Biopestisida

Revisi sejak 14 Mei 2011 11.21 oleh Stefani Lobionda (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Penggunaan pestisida kimia atau bahan kimia lain banyak dikurangi dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini berkaitan dengan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengg...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Penggunaan pestisida kimia atau bahan kimia lain banyak dikurangi dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini berkaitan dengan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengguanannya. Dampak negatif yang ditimbulkan dapat berakibat fatal terhadap manusia dan juga lingkungannya. Oleh karenanya, diperlukan cara baru menangani hama yang lebih ekologis, murah, serta dapat diterima oleh para petani. Tetapi masih banyak negara-negara seperti India yang masih menggunakan pestisida kimia dalam lahan pertaniannya dan hanya 2%-nya saja menggunakan biopestisida. Padahal banyak konsumen yang mulai mencari dan menggunakan produk-produk organik dan untuk mencukupi tuntutan konsumen seperti itu pembuatan sendiri dari biopestisida tak terelakkan lagi. Dengan tuntutan yang ada sekarang, banyak peneliti yang beranggapan bahwa penggunaan dari biopestisida akan mencapai 15% dari semua insektisida yang ada di pasaran dan tahun 2008 ini penggunaan dari pupuk pestisida telah mencapai 4,5%. Biopestisida yang ada didunia sudah mencapai 700 produk dengan berbagai macam mikroba. Di India terdapat 16 komersial dari Bacillus thuringiensis, 38 formula fungi yang didasarkan pada Trichoderma, Metarhizium, Beauveria, Verticillum dan sekitar 45 baculovirus yang didasarkan formulasi dari Helicoverpa dan Spodoptera.

Bioteknologi banyak dilakukan dalam pembuatan pestisida pengganti pestisida kimia, diantaranya pestisida dari tanaman, pestisida dari mikroba, biokontrol, penggunaan feromon dan atraktan dalam pengontrolan hama, tanaman yang telah terproteksi (PIPs)/GM crops. I. Penggunaan Pestisida dari Tanaman Pestisida jenis ini merupakan pestisida berasal dari ekstrak tumbuhan. Pestisida jenis ini hanya terbatas dalam membunuh beberapa jenis hama, seperti belalang, leaf folders dan bollworms. Selain itu, terdapat limit penggunaan dari pestisida ini karena efek yang lambat dari penggunaan pestisida ini. Sehingga banyak petani yang mencampurkannya dengan pestisida kimia dan bila ini terjadi, tujuan kita untuk mengurangi pestisida kimia tidak terjadi dan dampak negatif dari pestisida kimia tetap akan ada. Selain itu, penggunan ekstrak tumbuhan sebagai pestisida banyak dilakukan tetapi di lain pihak masih terdapat kekurangan pengembangan tumbuhan tersebut sebagai komersial produknya dan seringkali ekstrak dari tumbuhan kurang stabil sedangkan dibutuhkan pestisida yang stabil. II. Penggunaan Pestisida dari Mikroba Mikroba yang biasa digunakan sebagai pestisida adalah fungi, bakteri, virus dan protozoa yang mampu membunuh penyakit spesifik yang disebabkan oleh mikroba, nematoda, dan hama serangga. Selain itu, mampu meningkatkan pertumbuhan dari tanaman sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan dari pestisida ini potensial untuk mendapatkan pertanian yang ecofriendly. Entomopatogenik virus, bakteria, fungi dan protozoans banyak digunakan untuk melawan hama lepidopteran dan spesifik sukses telah dilaporkan dalam kasus white grub, stalk borer, sugarcane black bug, dll. Sama hal dengan viral patogen seperti NPV dan GV dapat mengontrol dari Spilosoma, Amsacta, Spodoptera, Helicoverpa, dll. dan bacteri seperti Bacillus thuringiensis, terkenal dalam mengontrol Plutella dan Helicoverpa. Fungi seperti Trichoderma dan bakteri seperti Pseudomonas digunakan sebagai agen kontrol dari penyakit yang disebabkan oleh beberapa fungi dan bakteri. Organisme tersebut mampu menghambat pertumbuhan dari fungi pathogen dan bakteri dengan mycoparasit atau dengan menghasilkan antibiotik. Penggunaan fungi nematophagous dan bakteri P. lilacinus and P. fluorescens dilaporkan mampu menjadi agen kontrol dari parasit nematoda di banyak tanaman pertanian. Meskipun saat ini tampaknya masih kurang dalam manajemen formulasi hama yang cocok, biaya produksi dan teknologi aplikasi yang efektif dapat menyebabkan sukses. Namun, produksi dan penjualan dari agen biopestisida tersebut tidak cukup bahkan untuk menutupi 2% total konsumsi pestisida di negara ini. III. Biokontrol Di India, cara biokontrol dengan musuh alami ini hanya dibatasi pada telur dari parasit, khususnya T. japonicum dan T. chilonis. Parasit ini berfungsi dalam melawan yellow stem borer (YSB) S.incertulas dan leaf folder C.medinalis pada nasi, sugarcane shoot borer C. infuscatellus dan beberapa hama leptidoteran lain pada sayuran. IV. Penggunaan feromon dan atraktan dalam pengontrolan hama Feromon dalam pengontrolan hama adalah dengan mengganggu dari perkawinan serangga dengan cara memperlakukan tanaman dengan feromon yang tepat dan hal ini akan menyebabkan serangga jantan tak dapat memanggil serangga betina sehingga perkawinan akan ditekan. Prinsip utamanya adalah menjaga agar feromon yang ada tetap dalam konsentrasi tinggi dan waktu kawain dari serangga juga perlu diketahui agar hasil lebih maksimal. V. Tanaman yang telah terproteksi Materi genetik yang berkaitan dengan produksi dari zat pestisida dimasukkan ke dalam genom dari tanaman target yang dapat menghancurkan hama tanaman. Sebagai contoh adalah gen yang memproduksi protein BT, pestisida yang diperkenalkan di kapas dan Brinjal yang akan membuat tanaman tersebut tahan terhadap serangan hama.

Keuntungan menggunakan biopestisida

1. Menjaga kesehatan tanah dan mempertahankan hidupnya dengan meningkatkan bahan organik tanah 2. Biasanya spesies tertentu yang digunakan aman baik sebagai musuh alami dan organisme non target 3. Biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk lingkungan 4. Pestisida mikroba mengandalkan senyawa biokimia potensial yang disintesis oleh mikroba 5. Hanya dibutuhkan dalam jumlah terbatas, mudah membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran

Batasan dari biopestisida

1. Dampak manfaatnya tidak terlihat langsung 2. Kurangnya kesadaran-petani, pedagang, dll. 3. Tidak ada standar yang dianjurkan 4. Kurang tahan lama 5. Pendaftaran CBI yang mahal dan memakan waktu 6. Distribusi dari penelitian terbaru lambat 7. Masalah harga/permintaan/pasokan

Pendekatan masa depan

I. Pestisida dari tanaman Terdapat kebutuhan dalam mengembangkan teknologi baru dalam mengurangi penggunaan bahan kimia. Pendekatan bioteknologi dapat dilakukan dengan menggunakan data-data yang tersedia. II. Biopestisida Penggunaan organisme tertentu harus diidentifikasi, teknologi produksi dan formulasi yang cocok dikembangkan dan dikomersilkan. Penggunaan P. fluorescens dan P. lilacinus dalam mengontrol nematode harus ditingkatkan karena lebih aman dan tidak tersedianya nematisida di negara-negara. Diperlukan penelitian mengenai pengontrolan nematoda serta teknologinya. III. Agen biokontrol Augmentasi dari agen biokontrol seperti Trichoderma merupakan teknologi yang telah teruji dan tanggapan petani juga meningkat. Laboratorium biokontrol harus bisa mendorong untuk lebih memperkenalkan manfaatnya dan menjamin pasokannya. Meskipun spesies musuh alami dari hama beras telah dikenal dalam program biokontrol, masih diperlukan pendekatan praktis terhadap petani. IV. Feromon Penggunaan feromon sebagai agen biokontrol perlu dikembangkan lagi dengan mempertimbangkan zona iklim dan masa kawin. Data mengenai feromon dapat berguna untuk waktu dari reproduksi dan pelepasan inundative telur parasit. V. Tanaman terproteksi Laboratorium bioteknologi telah mengembangkan tanaman GM untuk mengatasi hama tetapi masih kurang diterima dan didukung secara legal. Oleh karenanya diperlukan penelitian lebih seksama baik terhadap lingkungan, masalah keanekaragaman hayati, dll. Pertanian skala kecil yang dilakukan dalam jangka waktu lama dapat dilakukan untuk meyakinkan biosafety dari tanaman GM tersebut.