Choan-Seng Song

Misiologi Kristen menurut Song sebenarnya harus dilihat dan dititikberakan pada penciptaan Tuhan atas dunia ini.[1] Penitikberatan pada masalah ini menurutnya adalah obat yang ampuh bagi kekristenan untuk tetap eksis di tengah dunia yang majemuk ini (terutama dalah hal agama).[1] Di sini kekristenan dimampukan untuk mengaktualisasikan diri dengan berbagai bentuk kehidupan sosial, budaya, dan agama.[1] Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam seluruh Alkitab, dikisahkan bagaimana Allah bersekutu dan akrab dengan ciptaan-Nya.[1] Maka dapat dikatakan bahwa pengorbanan dan kematian Yesus di Kayu Salib merupakan wujud hubungan baru bagi seluruh ciptaan-Nya.[1] Hubungan yang tidak hanya berdasarkan hubungan darah atau pun ras, tetapi juga hubungan yang melamaui daerah, ras, dan agama.[1] Allah bukan lagi milik satu bangsa , tetapi milik setiap orang yang mempercayai-Nya.[1] Kini Yesus bukan hanya lagi orangNazaret dan milik orang Yahudi saja, tetapi Yesus adalah realitas dari tiap daerah yang beraneka-ragam.[1] Yesus bukanlah kemewahan yang ada saat itu tengah menindas kaum miskin, tetapi Yesus juga adalah kebudayaan dari masyarakat rendah.[1] Di dalam kebudayaan yang seperti itu, manusia baru dapat bertemu dengan Kristus yang sesungguhnya.[1] Kristus yang tidak menganggap rendah orang-orang terpinggirkan , tetapi Yesus yang seperti para Rahib yang merasakan sakit dan penderitaan (ketika ditahbiskan).[1] Yesus adalah sosok yang iba pada suara-suara rintisan dan rataan dari orang-orang yang tertindas.[1] Sebagai pengikut Kristus, kita dituntut untuk percaya dan berpengharapan dalam menjalani kehidupan ni, sebagai bukti dari iman pada Kristus.[1] Misi kekristenan kini bukan hanya milik orang-orang Yahudi, sebaliknya orang-orang Yahudi seharusnya sudah dapat membuka diri pada keberadaan bangsa lain.[1]

Dari kisah tentang tikus yang dapat memperoleh simpati dari kekaguman dari banyak orang ketika besar tubuhnya dibandingkan dengan sapi, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa rakyat biasa juga dapat mendapatkan tempat yang istimewa.[2] Dalam pandangan Tuhan, tidak selalu yang besar yang mendapat tempat. Tidak selalu pemerintah yang unggul bila dibandingkan dengan rakyat biasa, karena yang dipentingkan adalah usaha untuk memperoleh kehormatan tersebut.[2]

referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Elwood. 1991. Christian Mission In Reconstruction: An ASian Attempt. Madras: Christian Literature Society173.
  2. ^ a b Song, C.S. 2001. Sebutkanlah Nama-nama Kami . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 216-219.