Permisivisme berasal dari bahasa Inggris, permissive yang berarti serba membolehkan, suka mengizinkan.[1] Sejalan dengan arti katanya, permisivisme merupakan sikap dan pandangan yang membolehkan dan mengizinkan segala-galanya.[1]<refname="bebek"> Solihin, Iwan Januar. 2002. Jangan Jadi Bebek. Gema Insani. Hal. 116.</ref>

Beberapa Ciri

Orang yang permisivistis dalam hidup pribadinya bertindak serba bebas.[1]<refname="bebek"/> Dalam hidup keseharian tidak ada keteraturan.[1] Bangun dan pergi tidur, makan, berpakaian, dan bekerja semaunya.[1] Tak ada waktu pasti dan cara yang tetap.[1] Dalam pergaulan, orang ini akan berperilaku seolah-olah tidak ada kebiasaan, adat dan sopan-santun.[1] Dalam masyarakat ia bertindak seakan-akan tidak ada peraturan, hukum dan undang-undang.[1] Itu semua dilakukan dengan ringan, tanpa beban, dan takut sanksi.[1] Bila dijatuhi hukuman, orang permisivistis akan menerima dengan gaya tak peduli dan tak jarang dianggapnya lucu.[1] Karena dalam hidup pribadi serba membolehkan, orang permisivistis juga bersikap permisivistis.[1] Dalam keluarga ia akan membiarkan setiap anggota berulah bebas semaunya.[1]

Permisivisme dalam bidang etis

Pengertian

Di bidang etis, permisivisme berarti sikap, pandangan, dan pendirian yang berpendapat bahwa segala cara hidup, perilaku, perbuatan, juga yang melanggar prinsip, norma, dan peraturan etis boleh saja dilakukan.[1] Orang hidup baik boleh, jahat juga boleh.[1] Orang berperilaku etis baik silakan, buruk tidak dilarang.[1] Dengan demikian, di mata orang permisivistis yang baik dan yang buruk itu sama saja.[1] Prinsip etis untuk hidup baik atau buruk itu tidak ada.[1]

Kriteria

Kriteria etis untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk itu impian yang dalam kenyataan hidup tidak ditemukan.[1] Orang permisivistis etis hidup dalam kebebasan total.[1] Tidak ada baginya undang-undang, hukum, peraturan etis kapan saja, di mana saja, dengan apa dan siapa saja, dalam hal apa saja.[1] Yang ada hanya pikiran, kehendak, kemauan, dan kesenangan sendiri.[1] Sebagaimana dalam permisivisme pada umumnya, orang permisivistis etis tak peduli akan sanksi-sanksi etis.[1] Bila dijatuhi hukuman karena melanggar hukum dan peraturan etis, dia menerimanya dan tidak menganggapnya apa-apa.[1]

Alasan orang menjadi permisivistis

Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh orang permisivistis.[1] Ada yang tidak tahu hukum dan peraturan yang ada.[1] Ada yang karena cacat dan terbelakan mental.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hlm. 181-184.