan hasil sidang memutuskan untuk menerima sebagian dari konsep tersebut. Konsekuensinya, struktur DGI pada saat itu mulai mengalami pembaruan (yang nantinya akan berubah nama dari DGI menjadi PGI).[3]

Pada Sidang Raya DGI IX yang pada tahun 1980 di Tomohon, usaha-usaha kongkrit mewujudkan keesaan semakin berkembang. Oleh karena itu muncul pembicaraan mengenai "SIMBOL-SIMBOL KEESAAN" yang merupakan kristalisasi dari Lima Dokumen Keesaan Gereja. "SIMBOL-SIMBOL KEESAAN" meliputi empat dokumen, yaitu: [2]

  1. PIAGAM PRASETYA KEESAAN
  2. PEMAHAMAN IMAN BERSAMA
  3. PIAGAM SALING MENGAKUI DAN MENERIMA
  4. TATA GEREJA DASAR

Kemudian dalam Sidang Raya DGI/PGI X yang berlangsung pada tanggal 21-31 Oktober 1984 di Ambon, dokumen-dokumen ini dirumuskan kembali dan disahkan dengan nama Lima Dokumen Keesaaan Gereja (LDKG).[4] Pada sidang ini juga, wadah keesaan gereja berganti nama dari DGI menjadi PGI.[3]

Isi

Berikut adalah isi dari Lima Dokumen Keesaan Gereja:[4]

  1. POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BERSAMA (PTPB)
  2. PEMAHAMAN BERSAMA IMAN KRISTEN (PBIK)
  3. PIAGAM SALING MENGAKUI dan SALING MENERIMA (PSMSM) di antara gereja-gereja anggota PGI
  4. MENUJU KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA dan DANA (MKTDD)
  5. TATA DASAR PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA di INDONESIA (TD-PGI)

LDKG ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan perwujudan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia. Pada Sidang Raya ini juga terjadi perubahan nama dari DGI ke PGI.[2] Tahun-tahun berikutnya, LDKG masih mengalami banyak penambahan dan perubahan. Pada Sinode Raya PGI XI yang berlangsung pada tanggal 23-30 Oktober 1989 di Surabaya, diberikan tambahan sejenis pengantar umum untuk keseluruhan LDKG secara utuh dan menempatkannya secara terpisah dari kelima dokumen. Pengantar umum tersebut bernama Prasetya Keesaan. Pada Sidang Raya ini juga DGI memiliki pemahaman baru mengenai keesaan dan dirinya sendiri sehingga berubah nama dari DGI menjadi PGI.

POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BERSAMA (PTPB)

Rujukan

  1. ^ Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI): Keputusan Sidang Raya XIV PGI, Wisma Kinasih, 29 November - 5 Desember 2004(Jakarta: Gunung Mulia, 2006), x
  2. ^ a b c Pdt. Dr. Jan S. Aritonang dan rekan-rekan, 50 Tahun PGI: Gereja di Abad 21, disunting oleh Pdt. Dr. Jan Aritonang (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan PGI, 2000), 57-58, 61
  3. ^ a b Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Dalam Kemantapan Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh Harapan (Jakarta: Gunung Mulia, 1990), 11
  4. ^ a b (Indonesia)F.D. Wellem. 2006. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 264.