Gereja Katolik Yunani Ukraina

gereja di Ukraina

Gereja Katolik Yunani Ukraina (bahasa Ukraina: Українська Греко-Католицька Церква)), adalah salah satu Gereja pewaris Agama Kristen yang diperkenalkan oleh Adipati Agung Vladimir, pemimpin Kiev, pada 988. Gereja Katolik Yunani Ukraina merupakan yang terbesar dari Gereja-Gereja Katolik partikular Ritus Timur sui iuris dalam persekutuan penuh dengan Tahta Suci, dan bertanggung jawab langsung pada Sri Paus.

Primat Gereja Katolik Yunani Ukraina, dalam persekutuan penuh dengan Sri Paus, mengemban jabatan sebagai Uskup Agung Mayor Kiev-Halych dan Seluruh Rus, meskipun para hierark Gereja ini menyatakan primat mereka sebagai seorang "patriark" dan telah meminta pengakuan dan pengangkatannya oleh Sri Paus. Gereja ini turut menyebar bersama para perantau Ukraina, dan kini memiliki 40 hierark pada selusin negara di empat benua, termasuk 3 Metropolitan masing-masing di Polandia, Amerika Serikat, dan Kanada. Kepala Gereja Katolik yunani Ukraina sejak Maret 2011 adalah Uskup Agung Mayor Sviatoslav Shevchuk.

Di Ukraina sendiri, Gereja Katolik Yunani Ukraina tergolong kaum minoritas, menempati tempat kedua jauh di bawah Gereja Ortodoks Timur yang dianut Mayoritas rakyat negara itu. Gereja Katolik Yunani Ukraina merupakan organisasi keagamaan terbesar kedua di Ukraina dilihat dari jumlah komunitasnya. Dari segi jumlah jamaah, Gereja Katolik Yunani Ukraina menempati urutan ketiga di bawah Gereja Ortodoks Ukraina (Patriarkat Moskow), dan Gereja Ortodoks Ukraina (Patriarkat Kiev). Saat ini, Gereja Katolik Yunani Ukraina mendominasi tiga oblast barat Ukraina, tetapi merupakan minoritas di daerah lain.

Sejarah

Prapersatuan Brest

Tidak ada Gereja Katolik di Ukraina sampai Persatuan Brest di akhir abad ke-16, tetapi akarnya dapat ditelusuri sampai pada permulaan kristenisasi Bangsa Rus di abad pertengahan. Wilayah yang sekarang disebut Ukraina pertama kali bersentuhan dengan Agama Kristen melalui para misionaris dari Bizantium. Misi Santo Kiril dan Metodius memiliki arti penting karena mereka menciptakan abjad Kirilik yang memudahkan meluasnya peribadatan dalam Bahasa Gereja Slavonika Kuna. Pengaruh Yunani berlanjut sampai Skisma Akbar, tatkala Gereja Ruthenia (Rusin) menentukan keberpihakannya, dan menjadi menjadi Ortodoks.

Setelah Kiev diinvasi Bangsa Mongol pada abad ke-13, Metropolitan Kiev pindah ke Vladimir pada 1299. Sekitar 1326, Metropolitan Kiev menetap di Moskow, dan sekitar 1328 mengganti gelarnya dari Metropolitan Kiev menjadi Metropolitan Moskow. Tradisi legal Gereja Ruthenia tersendiri, yang berbeda dari tradisi Gereja di Kadipaten Agung Lithuania, dirumuskan dalam keputusan Konsili Seratus Bab ('Stoglav'), konsili pertama dalam Gereja Rusia pada 1448, yang disusul pembagian resmi Gereja Bangsa Rus menjadi Metropolia Rusia (Moskow) dan Metropolia Ruthenia (Kiev) pada 1453.

Persatuan Brest

Situasi ini bertahan cukup lama, dalam periode itu kawasan yang sekarang merupakan berada di Ukraina Barat dan Tengah dikuasai Persemakmuran Polandia-Lithuania. Raja Polandia Sigismund III Vasa sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan Kontra-Reformasi dan ingin mendongkrak populasi Katolik di Ukraina. Sementara itu para klerus di daerah-daerah Ruthenia dikendalikan dari jauh oleh Konstantinopel, dan sebagian besar rakyat lebih menunjukkan kesetiaan pada Ortodoksi daripada Raja Katolik mereka. Timbul penindasan terhadap kaum Ortodoks, dan di bawah tekanan penguasa Polandia para klerus Gereja Ruthenia menerima Persatuan Brest pada 1595, memutuskan hubungan dengan Patriark Konstantinopel dan bersatu dengan Gereja Katolik disponsori pemimpin persemakmuran, Sigismund III Vasa, dengan maksud menghentikan penindasan. Tidak semua anggota Gereja Yunani di negeri itu menerima Persatuan Brest, maka terbentuklah Gereja Katolik Ukraina yang terpisah dengan Gereja Ortodoks Ukraina di tanah Ukraina dan Belarusia. Akibat kerusuhan, Metropolitan Gereja Katolik Yunani Kiev meninggalkan Kiev pada abad ke-17 dan pindah ke Navahrudak (sekarang termasuk Belarusia) dan Vilna di Lithuania.

Periode Ruthenia pertengahan

Sementara itu, bagi Gereja Katolik Ukraina di Kiev, kekosongan jabatan Metropolitan Kiev pada tahun 1299 dengan segera diisi tempatnya dengan dibentuknya Metropolia Halych untuk Rus Selatan pada tahun 1303. Pada tahun 1352, Metropolitan Halych bagi Ukraina mulai kembali berkedudukan di Kiev; sejak saat itu Gereja Kiev dipimpin oleh Metropolitan Kiev-Halych dan Seluruh Rus. Metropolitan Moskow menentang pembentukan Metropolia di Halych/Kiev ini. Gereja ini membawahi sebahagian besar daerah Kadipaten Agung Lithuania, seringkali dari kota Navahrudak di Belarusia sekarang ini. Antara tahun 1054 dan 1448, Gereja Ruthenia ini secara berkesinambungan mengutus wakil-wakil mereka ke konsili-konsili ekumenis yang diserukan Paus Roma, namun juga pasrah pada tekanan yang makin meningkat dari Gereja induknya di Konstantinopel untuk keluar dari persekutuan dengan Uskup Roma. Ada dukungan sebagian pihak dari kalangan Gereja Ukraina dan Belarusia atas persatuan yang diikrarkan dalam Konsili Florence, namun tidak ada perwakilan yang diutus ke Konsili Katolik Trente pada tahun 1545.

Era persaingan dan perpecahan Katolik-Ortodoks

Di Ukraina dan Belarusia, yang saat itu dikuasai Lithuania dan Polandia setelah kemunduran kerajaan Rus yang berpusat di Ukraina, kenangan akan Konsili Florence menghasilkan Persatuan Brest (Berest') pada tahun 1596, yang mempersatukan Gereja Ruthenia di negeri Ukraina dan Belarusia (dalam wilayah persemakmuran Polandia-Lithuania) dengan Paus Roma. Persatuan ini tidak diterima semua anggota Gereja Yunani di negeri itu, sehingga berdirilah Gereja Katolik Ukraina dan Gereja Ortodoks Ukraina yang terpisah sejak saat itu di negeri Ukraina dan Belarusia. Karena tindak kekerasan, Metropolitan Gereja Katolik-Yunani Kiev meninggalkan Kiev pada awal tahun 1600-an dan menetap di Navahrudak dan Wilno, Belarusia.

Periode Ukraina

Langkah final kemandirian Gereja Katolik Ukraina dipengaruhi oleh perkembangan Bahasa Ruthenia pertengahan menjadi Bahasa Ukraina yang terpisah dari Bahasa Belarusia sekitar tahun 1600 sampai 1800. Dengan adanya penindasan keras bagi kaum Ortodoks selama dua abad kepemimpinan Polandia, pengaruh Gereja Katolik Ukraina atas masyarakat Ukraina sangat besar sehingga sangat sulit bagi seseorang untuk tetap menjadi Ortodoks.

Setelah pemisahan Polandia, teritorial Gereja Katolik Ukraina sebahagian besar dibagi antara Rusia dan Austria. Di bagian yang dikuasai Rusia, yang mencakup Volhynia dan Podolia, hanya masyarakat di kawasan paling Timur yang dengan segera dan sukarela kembali menjadi Ortodoks. Awalnya, para pejabat Rusia bersikap sangat toleran terhadap Gereja Katolik Ukraina dan mengijinkannya berkarya (para pejabat Rusia menyebut mereka kaum Basilian). Akan tetapi dalam waktu singkat para klerus terbagi menjadi kelompok yang pro-Katolik dan kelompok yang pro_Rusia, kelompok yang pertama cenderung beralih ke Katolisisme Ritus latin, sedangkan kelompok yang satunya lagi dibawah pimpinan Uskup Josef Semashko dengan tegas ditolak oleh sinode Gereja Katolik Ukraina yang berkuasa dan yang masih sangat dikendalikan oleh para klerus pro-Polandia, sementara para pejabat Rusia menolak untuk campur tangan. Situasi berubah drastis setelah Rusia berhasil menekan pemberontakan Polandia tahun 1831 yang bertujuan meruntuhkan kendali Rusia atas teritorial Polandia. Karena pemberontakan itu didukung secara aktif oleh Gereja Katolik Ukraina, maka Gereja itu terancam pecah. Para anggota sinode yang pro-Latin disingkirkan dan Gereja ini mulai terdisintegrasi dengan peralihan paroki-parokinya di Volhynia menjadi Ortodoks termasuk peralihan biara Pochaiv Lavra yang terkenal itu pada tahun 1833. Sinode Polotsk (Belarusia Modern) pada tahun 1839 di bawah kepemimpinan Uskup Josef Yamashko membubarkan Gereja Katolik Ukraina dalam Kekaisaran Rusia, dan semua propertinya dialihkan kepada Gereja Negara yang Ortodoks.

Pembubaran Gereja Katolik Ukraina di Rusia dirampungkan pada tahun 1875 dengan dihapuskannya Eparki Kholm.[1]

Abad ke-19 : Periode Ukraina Barat

Dengan tereliminasinya umat Katolik Ruthenia di teritorial Kekaisaran Rusia selama tahun 1800-an, Paus Roma menganugerahkan wewenang semi-patriarkat dari Keuskupan Agung Utama Kiev-Halych bagi Metropolitan Lviv (Lemberg) yang berada dalam wilayah kekaisaran Austria-Hongaria pada tahun 1803. Keuskupan-keuskupan sufragannya mencakup Ivano-Frankivsk (di kemudian hari disebut Stanislav) dan Przemyśl (Peremyshl). Pada akhir abad itu, umat beriman dari Gereja ini mulai beremigrasi ke Amerika Serikat, Kanada, dan Brazil.

Dalam kawasan yang dikuasai Austria dan polandia, yang mencakup Galicia (sekarang Lviv, Ivano-Frankivsk dan bagian-bagian dari oblast Ternopil), umat Ruthenia (Ukraina) Katolik Timur berada di bawah dominasi umat Katolik-Latin Polandia. Austria menganugerahi kesetaraan dalam hukum bagi Gereja Katolik Timur dan menyingkirkan pengaruh Polandia. Hasilnya, dalam wilayah Galicia yang dikuasai Austria selama abad berikutnya Gereja Katolik Ukraina berhenti menjadi boneka dari kepentingan-kepentingan asing dan menjadi kekuatan budaya utama dalam masyarakat Ukraina. Tren-tren budaya asli Ukraina yang mandiri (misalnya Rusynophilia, Russophilia dan kemudian Ukrainophilia) tumbuh dari dalam jenjang-jenjang Gereja Katolik Ukraina. Bagi banyak orang, Austria dianggap telah menyelamatkan umat Ukraina dan Gereja mereka dari bangsa Polandia.

Abad ke-20 : Penindasan dan Internasionalisasi

Umat Katolik-Yunani Uraina berada di bawah pemerintahan bangsa Polandia, Hungaria, Romania dan Cekoslowakia seusai Perang Dunia I. Sebelumnya, di bawah pemerintahan Austria, Gereja Katolik-Yunani Ukraina berhasil membina semacam karakter kebangsaan Ukraina yang kuat sehingga dalam perang Polandia (antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II), umat Katolik-Yunani di Galicia dianggap oleh kaum nasionalis Polandia dan negara-negara Katolik sebagai kaum yang kurang dapat dipercaya dibandingkan dengan kaum Ortodoks di Volhynia. Dengan menjalankan Polandiasasi di seluruh teritorial Timurnya, Polandia berusaha melemahkan Gereja Katolik-Yunani Ukraina dengan segala macam cara. Pada tahun 1924, setelah mengunjungi jemaah Katolik Ukraina di Amerika Utara dan Eropa Barat, Kepala Gereja Katolik-Yunani Ukraina ditolak untuk kembali ke Lviv sampai beberapa waktu lamanya. Para imam Polandia dipimpin uskup-uskup mereka mulai menjalankan karya misi di antara umat beriman Ritus Timur, dan pembatasan-pembatasan administratif ditetapkan bagi Gereja Katolik-Yunani Ukraina. [1]

Akibat Perang Dunia II, umat Katolik Ukraina berada di bawah kekuasaan Uni Soviet dan Rejim -rejim Blok Soviet, yang —dengan memperalat kedudukan dari beberapa orang klerus saja— menyelenggarakan suatu sinode di Lviv (Lvov) dan meniadakan Persatuan Brest. Sementara itu secara resmi seluruh properti gereja dialihkan kepada Gereja Ortodoks Rusia, beberapa orang klerus bergerak di bawah tanah. Gereja katakombe ini sangat didukung oleh umat diaspora yang terbentuk oleh emigrasi besar-besaran ke belahan Bumi bagian Barat, yang dimulai sejak tahun 1870-an. Penindasan yang timbul mendorong pembentukan kembali paroki-paroki ke arah Timur di seluruh Ukraina, dan penyebaran lebih lanjut dari Gereja ini ke Rusia (khususnya Siberia dan Kazakhstan).

Bagi para klerus yang bergabung dengan Gereja Ortodoks pemerintah Soviet menahan diri untuk melakukan penganiayaan berskala besar atas agama yang terjadi di mana-mana di negeri itu. Di kota Lviv saja, hanya satu gereja yang ditutup. Kenyataannya keuskupan-keuskupan kawasan Barat yakni Lvov-Ternopol dan Ivano-Frankovsk adalah keuskupan-keuskupan terbesar Republik Sosialis Uni Soviet. Hukum Kanonik juga dilonggarkan bagi para klerus yakni mengizinkan mereka untuk mencukur janggut (suatu praktek yang tidak lazim dalam Gereja Ortodoks) serta menyelenggarakan liturgi dalam bahasa Ukraina bukannya Bahasa Slavia.

Meskipun demikian pada tahun 1989, pada puncak reformasi liberalisasi Gorbachev, Gereja Katolik-Yunani Ukraina keluar dari katakombe-katakombe dan mendapati kenyataan betapa tercerai-berainya mereka dengan hampir seluruh paroki pra-1946-nya menjadi bagian Gereja Ortodoks. Gereja Katolik Ukraina, yang didukung secara aktif oleh organisasi-organisasi nasionalis, mengambil sikap tanpa kompromi dalam pengembalian properti dan paroki-parokinya yang hilang. Menurut seorang imam Katolik-Yunani "bahkan seandainya seisi desa kini Ortodoks dan hanya satu warganya yang Katolik-Yunani, maka (gedung) gereja adalah milik si Katolik karena gereja itu dibangun oleh kakek-neneknya dan kakek-nenek buyutnya"[2] Pemerintah Soviet yang sudah lemah tidak mampu mengendalikan situasi dan kebanyakan paroki di Galicia beralih ke bawah kendali kaum Katolik-Yunani selama persaingan antar-Gereja besar-besaran yang kerap diiringi bentrok kekerasan antar jemaah akibat dorongan para pemimpin agama dan politik mereka.[3] Ketegangan-ketegangan ini mengakibatkan retaknya hubungan antara Patriark Moskow dan Sri Paus.


Kini Gereja ini memiliki 3 sampai 5 juta pendukung di teritorial Ukraina. Di seluruh dunia, jemaahnya kini berjumlah sekitar 6 sampai 10 juta jiwa, membentuk Gereja Katolik terbesar kedua sesudah mayoritas Gereja Latin.

Pada tahun 2000-an, mulai dirancang pemindahan tahta keuskupan utama dalam Gereja Katolik Ukraina kembali ke lokasi historisnya di ibukota Ukraina Kiev; akan tetapi, langkah ini dinilai kontroversial oleh beberapa umat Katolik Ukraina, yang menganggap Lviv di Ukraina Barat sebagai basis pertahanan Katolisisme Ukraina yang sejati, yang telah mendukung dan melindungi Gereja Katolik Ukraina selama masa-masa pembantaian dan penindasan yang begitu lama. Oleh karena itu pemindahan Gereja Katolik Ukraina ke Kiev dilakukan dengan nuansa politis dalam Gereja ini. Isu ini telah menimbulkan banyak kontroversi dalam Gereja Katolik Ukraina Modern dan sangat ditentang oleh Gereja Ortodoks Ukraina dari Patriarkat Moskow dan komuni Ortodoks Timur, yang bagi mereka menjadi suatu hambatan besar dalam hubungan mereka dengan Vatikan.


Administrasi

Berkas:A cathedral under construction.jpg
Konstruksi kantor pusat dan katedral baru di Kiev.

Gereja Katolik Yunani Ukraina memindahkan pusat administrasinya dari Ukraina Barat Lviv ke katedral yang baru di Kiev pada 21 Agustus 2005. Gelar Kepala Gereja juga berubah dari Uskup Agung Mayor Lviv menjadi Uskup Agung Mayor Kyiv dan Halych.

Kuria Gereja Katolik Yunani Ukraina adalah perpanjangan tangan Yang Berbahagia Sviatoslav Shevchuk, Kepala Gereja Katolik Yunani Ukraina, Uskup Agung Mayor Kyiv dan Halych, yang mengatur dan mendorong kegiatan umum Gereja ini di tengah-tengah masyarakat Ukraina dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, kebijakan, budaya, dan lain-lain. Kuria menggerakkan struktur Gereja, menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan Gereja-Gereja serta lembaga-lembaga kemasyarakatan utama di bidang keagamaan dan sosial guna mengimplementasikan Ajaran Sosial Gereja Katolik dalam kehidupan sehari-hari.

Eparki-eparki dan yurisdiksi-yurisdiksi teritorial lainnya dari Gereja Katolik Yunani Ukraina yang ada saat ini adalah:

* Bertanggung jawab langsung pada Tahta Suci

Pada 2008, Gereja Katolik Yunani Ukraina diperkirakan beranggotakan 4.284.082 umat, 43 uskup, 4.175 paroki, 2.657 imam praja, 379 imam biarawan, 842 biarawan, 1.547 biarawati, 113 diakon, dan 692 pelajar seminari.[4]

Pranala luar

Rujukan

  1. ^ Magosci, P. (1989). Morality and Reality: the Life and Times of Andrei Sheptytsky. Edmonton, Alberta: Canadian Institute of Ukrainian Studies, University of Alberta. 
  2. ^ Andrew Wilson, The Ukrainians: Unexpected Nation, p. 246, Yale University Press, 2002, ISBN 0-300-09309-8
  3. ^ Nathaniel Davis, A Long Walk to Church: A Contemporary History of Russian Orthodoxy, p. 75, Westview Press, 2003, ISBN 0-8133-4067-5
  4. ^ Ronald Roberson. "The Eastern Catholic Churches 2008" (PDF). Catholic Near East Welfare Association. Diakses tanggal April 26, 2010.  Informasi bersumber dari Annuario Pontificio edisi 2008.