Keramik Hijau Goryeo
Goryeo cheongja atau keramik hijau Goryeo adalah jenis keramik hijau (Bahasa Inggris:celadon) yang diproduksi pada zaman Dinasti Goryeo (918-1392) di Korea.[1] Keramik ini memiliki warna biru-kehijauan yang dihasilkan dari teknik glasir (glaze) yang diperkenalkan dari Dinasti Song.[2] Seniman Goryeo mengembangkan teknik baru yang dinamakan sanggam, yaitu metode memasukkan tanah liat ke dalam ukiran keramik untuk membentuk ilustrasi dibawah lapisan glasir.[3] Hal ini menjadikan keramik hijau Goryeo dikenal akan keindahan desain dan pola coraknya.[2] Bentuk keramik hijau Goryeo yang banyak dibuat adalah berbagai jenis peralatan dapur dan rumah tangga, antara lain vas bunga, mangkuk, piring, teko, tempayan, cawan, pembakar dupa, kotak perhiasan, guci dan sebagainya.[4]
Keramik Hijau Goryeo | |
Nama Korea | |
---|---|
Hangul | 고려청자 |
Hanja | |
Alih Aksara | Goryeo cheongja |
McCune–Reischauer | Koryŏ ch'ŏngja |
Sejarah
=Dinasti Goryeo
Teknik membuat keramik hijau (青瓷, qīngcí, Bahasa Korea:청자, cheongja) diperkenalkan dari Dinasti Song di masa Dinasti Goryeo (918-1392).[4] Seniman Goryeo menciptakan metode baru, yakni teknik sanggam (hanja/hangeul) untuk menghasilkan keramik yang baru dan berbeda daripada keramik hijau Cina.[5] Pada masa Goryeo, keramik hijau menjadi terkenal di Cina dan dijadikan komoditas dagang ke beberapa negara.[4] Para pengagum seni di Cina menjulukinya sebagai salah satu dari "harta karun paling indah di bawah langit" (hanja).[6] Di Goryeo, keramik hijau dinikmati kalangan bangsawan dan menjadi dekorasi di istana dan kuil-kuil Buddha.[7]
Kualitas dan kepopuleran keramik hijau Goryeo memudar sejak abad ke-13, terutama setelah bangsa Mongol menginvasi Korea pada tahun 1231.[8] Perabotan keramik yang diproduksi dalam jumlah yang semakin besar menjelang akhir abad itu untuk keperluan masyarakat, tidak sebanding lagi dengan kualitasnya. Selain itu, banyak diperkenal jenis masakan baru bersamaan dengan jenis-jenis perabotnya.[4] Hal ini mengakibatkan kualitas keramik hijau tak lagi dipandang.
Dinasti Joseon
Zaman Goryeo berakhir tahun 1392 dan digantikan oleh Dinasti Joseon yang berideologi Konfusianisme. Segala hal yang berkaitan dengan agama Buddha, termasuk keramik hijau, segera tergantikan oleh budaya Konfusianisme.[1] Rakyat yang sebelumnya berprofesi sebagai pengrajin keramik hijau, mulai beralih membuat keramik jenis baru, keramik putih dan keramik abu-abu.
Kebangkitan kembali
Pada tahun 1950-an teknik membuat keramik hijau yang sudah punah kembali dihidupkan oleh seniman-seniman keramik Korea seperti Ko-Chung (Ji Jae-Seob) dan Chon-Jin.[5] Ji Jae-seob saat ini adalah salah seorang pengrajin yang dianugerahi sebagai aset nasional hidup oleh pemerintah Korea Selatan.[5]
Pengaruh agama Buddha
Keramik hijau Goryeo merefleksikan pemikiran Buddhisme rakyatnya yang mengimajinasikan warna biru kehijauan sebagai warna nirwana.[5] Pola-pola yang diciptakan berdasarkan Buddhisme dan kepercayaan tradisional, antara lain:[1]
- Burung bangau, melambangkan keabadiaan atau umur panjang.
- Lingkaran, melambangkan matahari.
- Ikan, melambangkan realisasi yang besar.
- Bunga teratai, melambangkan kasih Buddha.
- Harimau, melambangkan pelindung dan kehangatan.
- Peoni, melambangkan kekayaan dan penghargaan.
- Naga, melambangkan keagungan.
- Itik, melambangkan jabatan perdana menteri.
- Bunga seruni, melambangkan kesehatan dan kesejahteraan.
- Pohon cemara, melambangkan kerajaan dan kesetiaan.
Proses pembuatan dan teknik sanggam
Proses pembuatan keramik hijau merupakan yang tersulit di antara keramik jenis lain karena diperlukan prosedur-prosedur yang rumit.[5] Pada awalnya para pengrajin Goryeo meniru gaya keramik hijau Cina, terutama Song, namun lama-kelamaan mulai menemukan gaya tersendiri.[9] Sehingga, pada awalnya mereka meniru pola keramik Song dari Cina Selatan – seperti bunga teratai, peoni, burung nuri dan itik.[9]
Proses pembuatan dimulai saat tanah liat dibentuk di roda putar, kemudian dibiarkan menjadi sedikit kering.[5] Setelah itu permukaannya diukir untuk membentuk pola yang diinginkan dengan membentuk ceruk-ceruk.[5] Ceruk pola diisi dengan tanah liat berwarna putih, hijau tua atau merah sesuai ilustrasi yang diukir, kemudian dikeringkan dalam waktu yang lama, bisa sampai berbulan-bulan tergantung cuaca.[5] Setelah mengering, keramik dibakar dalam tungku yang mana sebagian besar akan hancur.[5] Keramik yang tahan dikeluarkan dan diteliti, bila pembakaran kurang sempurna, akan dihancurkan oleh pengrajin.[5] Setelah itu diberi glasir dan dibakar lagi dengan suhu yang lebih tinggi.[5] Pembakaran ini akan menghasilkan warna biru-kehijauan.[5] Keramik yang berhasil melewati proses glasir akan menghasilkan ilustrasi yang semi-transparan dan lebih terang. [5]
Warna dari keramik hijau ini juga bergantung pada faktor bahan, antara lain kandungan besi dalam tanah liat, bahan glasir yang terbuat dari besi-oksida, mangan-oksida dan kwarsa tingkat pembakaran dalam tungku.[9] Suhu tungku umumnya berada pada atau sekitar 1150 °C dan level oksigen dalam tungku diturunkan dalam beberapa tahap pembakaran.[9]
Bukti sejarah paling awal tentang teknik sanggam terdapat di ukiran di makam Mun Kong Yu yang berangka tahun 1159.[4] Dapat disimpulkan bahwa perkembangan teknik sanggam ada kaitannya dengan berkembangnya kerajinan alat perunggu.[4] Berbagai peralatan ritual agama Buddha seperti kundika (kendi air), vas bunga, dan pembakar dupa memiliki pola desain yang berwarna keperakan.[4] Semakin banyaknya peralatan yang menggunakan teknik ini menyebabkan keramik hijau dengan pola sanggam mencapai puncaknya di awal abad ke-13 dan terus diproduksi sampai akhir periode Goryeo (1392). [4]
Para pengrajin moderen merasa tidak mampu menciptakan karya yang benar-benar serupa dengan keramik asli Goryeo.[5] Ada yang menyimpulkan hal itu disebabkan karena para pengrajin Goryeo adalah penganut Buddha yang taat dan mendedikasikan jiwa mereka ke dalam hasil karya mereka.
Para pengrajin Goryeo menyebut keramik yang mereka hasilkan dengan istilah "pisaek cheongja" atau "keramik hijau warna rahasia" yang berwarna hijau-giok.[4]
Analisis ilmiah yang dilakukan oleh Vandiver (1991) menyatakan bahwa bahan pola yang direkatkan pada keramik hijau Goryeo asli bukanlah tanah liat hitam atau putih seperti yang banyak dipercaya selama ini, tapi bahan magnetit untuk pola hitam dan kwarsa untuk warna putih.[4] Mereka juga berhasil menguasai teknik sulit untuk membuat pola glasir merah dengan menggunakan tembaga-oksida dalam pemantauan pembakaran yang sangat teliti dalam tungku.[4]
Jenis-jenis
Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa jenis keramik hijau yang juga bermakna khusus:[1]:
- Cham-wae, jenis vas yang berbentuk buah melon.[10]
- Maebyeong, jenis vas yang berbahu lebar dan tinggi, melambangkan wanita. [11]
- Jubyeong, jenis vas berleher langsing dan panjang, melambangkan pria.[1]
- Kundika, jenis kendi air yang digunakan dalam ritual agama Buddha.[12]
Berdasarkan teknik pembuatannya:
- Sanggam cheongja ("keramik hijau sanggam"), keramik hijau dengan glasir dan teknik sanggam.
- Cheolsa cheongja ("keramik hijau glasir besi")
- Cheolhwa cheongja
- Jinsa cheongja
- Hwanggeum cheongja ("keramik hijau corak emas")
Tungku
Tungku yang digunakan untuk membakar keramik hijau dibuat dengan bentuk bertingkat (naik) dari batu bata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan udara dan nyala api ke arah atas lewat beberapa ruangan.[4] Keramik dibakar dalam suhu 1200-1300° C, dengan tinggi 8 meter dan lebar rata-rata dari 1,2 - 1,5 meter.[4] Pada awalnya tungku hanya memiliki sebuah ruangan namun berkembang menjadi beberapa buah ruangan dan menjelang abad ke-14, tungku-tungku dibangun dengan bahan tanah liat.[4]
Artefak keramik hijau banyak ditemukan di situs kuburan dan tungku di Buan (Jeolla Utara) dan Gangjin (Jeolla Selatan).[4] Tungku-tungku sengaja dibangun dekat pesisir pantai karena memiliki banyak pasokan tanah liat bagus dan kayu bakar, selain untuk memudahkan pengiriman lewat laut.[4]
Harta nasional dan artefak
Pada masa Goryeo, banyak keramik hijau yang dijadikan objek penguburan sehingga banyak peninggalan keramik hijau ditemukan utuh, terutama di wilayah Kaesong, Korea Utara.[4]
Pada saat penjajahan Jepang pada tahun 1910, banyak karya seni keramik hijau yang dibawa dan dikoleksi oleh kolektor barang antik Jepang.[5]
Pada tahun 2003, ribuan keramik hijau ditemukan di kedalaman perairan Pulau Bian, Gunsan. [13] Menurut penelitian keramik hijau tersebut serupa dengan keramik hijau yang ditemukan di situs kuburan nomor 27 dan 28 di Desa Yucheon, Kabupaten Buan, sehingga artefak ini kemungkinan besar berasal dari desa Yucheon.[13] Diperkirakan pada abad ke-12, setelah diberangkatkan dari pelabuhan Julpo, Yucheon, kapal pembawa keramik tersebut menuju ibukota (Gaegyeong) atau kota lain, namun mengalami musibah di tengah laut dan karam.[13] Artefak keramik hijau ini terdiri dari berbagai jenis peralatan seperti cawan dan mangkuk yang sebagian besar berpola, kemungkinan sebelum teknik sanggam ditemukan.[13] Selain itu ciri-cirinya adalah kasar dan tidak elegen, yang menunjukkan bahwa peralatan ini dibuat oleh pengrajin biasa.[13]
Pada tanggal 18 Mei 2007, seorang nelayan bernama Kim Yeong-cheol berlayar ke perairan Pulau Daeseom, dekat wilayah Taean di Provinsi Chungcheong Utara untuk menangkap gurita..[14] Dari sana ia menemukan seekor gurita yang menjepit piring keramik hijau Goryeo.[14] Penemuan yang tidak disengaja ini mengarah kepada pencarian bangkai kapal Goryeo yang mengangkut keramik hijau dan dalam program yang dinamakan Proyek Taean.[14]
Sebagian besar artefak yang ditemukan adalah keramik hijau namun beberapa perabotan lain juga ditemukan.[14] Walaupun berbeda pola dan warna, seluruh keramik hijau yang ditemukan kemungkin diproduksi pada abad ke-12 di Kabupaten Gangjin, Jeolla Selatan, yang merupakan pusat produksi saat itu.[14] Barang-barang yang ditemukan merupakan keramik yang berkualitas tinggi yang mengindikasikan bahwa perabotan tersebut diproduksi untuk istana atau kaum bangsawan.[14]
Harta Nasional Nomor 68
Cheongja-unhak-sanggam-mun-maebyeong adalah sebuah jenis maebyeong yang dikenal sebagai keramik hijau sanggam paling bermutu sehingga dijadikan sebagai Harta Nasional Korea Selatan Nomor 68.[15] Maebyeong ini berukuruan tinggi 42,1 cm yang membuatnya sebagai vas keramik hijau antik terbesar di Korea.[15] Di permukaannya diberi ilustrasi burung bangau yang dikelilingi lingkaran hitam dan putih.[15] Pola burung bangau berwarna putih dan mata serta sayap dan kakinya berwarna hitam.[15] Keramik ini pernah menjadi koleksi Chun Hyung-pil.[15] Chun membeli keramik ini seharga 20.000 Won dari seorang broker Jepang di tahun 1935.[15] Kini, keramik ini tersimpan di Museum Seni Gansong di Seoul.[15]
Galeri
-
Harta Nasional Nomor 95
-
Kundika
-
Vas
-
Harta Nasional Nomor 61
Referensi
- ^ a b c d e (Inggris)About Korean Celadon, koreanarts. Diakses pada 17 April 2010.
- ^ a b (Inggris)Nahm. Ph. D, Andrew (2009). A Panorama of 5000 Years: Korean History. Hollym International Corp, Elizabeth, New Jersey. ISBN 0-930878-68-X.
- ^ (Inggris)Kang, Kyung-suk (2008). Korean Ceramics. Korea Foundation. ISBN 89-86090-30-9.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Inggris)Pak, Young Sook (2003). Earthenware and Celadon. Laurence King Publishing. ISBN 1-85669-360-0.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris)KOREAN CELADON POTTERY, zanzibarart. Diakses pada 17 April.
- ^ (Inggris)Gangjin Celadon, Home of "the finest celadon under heaven, gangjinceladon. Diakses pada April 2010
- ^ (Inggris)Korean Ceramics, Its History and Evolution, visitkorea. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ (Inggris)Goryeo Celadon, daegu. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ a b c d (Inggris)Goryeo Celadon, metmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ (Inggris)Melon-shaped celadon vase, britishmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ (Inggris)Maebyeong, metmuseum. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ (Inggris)Treasure of Goryeo Metalwork: Kundika with Inlaid Design, koreana. Diakses pada 19 April 2010.
- ^ a b c d e (Inggris)Jeonju Museum - Celadon Porcelain Excavated from Bian-do, emuseum. Diakses pada 21 April 2010.
- ^ a b c d e f (Inggris) Moon Whan-suk (2008). "Treasure of Goryeo Celadon Recovered from the Sea" (PDF). Koreana. 22 (1). Diakses tanggal 26 April 2010.
- ^ a b c d e f g (Inggris)National Treasure No. 68, kbs. Diakses pada 21 April 2010.
Pranala luar
- (Inggris)Sky Recreated on Earth