Asketisme adalah ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan rohani.[1] Ajaran ini sudah berkembang di seluruh dunia.[1]

Five Mahavratas of Jain ascetics

Kata asketisme berasal dari kata benda Yunani “ασκησις” yang berarti latihan dan praktik.[1] Contohnya, atlet Yunani yang selalu melatih dirinya secara sistematis untuk mencapai fisik yang sehat. Namun kemudian dengan berkembangnya pemikiran maka istilah ini diartikan secara filosofis, rohani dan etis. Awalnya kata ‘asketisme’ juga digunakan dalam filsafat stoa untuk menunjukkan praktik-praktik dalam memerangi kejahatan dan mengejar keadilan.[1] Pada zaman Gereja Lama, asketisme tampak dalam praktik persiapan seorang Kristen menghadapi kemartiran.[1] Cita-cita asketisme inilah yang menyebabkan lahirnya kehidupan monastik pada abad ke-4. Asketisme bukanlah digunakan untuk istilah orang Kristen karena idenya sudah ada dan lahir sebelum kekristenan itu lahir.[1] Latihan-latihan asketisme sudah banyak dilakukan dibeberapa budaya dan agama India serta Persia. Konsep asketisme dari India adalah keinginan melepaskan diri dari samsara. Paduan asketisme ini berdasarkan dari dua agama Buddhisme dan Brahmanisme.[2]

Asketisme Kristen bangkit dari konflik moral antara roh dan daging.[2] Pengendalian daging dilakukan dengan kerendahan hati dan kasih kepada Allah serta kepada manusia. Dasar Alkitab asketisme terdapat pada perintah Yesus agar setiap murid-Nya menyangkal diri (Mat. 16:24), menjual harta bendanya (Mat.19:21), dan juga kebiasaan Yesus mengundurkan diri ke tempat sunyi untuk berdoa (Luk.6:12).[1]



Refrensi

  1. ^ a b c d e f g Edi Suranta Ginting. 2007. Berkenalan dengan Asketisme. Bandung: Satu. hlm 7-8.
  2. ^ a b Gavin Flood. 2004. The Ascetic Self. Cambridge: Cambridge University Press. hlm 64.