Teologi Penciptaan merupakan paham penciptaan yang menyangkut kepeduliaan manusia akan keberadaannya, sejauh keedulian ini mengandung pertanyaan'dari mana' dan meluas sampai mencakup kosmos dan sejarah.[1] Kitab pertama dalam Alkitab menyatakan pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1) dan kitab terakhir menyatakan penciptaan "langit yang baru dan bumi yang baru" (Wahyu 21:1). [2] Penciptaan kurang mendapat perhatian dalam khotbah, diskusi teologi, atau pun pengajaran. ".[2] Tema penciptaan baru akan dibahas dalam debat mengenai penciptaan dan evolusi. [2] Padahal temapenciptaan di dalam Alkitab memiliki arti teologi yang penting. [2] Selama berabad-abad orang Kristen menerima penciptaan yang tercatat dalam Alkitab sebagai karya Yang Maha Kuasa dalam ruang dan waktu.[2] Penciptaan sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi dalam kenyataan.[2] Sampai hari ini umat Kristen mengikrarkan pengakuan iman dalam ibadah bersama dan mengatakan "Aku percaya kepada Allah Bapa, Pencipta langit dan bumi."[2] Pengakuan iman ini mengasumsikan dunia ciptaan sebagai sebuah karya Allah yang transenden dan Sumber Kehidupan.[2] Allah berkenan mewahyukan diri, kodrat, dan kehendak-Nya dalam dunia ciptaan (Mazmur 19:2; Roma 1:20).[2] Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, maka dunia ciptaan tidak lagi memadai sebagai jalan untuk mengenal Allah dengan baik.[2]

.Kisah Penciptaan merupakan awal sejarah kehidupan manusia di dunia sekaligus salah satu bukti akan keberadaaan Allah di tengah-tengah kehidupan manusia. Kisah penciptaan masih diyakini manusia sebagai suatu kesaksian dan pengakuan iman.

Mite penciptaan di dunia timur dekat kuno

Agama dari dunia timur dekat kuno sangat menekankan theogony (asal para dewa) dalam penciptaan[3] Mite Enuma Elish di Babilonia memperlihatkan bagaimana Marduk membuat dunia baru menjadi tertib. [3] Dia menggunakan tubuh dari satu Tuhan untuk membentuk permukaan bumi, lain untuk membuat umat manusia. [3] Dewa baru mungkin masih akan lahir, pemimpin baru muncul, dan tatanan baru yang dibentuk. [3] Selama acara tersebut, Marduk memiliki sedikit, jika ada, kontrol. [3] Pada Priester menekankan finalitas penciptaan ketika Allah fokus pada hasil ciptaan, dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan. [3] Priester berbeda dengan politeisme Dekat Timur dalam pandangannya manusia dalam dunia ciptaan. [3] Beberapa ayat-ayat yang digunakan untuk menggambarkan penciptaan (1:26-28) manusia. [3] Manusia diciptakan untuk menguasai dunia yang dibuat menurut gambar Allah. [3] Allah menciptakan bumi adalah permukaan datar dengan kubah yang mencakup seperti mangkuk. [3] Kubah ini mencegah air di atasnya dari banjir ke atas bumi. [3] Di bawah bumi adalah jurang, tempat kacau gelap yang masih belum terbentuk. [3]

Konflik penciptaan terkait dewa. [3] Dalam Enuma Elish, misalnya, Tiamat menciptakan tujuh monster untuk berperang sementara Marduk menciptakan bumi dan bintang-bintang untuk mencegah pertempuran lebih lanjut. [3] Kadang-kadang, bahkan konflik yang disebabkan oleh penciptaan sebagai Atrahasis. [3] Namun dalam visi Priester, seluruh dunia "sangat baik".[3] Makhluk hidup menerima berkat Tuhan. [3] Umat manusia diciptakan menurut gambar Allah dan diberi kuasa atas seluruh ciptaan. [3] Tidak ada konflik antara makhluk. [3] Semua memiliki tempat dalam dunia yang dirancang untuk mereka. [3]

Penciptaan menurut Perjanjian Lama

Kitab Kejadian

Cerita penciptaan di dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2 tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda dan cara pengungkapan dan sumber cerita yang dipakai oleh masih-masing nas tidak sama.[4] Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[4] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 2 diambil dari suatu sumber yang lain yaitu Yahwis yang berasal dari zaman raja-raja.[4] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[4] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[4]

Penciptaan menurut Priester

Cerita penciptaan dalam kisah ini dimulai dari sekelompok imam Israel (Priester) yang memelihara cerita tradisional dengan hati-hati, hukum,dan tulisan-tulisan lain yang orang Israel telah berkembang selama berabad-abad.[3] Priester memelihara tulisan-tulisan selama pengasingan sekitar 550-500 SM untuk menjamin bahwa iman Israel tidak akan melupakan hal itu. [3]

Meskipun cerita penciptaan menggunakan metafora dalam Himne penciptaan, Priester lebih bergantung pada logika dan struktur untuk menyampaikan pesannya. [3] Struktur mengungkapkan proses yang teratur di mana Allah menciptakan dunia. [3] Hal ini jelas bahwa Tuhan mempunyai rencana yang komprehensif untuk penciptaan dan setiap bagian dari yang sederhana sampai keseluruhan secara harmonis. [3] Allah bergerak dari bumi ke makhluk tertentu yang akan mengisi bumi. [3] Ciptaan-Nya dimulai dengan massa kacau dan kemajuan langkah demi langkah dari kekacauan pada penciptaan ruang kerja, untuk objek yang mati, untuk organik yang hidup, dan akhirnya pada manusia. [3]

Allah adalah transenden, di mana Dia berada di luar dan di atas ciptaan-Nya. Dia bekerja sendiri. [3] Jadwal kerja-Nya selama enam hari teratur dan mengambil hari ketujuh untuk beristirahat sebagai tanda bahwa karya-Nya telah selesai. [3] Dalam struktur enam hari yang sederhana, Allah mengatur karyanya dengan caranya sendiri yang logis. [3] Pada tiga hari pertama, ia menciptakan sebuah rancangan dasar kosmos: pertama langit, maka air, dan kemudian lahan kering.[3] Pada hari-hari keempat, kelima, dan keenam, ia menciptakan penduduk wilayah ini: pertama matahari dan bulan, maka ikan dan burung, dan akhirnya hewan dan manusia. [3] Setelah setiap ciptaan, ia mampu berdiri kembali dan menilainya sebagai baik. [3]Dia menciptakan terutama oleh Friman, sebuah metode yang menunjukkan kekuatan luar biasa-Nya. [3] Tidak ada lain yang di dunia bisa membawa seluruh dunia menjadi ada hanya dengan berbicara sepatah kata pun. [3] Tuhan juga memanifestasikan kuasa-Nya dengan memisahkan cahaya dari kegelapan, langit dari hari-hari kegiatan. [3]

Akhirnya, Priester menekankan konsistensi logis dari metode Allah dengan pengulangan dari tujuh frase yang menggambarkan proses Tuhan menggunakan: 1) "Tuhan berkata", 2) "Jadilah", 3) "dan jadi", 4) yang khusus karya penciptaan ; 5) penamaan Tuhan atau berkat dari makhluk tersebut; 6) Tuhan mengatakan bahwa semuanya itu baik, dan 7) "Jadilah petang dan pagi".[3] Hanya pola yang diberikan secara penuh. [3] Namun untuk kreasi lain, cukup menggunakan frase tersebut untuk menunjukkan bahwa pola ini diikuti setiap kali Allah menciptakan. [3]

Penciptaan menurut Yahwist

Cerita penciptaan di dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2 tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda dan cara pengungkapan cerita yang dipakai oleh masih-masing nas tidak sama.[4] Dalam Kejadian 1 dan 2penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. Kejadian 1 dan Kejadian 2 berasal dari dua sumber yang berbeda.[4] Carita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[4] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalamKejadian 2 diambil dari suatu sumber yang lain yaitu Yahwis yang berasal dari zaman raja-raja.[4] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[4] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[4] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[4]

Sumber cerita Yahwist berusaha memberikan keterangan tentang hal-hal aneh yang ada di dunia ini.[5] Cerita semacam itu disebut cerita keterangan (aetiologis). Kitab Kejadian berisi cerita yang berbeda muatannya.[5] Misalnya, cerita dalam Kejadian 1 digambarkan suatu dunia yang basah, hijau, dan makmur. Cerita tersebut berbeda dengan cerita di dalam Kejadian 2:4b-7 memperlihatkan suasana dunia yang gersang.[5] Padang yang gersang itu disuburkan oleh ‘kabut yang naik... dan membahasi sampai ke seluruh permukaan (2:6).[5] Keadaan itu menjadi tempat manusia hidup.[5] Manusia adalah makhluk bumi, karena manusia terbentuk dari ‘debu tanah’ (bahasa Ibraninya, Adamah).[5] Manusia yang dibentuk oleh Allah, kemudian menjadi makhluk hidup ketika Allah menghembuskan nafas hidup kepadanya (2:7).[5]

Manusia ditempatkan dalam taman Eden dengan suatu tanggung jawab. Dalam taman Eden terdapat pohon pengetahuan yang baik dan buruk.[5] Pohon ini merupakan pohon pengetahuan segala sesuatu yang tidak terbatas.[5] Setiap orang yang memakan buah dari pohon itu, maka ia akan mengetahui segala sesuatu.[5] Manusia ingin mengetahui segala sesuatu yang tidak terbatas.[5] Apabila hal itu terjadi, maka manusia telah melanggar hak yang hanya menjadi milik Allah yaitu kekekalan.[5] Namun, pada akhirnya, manusia kalah terhadap pencobaan dan semua menjadi kacau.[5] Manusia menjadi makhluk yang memberontak terhada Sang Pencipta.[5] Manusia tidak mampu menerima bahwa pengetahuannya terbatas dan dirinya bukan pusat atas alam semesta.[5]

Mazmur

Kisah penciptaan yang diungkapkan dalam kitab Mazmur tentang perjuangan Allah melawan ular naga dan samudera raya sebagai lambang dari kekacauan, kegelapan, dan kematian pada zaman purba. [4] Mazmur 74: 13-15 tertulis bahwa “Engkau yang emmbelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepada dari ular-ular naga di atas muka air. [4] Engkaulah yang meremukkan kepada Lewitan, yang memberikannya menjadi makanan dari penghuni-penghuni pada gurun. [4] Engkaulah yang membelah mata air dan sungai-sungai. [4] Engkaulah yang mengeringkan sungai-sungai yang selalu mengalir”. [4] Mazmur 89:10-11 tertulis bahwa “ Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut pada waktu naik gelombang-gelombangnya. [4] Engkaulah juga yang meredakannya. Engkaulah yang meremukkan Rahab seperti orang terbunuh. [4] Dengan legenda-Mu yang kuat Engaku telah mencerai-beraikan musuh-Mu”. [4] Mazmur 104:6-8 tertulis bahwa “Dengan samudera raya Engkau telah menyelubungi bumi; air telah naik melampaui gunung-gunung. [4] Terhadap hadirat-Mu air itu melarikn diri: lari kebingungan terhadap suara guntut-Mu, naik gunung, turun lembah ke tempat yang Kau tetapkan bagi mereka”. [4] Mazmur –mazmur mengekspresikan aspek yang essensial dari kepercayaan yang ditimbulkan oleh karya penciptaan Alalh. [4] Pernyataan tentang penciptaan langit dan bumi tidak hanya terdapat dalam “ajaran” saja yang membahas soal-soal percaya, tetapi juga dalam penghayatan iman. [4] Dalammazmur karya penciptaan Allah diberitakan supaya umat memuji dan merayakan kekuasaan-Nya. [4] Hal itu biasanya terjadi dalam ibadah, sebab mazmur-mazmur biasa dibacakan, dinyanyikan, dan didoakan dalam ibadah. [4] Misalnya, Mamzur 33 menperlihatkan Allah yang meciptakan langit dan bumi oleh perkataan dan perbuatan-Nya (ayat 6), dipuji sebagai Allah yang setia (ay. 5), yang dari sorga memperlihatkan “semua anak manusia” (ay. 11) dan “mereka yang takut akan Dia” (ay. 18). [4] Dalam mazmur-mazmur menunjukkan perbuatan-perbuatan Allah yang besar, yang Ia lakukan dalam penciptaan -Nya, biasa disebut bersama-sama dengan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar, yang Ia lakukan dalam sejarah Israel. [4] Dalam mazur-mazmur penciptaan dan sejarah selamat berdiri berdampingan sebagai karya yang mengagumkan dari Yahwe, Allah Israel. [4]

Alkitab mengungkapkan bahwa di atas bumi ada air yang menjadi alas tempat kediaman Allah. [6] Air itu mendukung sorga (Mzm. 78:23). [6] Gambaran Israel mengenai bumi yaitu bumi terapung-apung di atas air samudera yang raksasa. [6] Bumi diibaratkan sebagai kapal selam yang berbentuk kubah yang besar dan berada di dalam lautan besar. [6] Langit diibaratkan sebagai tutup kubah yang menyelubungi bumi dan memisahkan bumi dari air. [6] Sekalipun bumi berada di dalam lautan besar, tetapi bumi kokoh, sebab Allah telah memberikan dasar alasnya.[6]

Ayub

Hal yang menjadi penekanan dalam kitab ini aialah Ayub dalam keluhan yang panjang dan terperinci meminta pertanggungjawaban kepada Allah terhada “mala petaka” yang menimpanya. [4] Allah menjawab keluhan Ayubu bukan dalam bentuk pertangungjawaban, melainkan dalam bentuk pernyataan hikmat melalui pertanyaan rhetorik. [4] Hal itu disebabkan, Allah tidak perlu memberikan pertangungjawaban kepada siapa pun juga terhadap pimpinan dan pemerintahan-Nya. [4] Dalam Ayub 38:4 tertulis “dimanakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? [4] Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengetahuan! [4] Siapakah yang telah menetapkan ukurannya? [4] ...”.Maksud Ayub menyebutkan mujizat penciptaan Allah ialah supaya mijizat penciptaan -Nya dapat berfungsi sebagai saksi-saksi-Nya, di mana Ayub sebagai pendakwa, mujizat penciptaan -Nya sebagai saksi. [4]

Dalam Ayub 28 meruakan suat “syair pengajaran“ yang berdiri sendiri dan yang baru kemudian, karena sebab-sebab yang tidak diketahui. [4] Secara formal “pihi-pujian akan hikamt” muncul sesudah berlangsung suatu diskusi yang hebat antara Ayub dan kawan-kawannya yakni Elifas, Bildad, dan Zofar. [4] Mereka saling menuduh dan saling mempersalahkan Ayub dengan mengatakan bahwa “malapetaka” yang menimpanya merupakan hukuman Allah atas dosa-dosanya.Namun, Ayub menolak penghakiman teman-temannya itu. [4] Dalam diskusi itu memperlihatkan pengetahuan manusia sangat terbatas. Di sini ia benar-benar memenuhi jalan buntu. [4]

Allah menjawab permintaan tanggung jawab dari Ayub melalui pernyataan hikmat. [4] Hikmat di sini diindikasikan dari rahasia penciptaan yaitu tatanan yang pada suatu pihak tercakup dalam penciptaan, tetapi pada pihak lain terlepas dari penciptaan dan berfungsi sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sesuatu yang tersembunyi bagi manusia dan hanya Allah yang mengetahuinya. [4] Ayat terakhirdalam Ayub 28 menjelaskan makna hikmat. [4] Hikmat berarti takun akan Tuhan yang berarti hormat akan Dia adalah hikmat. [4] Pengetahuan yang benar ialah menjauhi kejahatan dan segala ketidakbenaran. [4] Pengetahuan yang dimaksud di sini ialah akal budi. [4]


Penciptaan menurut PB

Dalam Perjanjian Baru ada beberapa nas yang membicarakan tentang penciptaan. [4] Pertama, Kisah Para Rasul 14:15-17 yang memuat pemberitaan rasul Paulus kepada orang-orang kafir di Listra yang menilai rasul Paulus sebagai “dewa yang turun di tengah-tengah mereka dalam rupa manusia”. [4] Pemberitaan ini bertolak dari keyakinan mereka terhadap Allah sebagai Pencipta langit dan bumi dan menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan seperti menurunkan hujan dari langit dan memberikan musim-musim subur kepada manusia. [4] Kedua, Kisah Para Rasul 17:22-31 berisi pemberitaan yang terkenal dari rasul Paulus di Athene terkait dengan tulisan “kepada Allah yang tidak dikenal” yang dilihatnya di sebuah mezbah kafir di kota itu. [4] Pemberitaan itu juga bertolak dari Allah sebagai Pencipta langit dan bumi. [4]

Roma

Surat Roma dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma menggunakan bahasa yang lain dari pada bahsa yang digunakannya dalam surat Kisah Para Rasul. [4] Dia menulis bahwa “kekuatan Allah yang kekal dan keilahian-Nya sejak penciptaan nampak dalam karya-karya-Nya. [4] Dengan kata lain, Paulus melakukan pendekatan terhadap orang-orang kafir dengan bertitik tolak dari Allah sebagai Pencipta langit dan bumi. [4]

Kolose

Kolose berisi hymnus yang memuliakan Kristus sebagai “perantara” penciptaan dan “penguasa” dari seluruh kosmos. [4] Paulus mempunyai maksud lain dalam penulisan hymnus itu. [4] Ia ingin suratnya sebagai alat untuk melawan penghormatan yang diberikan oleh orang-orang Kolose kepada penguasa-penguasa kosmis melalui pernyataan bahwa penguasa-penguasa kosmis itu diciptakan oleh Kristus sehingga mereka takhluk kepada-Nya. [4] [4] Dengan kata lain, hal hendak ditekankan oleh Paulus ialah bukan hanya Kristus sebagai “perantara” penciptaan, tetai juga kekuasaan Kristus melebihi penguasa-penguasa kosmis yang saat itu ditakuti oleh orang-orang Kolose. [4] Pemberitaan mengenai Kristus adalah “perantara” penciptaan yang sangat kuat dipengaruhi oleh paham Perjanjian Lama mengenai hikmat. [4] Hal yang hendak ditekankan Paulus, bukan menjelaskan peranan kristus dalam penciptaan, tetapi menekankan bahwa Kristus adalah “rahasia” penciptaan dan penciptaan didasarkan atas Dia. [4]


Persoalan teologis seputar penciptaan

Kata “pada mulanya” dalam Kejadian 1:1 menunjukkan pada permulaan penciptaan dunia. [7] Ayat satu dalam nas ini adalah pernyataan yang mutlak dan tidak ada kaitannya dengan ayat kedua.[7]

Kejadian 1:1 memiliki pemahaman lain yaitu bukan sebagai penjelasan penciptaan yang mula-mula ‘’ex nihilo’’ yang dirayakan oleh para malaikat (Kej, 3:7 dan Yer. 45:18). [8] Kej. 1:1 merupakan peristiwa pemulihan bumi yang sudah terhukum menuju kepada persiapan tatanan baru penciptaan termasuk penciptaan manusia. [8] Dengan kata lain, penciptaan yang mula-mula terjadi sebelum terjadinya kisah Kejadian 1:1.[8] Dunia yang diungkapkan dalam Kej. 1:1 pada mulanya sangat indah dan sempurna, di mana terdapat hewan dan tumbuh-tumbuhan. [9] Namun, keindahan itu menjadi hilang ketika Iblis memberontak kepada Allah (Kej. 1:1-2), di mana Iblis membawa masuk dosa ke alam raya. Akibatnya, Allah memberikan hukuman berupa banjir global yang dilanjutkan dengan kegelapan. [9] Semua tumbuh-tumbuhan dan hewan ada dihancurkan. [9] Ayat 2 memperlihatkan keadaan yang diakibatkan oleh hukuman Allah. [9] Hari ke enam dalam penciptaan diperlihatkan sebagai penciptaan ulang, restorasi atau pemulihan dan bukan penciptaan yang sesungguhnya.[9]

Manusia sebagai gambar Allah

Manusia adalah ciptaan Allah, sehingga manusia takhluk kepada Allah . [4] Meskipun, manusia diciptakan segambar dengan Allah, tetapi manusia tidak sama dengan Allah. [4] Allah adalah pencipta, sedangkan manusia adalah makhluk. [4] Manusia bukan ilah, tetapi juga bukan makhluk ilahi, melainkan makhluk biasa yang diciptakan oleh Allah. [4]

Kejadian 2 ayat 6-7, “Tetapi kabut naik ke atas bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi, ketika itulah Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya. [4] Demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. [4] Allah datang ke dunia, kemudian Ia menjadikan langit dan bumi. [4] Dia membentuk manusia dari debu tanah yang dibasahi oleh kabut. [4] Setelah itu, Dia menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung manusia, sehingga manusia menjadi makhluk hidup. [4]

Manusia adalah tubuh yang berjiwa. [4] Kata tubuh, roh, dan jiwa digunakan secara bergantian yang menunjuk pada arti yang sama yaitu manusia seutuhnya atau manusia sebagai suatu makhluk totalitas. [4] Misalnya, dalam Mzm. 103:1; Mzm. 104:1,35; dan Mzm 146:2 tertulis bahwa “jiwaku memuji Tuhan. [4] Maksud dari kalimat ini ialah Aku memuji Tuhan. [4]

Perbedaan antara cerita penciptaan yang pertama dan yang kedua. [4] Pertama, cerita penciptaan memberikan suatu uraian yang matang dan tersusun rapi tentang penciptaan langit dan bumi. [4] Hal itu berbeda dengan cerita yang kedua mengungkapkan bahwa “waktu Allah menjadikan langit dan bumi, belum ada semak apa pun di bumi, sebab Allah belum menurunkan hujan di bumi” (Kej. 2:4-5). [4] Nas ini hanya menceritakan hal-hal yang penting-penting saja dan ada kaitannya dengan penciptaan manusia. [4] Kedua, dalam cerita yang pertama manusia diciptakan “menurut gambar Allah”. [4] Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk yang ada hubungan khusus. [4] Dalam cerita yang kedua manusia dibentuk dari debu tanah, tetai Allah menghembuskan “ke dalam hidungnya nafas hidup”. [4] Jadi, antara Allah dan manusia memiliki hubungan (relasi) khusus. [4] Ketiga, dalam cerita yang pertama laki-laki dan erempuan diciptakan bersama-sama. [4] Antara keduanya tidak ada perbedaan derajat. [4] Dalam cerita yang kedua laki-laki diciptakan leboh dahulu dari ada perempuan, tetai peremuan adalah “penolongnya yang sepadan dengan dia” dan dibentuk sesuai dengan substansi yang sama. [4] Keempat, dalamcerita yang ertama manusia memperoleh tugas untuk “menguasai”. [4] Dalam cerita yang kedua manusia memperoleh tugas untuk “mengusahakan dan memelihara”. [4] Keduanya memiliki tugas yang sama yaitu sebagai pengelola dan pengurus. [4] Dengan kata lain, antara cerita penciptaan yang pertama dan kedua tidak ada pertentangan. [4] Kesamaan dari kedua cerita penciptaan adalah Allah yang menciptakan manusia dan bahwa manusia lain dari pada makhluk lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. [4] Manusia memiliki relasi yang khusus dengan Allah. [4]

Manusia adalah tubuh yang berjiwa. [4] Kata tubuh, roh, dan jiwa digunakan secara bergantian yang menunjuk pada arti yang sama yaitu manusia seutuhnya atau manusia sebagai suatu makhluk totalitas. [4] Misalnya, dalam Mzm. 103:1; Mzm. 104:1,35; dan Mzm 146:2 tertulis bahwa “jiwaku memuji Tuhan. [4] Maksud dari kalimat ini ialah Aku memuji Tuhan. [4] Manusia adalah tubuh yang berjiwa, bukan jiwa abadi yang berada atau terbungkus dalam tubuh yang fana seperti yang diajarkan falsafah Yunani dan oleh agama-agama suku tertentu di Indonesia. [4] Alkitab tidak mengenal dikhotomi (pembagian manusia atas dua bagian sebagai tubuh dan jiwa) atau trikhotomi (pembagian manusia atas bagian sebagai tubuh, roh, dan jiwa). [4] Alkitab menyatakan bahwa manusia adalah suatu kesatuan dari tubuh, roh, dan jiwa. [4]

Kejadian 2: 18, “tidak baik, kalau manusia itu sendiri saja”. [4] Maksudnya adalah penciptaan Allah baru dikatakan cocok jika manusia bersama-sama dengan manusia lain atau sesamanya manusia. [4] Penciptaan Allah membutuhkan laki-laki dan perempuan. [4] Karena itu, Allah melanjutkan firman-Nya: “Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia”. [4] Yang dimaksud dengan “penolong yang sepadan” ialah kawan hidup, partner, keduanya merupakan manusia lengkap. [4] Kejadian 2 terdapat pernyataan bahwa perempuan dijadikan dari tulang rusuk, yang Tuhan ambil dari Adam. [4] Dengan kata lain, Alkitab hendak mengatakan bahwa perempuan secara hakiki sama dengan laki-laki. [4] Keduanya dapat saling melayani, saling membantu, saling mengisi, dan saling melengkapi. [4]

Manusia diciptakan “menurut gambar Allah ”. [4] Maksud dari kalimat ini ialah adanya hubungan yang sangat hakiki antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk, di mana dalam Alkitab diungkapkan sebagai “gambar Allah”. [4] Dengan kata lain, Alkitab hendak mengungkapkan bahwa Allah adalah Bapa dari manusia atau Bapa dari umat Allah (Ul. 32:6, Yes.63:16, Mat.5:16;48, 6:9; Rm.8:14,16). [4] Semua nas ini mengungkapkan adanya hubungan yang intim sebagai Bapa dan anak (umat Allah). [4]

Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Kita’ (Kej.1:26-27).[5] Hal yang ditekankan dalam nas itu adalah kata ‘gambar’, bukan kata ‘rupa’, karena kata ‘rupa’ hanya berfungsi untuk menekankan ‘gambar’ itu.[5] Makna ungkapan dari kata ‘\gambar Allah’ hendak mempelihatkan bahwa Allah adalah Tuhan atas semua ciptaan dan manusia di bawah Allah menjadi tuan kedua atas ciptaan lainnya.[5] Manusia memiliki tanggung jawab kepada Allah. [5] Segala perbuatan manusia harus dipertanggungjawabkan kepada Allah.[5] Padahal pengetahuan itu hanya milik Allah saja. [5] Apabila manusia mengetahui segala sesuatu, maka ia akan mengetahui ohon kehiduppan.[5]

Tantangan dari perkembangan ilmu pengetahuan

Secara umum, orang selalu bertanya-tanya tentang asal-usul alam semesta. [10] Ilmu pengetahuan menyatakan bahwa alam semesta dimulai sebagai sebuah bola api raksasa serta galaksi dan bintang-bintang hanya sisa-sisa dari ledakan besar. [11] Hal yang sama juga terdapat dalam salah satu mitos Cina kuno yang menyatakan bahwa awal terjadinya alam semesta ketika telur raksasa besar dari pencipta yang menetas.[10] Tentu saja, teori "Big Bang" tentang bagaimana alam semesta dalam Alkitab.[11] Apa yang Alkitab memberitahu kita tentang penciptaan seluruh alam semesta? [11] Apakah "Big Bang" teori yang benar? [11] Jika tidak, apa yang dikatakan Alkitab? [11]

Banyak hal yang tidak manusia ketahui tentang cara Tuhan menciptakan dunia. [11] Ada banyak hal yang tidak bisa manusia katakan mengenai penciptaan dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan banyak hal yang tidak manusia ketahui mengenai penci penciptaan taan dalam Alkitab. [11] Manusia harus menyadari bahwa manusia tidak akan pernah tahu persis bagaimana Tuhan melakukan hal-hal tertentu di awal. [11] Setiap manusia akan tidak setuju dengan cara hal-hal yang terjadi selama penciptaan. [11] Manusia akan setuju tentang cara kita harus memahami atau menafsirkan bab-bab pertama kitab Kejadian. [11] Meskipun demikian, manusia masih bisa menceritakan kisah penciptaan dengan cara yang disetujui oleh ilmu pengetahuan atau pun Alkitab. [11] Allah menciptakan dunia yang teratur di mana keadilan juga tercipta. [11] Tujuan utama penciptaan adalah pembentukan tatanan dunia yang memberlakukan keadilan. [11] Penciptaan dalam Firman adalah kondisi penciptaan yang adil. [11]


referensi

  1. ^ (Indonesia) Dister,Nico Syukur. 1999. Teologi Sistematika 1 : Allah Penyelamat . Yogyakarta: Kanisius. 41.
  2. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia) Karman, Yonky. 2009. Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 18.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am 34-38 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Major" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo bp bq br bs bt bu bv bw bx by bz ca cb cc cd ce cf cg ch ci cj ck cl cm cn co cp cq cr cs ct cu cv cw cx cy cz da db dc dd de df (Indonesia) Abineno, J.L.Ch. 1987. Manusia Dan Sesamanya Di Dalam Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1-12.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v (Indonesia) Wahono, S. Wismoady. 1986. Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 79. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Wahono" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  6. ^ a b c d e f (Indonesia) Hadiwijono, Harun. 1990. Iman Kristen.. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 156- 163.
  7. ^ a b (Inggris) Davis, John J. 1975. Paradise to Prison.' Baker: Grand Rapids. 39-40.
  8. ^ a b c (Inggris) Boyd, Gregory A. 1997. God at war: the Bible & spiritual conflict: Rethinking The Genesis Account Of Creation.' USA:InterVarsity Press.. 156- 163.
  9. ^ a b c d e (Inggris) Sauer, Eric. 1994. The King Of The Earth: The Nobility Of Man According To The Bible And Science . London: Paternoster Press. 230-240.
  10. ^ a b (Inggris) Fleisher, Paul. The Big Bang . USA: Twenty-First Century Books. 1999. 4.
  11. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris)Coote and David Robert Ord. 1944. ‘’In The beginning: Creation And The Priestly History’’.USA: Library Of Congress Cataloging-in-Publication Data.