SEJARAH BATIK BAKARAN

Batik Tulis Bakaran, mungkin untuk beberapa atau sebagian orang masih asing dengan nama jenis batik tersebut. Batik ini adalah jenis batik tulis asli buatan orang Desa Bakaran . Yang jelas bukan merupakan batik cetak/sablon karena digarap langsung oleh para anggota warga asli desa bakaran dengan menggunakan perlengkapan yang tergolong masih sederhana seperti kompor kecil dan canthing untuk menjaga identitas dari karya seni ini.salah satu produk hasil dari Batik Bakaran adalah Yahyu Bakaran yang memproduksi Batik Klasik dan Modern.

Selain kuningan Juwana juga mempunyai kerajinan Batik yaitu Batik Bakaran . Batik Bakaran terpusat pada kedua desa yaitu Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon, masih termasuk Kecamatan Juwana . Jaraknya sekitar dua kilometer dari Kota Juwana menuju arah barat laut (Tayu). Dapat ditempuh dengan naik angkutan ataupun bus mini atau yang ingin lebih santai bisa menggunakan becak maupun andong.

Batik Bakaran ada sejak abad ke 14, pada jaman kerajaan Majapahit. Pada jaman itu ada seorang penjaga benda-benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah atau Nyi Danowati, yang datang ke Desa Bakaran Wetan karena melarikan diri mencari tempat persembunyian karena dikejar-kejar oleh tentara Islam karena runtuhnya Kerajaan Majapahit oleh kekuasaan Islam di pulau Jawa yaitu Demak. Dalam persembunyian dan penyamaran di Desa Bakaran Wetan beliau membuat langgar tanpa mighraf yang sampai sekarang disebut Sigit yang bertujuan untuk mengelabui tentara Islam bahwa dia sudah memeluk agama Islam. Dalam persembunyiannya beliau mengajarkan keahliannya dalam membatik kepada anak cucunya. sehingga turun menurun sampai sekarang. Motif-motif Batik Bakaran dari Nyi Danowati yang masih berkembang hingga saat ini adalah motif gandrung, gringsing, sekar baru, sido luhur, sido muktii, Liris, Manggar dan Kawung. Dalam proses perkembangannya Batik Bakaran sudah mengalami transisi. Dari yang dulunya pewarna batik menggunakan bahan pewarna alam, misal kayu terogan untuk menghasilkan warna kuning, akar kudu untuk menghasilkan warna sawo matang, kulit pohon tingi untuk menghasilkan warna coklat. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu penggunaan bahan alam sudah jarang digunakan karena sulit dalam mencarinya, dan sebagai pengganti digunakan bahan-bahan dari kimia untuk mempermudah proses pembuatan batik.