Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir

Revisi sejak 28 Oktober 2006 13.58 oleh Erius (bicara | kontrib) (Wikifikasi)

Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (bahasa Inggris: Nuclear Non-Proliferation Treaty) adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat (187) mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang mungkin memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat.

Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

Keanggotaan

• Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia.

• Pertama kali terbuka untuk penandatanganan pada 1 Juli 1968 di New York.

• Mulai berlaku sejak 5 Maret 1970 setelah diratifikasi oleh Inggris, Uni Soviet, Amerika Serikat, dan 40 negara lainnya.

• Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat.

Negara-negara Anggota

Negara-negara yang sampai saat ini masih terikat dengan perjanjian ini ialah :

  1. Afghanistan
  2. Albania
  3. Algeria
  4. Andorra
  5. Angola
  6. Antigua dan Barbuda
  7. Argentina
  8. Armenia
  9. Australia
  10. Austria
  11. Azerbaijan
  12. Bahama
  13. Bahrain
  14. Bangladesh
  15. Barbados
  16. Belarus
  17. Belgium
  18. Belize
  19. Benin
  20. Bhutan
  21. Bolivia
  22. Bosnia dan Herzegovina
  23. Botswana
  24. Brazil
  25. Brunei
  26. Bulgaria
  27. Burkina Faso
  28. Burundi
  29. Kamboja
  30. Kamerun
  31. Canada
  32. Cape Verde
  33. Republik Afrika Tengah
  34. Chad
  35. Chile
  36. Republik Rakyat Tiongkok
  37. Republik China1
  38. Colombia
  39. Komoro
  40. Republik Demokrasi Kongo
  41. Republik Kongo
  42. Costa Rica
  43. Côte d'Ivoire
  44. Kroasia
  45. Cuba
  46. Cyprus
  47. Republik Ceko
  48. Denmark
  49. Djibouti
  50. Dominica
  51. Dominican Republic
  52. Timor Timur

53. Ecuador 54. Egypt 55. El Salvador 56. Equatorial Guinea 57. Eritrea 58. Estonia 59. Ethiopia 60. Fiji 61. Finland 62. France 63. Gabon 64. The Gambia 65. Georgia 66. Germany 67. Ghana 68. Greece 69. Grenada 70. Guatemala 71. Guinea 72. Guinea-Bissau 73. Guyana 74. Haiti 75. Holy See (Vatican City) 76. Honduras 77. Hungary 78. Iceland 79. Indonesia 80. Iran 81. Iraq 82. Ireland 83. Italy 84. Jamaica 85. Japan 86. Jordan 87. Kazakhstan 88. Kenya 89. Kiribati 90. North Korea 91. South Korea 92. Kuwait 93. Kyrgyzstan 94. Laos 95. Latvia 96. Lebanon 97. Lesotho 98. Liberia 99. Libya 100. Liechtenstein 101. Lithuania 102. Luxembourg 103. Macedonia 104. Madagascar 105. Malawi 106. Malaysia 107. Maldives 108. Mali 109. Malta 110. Republic of the Marshall Islands 111. Mauritania 112. Mauritius 113. Mexico 114. Federated States of Micronesia 115. Moldova 116. Monaco 117. Mongolia 118. Morocco 119. Mozambique 120. Myanmar 121. Namibia 122. Nauru 123. Nepal 124. Netherlands 125. New Zealand 126. Nicaragua 127. Niger 128. Nigeria 129. Norway 130. Oman 131. Palau 132. Panama 133. Papua New Guinea 134. Paraguay 135. Peru 136. Philippines 137. Poland 138. Portugal 139. Qatar 140. Romania 141. Russia2 142. Rwanda 143. Saint Kitts and Nevis 144. Saint Lucia 145. Saint Vincent and the Grenadines 146. Samoa 147. San Marino 148. São Tomé and Príncipe 149. Saudi Arabia 150. Senegal 151. Serbia and Montenegro3 152. Seychelles 153. Sierra Leone 154. Singapore 155. Slovakia 156. Slovenia 157. Solomon Islands 158. Somalia 159. South Africa 160. Spain 161. Sri Lanka 162. Sudan 163. Suriname 164. Swaziland 165. Sweden 166. Switzerland 167. Syria 168. Tajikistan 169. Tanzania 170. Thailand 171. Togo 172. Tonga 173. Trinidad and Tobago 174. Tunisia 175. Turkey 176. Turkmenistan 177. Tuvalu 178. Uganda 179. Ukraine 180. United Arab Emirates 181. United Kingdom 182. United States 183. Uruguay 184. Uzbekistan 185. Vanuatu 186. Venezuela 187. Vietnam 188. Yemen4 189. Zambia 190. Zimbabwe


Catatan: 1. Republik China di Taiwan termasuk negara yang pertama menandatangani NPT, namun dikeluarkan dari PBB pada tahun 1971. Walaupun Taiwan tidak lagi tergabung dalam PBB, Pemerintah Taiwan menyatakan tetap akan ikut dalam perjanjian tersebut. 2. Sejak masih berbentuk Uni Soviet. 3. Sejak masih berbentuk Yugoslavia. 4. Sejak masih berbentuk Republik Arab Yaman dan Republik Demokrasi Rakyat Yaman.

Keluar Dari Perjanjian

Pasal X membolehkan sebuah negara untuk mundur dari perjanjian jika terjadi “hal-hal penting, yang berhubungan dengan subjek perjanjian ini, telah mengacaukan kepentingan utama negara tersebut”, memberikan pemberitahuan 3 bulan sebelumnya. Dan negara tersebut harus memberikan alasannya keluar dari perjanjian ini.

Negara-negara anggota NATO mengatakan jika salah satu negara anggotanya berperang, maka perjanjian ini tidak lagi berlaku. Artinya negara tersebut dapat keluar tanpa pemberitahuan. Argumen ini dibutuhkan untuk mendukung kesepakatan “senjata nuklir bersama” NATO, namun sebenarnya bertolakbelakang dengan Perjanjian Non-Proliferasi ini.

Isi Perjanjian

Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

1. Pokok Pertama: Non-Proliferasi

Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir:

Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.

Kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap “berbahaya”. Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya” tersebut.

2. Pokok Kedua : Perlucutan

Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan “…Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif.” Dalam Pasal I, negara-negara pemilik senjata nuklir (NWS) menyatakan untuk tidak “membujuk negara non-Nuklir manapun untuk…mendapatkan senjata nuklir.” Doktrin serangan pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai bujukan / godaan oleh negara-negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa negara manapun dapat mundur dari perjanjian jika mereka merasakan adanya “hal-hal aneh”, contohnya ancaman, yang memaksa mereka keluar.

3. Pokok Ketiga : Hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.

Karena sangat sedikit dari negara-negara NWS dan negara-negara pengguna energi nuklir yang mau benar-benar membuang kepemilikan bahan bakar nuklir, pokok ketiga dari perjanjian ini memberikan negara-negara lainnya kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, namun dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak mungkin mengembangkan senjata nuklir.

Bagi beberapa negara, pokok ketiga perjanjian ini, yang memperbolehkan penambangan uranium dengan alasan bahan bakar, merupakan sebuah keuntungan. Namun perjanjian ini juga memberikan hak pada setiap negara untuk menggunakan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan karena populernya pembangkit tenaga nuklir yang menggunakan bahan bakar uranium, maka perjanjian ini juga menyatakan bahwa pengembangan uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan. Pengembangan uranium secara damai dapat dianggap sebagai awal pengembangan hulu ledak nuklir, dan ini dapat dilakukan dengan cara keluar dari NPT. Tidak ada negara yang diketahui telah berhasil mengembangkan senjata nuklir secara rahasia, jika dalam pengawasan NPT.

Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, perjanjian Non-Proliferasi bekerja sebagaimana mestinya.

Mohamed ElBaradei, ketua Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), mengatakan bahwa jika negara-negara itu mau, 40 negara dapat mengembangkan sebuah bom nuklir.

Pranala luar