Pembicaraan:Keris
Ini adalah halaman pembicaraan untuk diskusi terkait perbaikan pada artikel Keris. Halaman ini bukanlah sebuah forum untuk diskusi umum tentang subjek artikel. |
|||
| Kebijakan artikel
|
||
Cari sumber: "Keris" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · HighBeam · JSTOR · gambar bebas · sumber berita bebas · The Wikipedia Library · Referensi WP |
Keris terkenal yang pranala-kan agak-agak terlalu jawa nggak sih? (maaf tidak memakai bahasa baku)Aditthegrat 09:35, 29 Maret 2006 (UTC) Maksud saya agar lebih ramai kan bisa memasukkan artikel mengenai keris terkenal di suku2 lain, atau mungkin hanya Jawa, Sunda, dan Bali saja yg menghargai nilai mistik keris sedemikian tinggi??? Mungkin jika ada yang berpengetahuan lebih bisa menambahkan mengenai keris panjang Filipina/Moro (60-80 cm).Aditthegrat 09:42, 29 Maret 2006 (UTC)
Menurut saya Keris bukan lagi diartikan stereo type jawa , tetapi sudah menjadi milik bangsa Indonesia , hal ini setelah diakuinya Keris sebagai suatu warisan budaya Indonesia , dalam sidang UNESCO di Paris tanggal 25 Nopember 2005 ( salah satu lembaga kebudayaan dibawah PBB), berarti hak cipta budaya keris adalah milik bangsa Indonesia . Artinya upaya pelestarian budaya keris / tosan aji tetap hidup di masyarakat, mulai dari pakem ( tata cara untuk membuat suatu bentuk secara utuh yang mengikuti tradisi ), generasi empu ( sipembuat keris, seperti keturunan empu Supu sekarang adalah Empu Harum Jeno di Yogjakarta dll ) , sentra-sentra pembuatan keris seperti : di Madura, jawa timur , jawa tengah , Makasar dll , pusat transaksi di seperti di Jakarta , Surabaya, Makasar, Sumenep, Jember dll , dan prosesi penggunaan keris tetap berjalan, serta permintaan pesanan keris tetap berdatangan dari Brunei , Malaysia, Belanda dan Eropa. Sutan Tan 11:55, 4 April 2006 (UTC)
- Wah info ini menarik sekali. Bagaimana kalau Anda coba masukkan di dalam artikel? --IvanLanin «bicara» 11:57, 4 April 2006 (UTC)
Iya Mas Ivan maksudnya ditambahkan di Artikel keris , saya akan susun dulu termasuk daftar pustakanya, juga ada beberapa pengertian dalam artikel tersebut menyebutkan keris adalah pedang pendek kalau kegunaannya lebih cenderung ke tosan aji , penggambaran ke arah simbol, kehormatan , perlambang , dengan melihat kearah warangka (sarung ) , orang dapat mengetahui derajat pengguna keris , dan pada saat yang sangat terpaksa (kondisi genting) melepas keris dari warangkanya untuk membela diri, sebetulnya bukan senjata penyerang seperti pedang, wah mas Ivan sepertinya enggak enak kalau harus merevisi artikel sebelumnya, mungkin akan saya tambahkan saja. dan ada sedikit koreksi maksud saya empu Supo mukan Supu. Terima kasih Sutan Tan 12:10, 4 April 2006 (UTC)
Sekalian memberikan apresiasi kepada Ir Haryono Haryoguritno ,yang melakukan studi termasuk para kelompok penggemar keris yang pernah dipimpinnya Damartaji, dan presentasinya di UNESCO dalam sidangnya di Paris sehingga memperoleh anugerah Keris sebagai karya unggulan bangsa Indonesia dengan kategori Oral and intangible of humanity. Yah mungkin kita harus saling melengkapi pengetahuan dan artikel keris ini. Sutan Tan 12:27, 4 April 2006 (UTC)
Jumlah Luk 9 dalam budaya Keris Jawa
Jika kita mencermati jumlah luk pada keris dari beberapa tangguh, tentu kita akan melihat bahwa beberapa Tangguh hanya (kebanyakan) menampakkan keris dengan jumlah luk maksimal sebanyak 9 (sembilan). Hal ini umumnya bisa kita temui pada keris dari tangguh sepuh (tua) era sebelum Majapahit seperti Tangguh Kediri, Segaluh, Pajajaran, Tuban, Pengging dan Blambangan. Kalaupun ada diantara keris dari beberapa tangguh tersebut yang memiliki luk diatas 9, umumnya adalah keris Yasan atau Putran pada era yang lebih muda, pasca Majapahit dan terutama era Mataram. Hal ini memang terkesan sederhana (sepele) atau biasa saja, bahkan tidakkah aneh ? Tetapi lebih jauh dari itu, jumlah luk 9 tersebut menunjukkan begitu dalamnya filosofi masyarakat kita pada jaman dahulu.
Angka 9 dalam masyarakat Jawa Kuno.
Borobudur, sebuah Candi Megah yang didirikan oleh Dinasti Syailendra yang menganut ajaran Budha, sesungguhnya memiliki 9 tingkatan pada tataran “Manusia dan Bumi”, sedangkan tingkatan terakhir yang ke 10 adalah merupakan tingkatan puncak seseorang untuk menjadi Budha dan juga melambangkan Nirwana dimana Budha bersemayam. Tingkatan tersebut menggambarkan secara jelas mengenai filsafat ajaran Buddha Mahayana yang disebut “Dasabodhisatwabhumi”. Filsafat itu mengajarkan, bahwa setiap orang yang ingin mencapai tingkat kedudukan sebagai Buddha harus melampaui 9 tingkatan Bodhisatwa. Apabila telah melampaui tingkat yang ke-9 dan beranjak ke tingkatan ke-10, maka manusia akan mencapai kesempurnaan dan menjadi seorang Buddha. Mungkin jumlah angka 9 ini juga bisa ditemukan pada beberapa candi Budha ataupun Hindu kuno lainnya di Jawa.
Pada pendapat lain dikatakan bahwa dalam pandangan masyarakat Jawa Kuno, angka 9 (sembilan) juga menunjukkan 9 lubang kehidupan yang ada di tubuh manusia. Jika 9 lubang tersebut (seperti Mata, Hidung, Telinga, Mulut dsb) dapat “dikendalikan”, maka manusia akan selamat hidupnya di dunia dan di akherat kelak. Demikian juga dengan ilmu meditasi, bahwa sesungguhnya tubuh manusia memiliki 9 sendi utama. Jika kita bisa “merasakan” dan “tidak mersakan” pergerakan tiap sendi tersebut, maka proses meditasi bisa dikatakan telah mulai berjalan.
Dalam Primbon, angka 9 (sembilan) melambangkan Mars, dipandang sebagai angka puncak, dengan makna khusus bahkan suci. Bila dikalikan angka berapapun, angka tersebut kembali lagi sebagai angka sembilan, (contoh; 3 x 9= 27, 2 + 7 = 9).
Sedangkan pada jaman Mataram pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, beliau juga memiliki 9 (sembilan) orang yang disebut sebagai ahli kasampurnan, yaitu Panembahan Purbaya, Panembahan Juminah, Panembahan Ratu Pekik dll.
Bukan hanya di Jawa, bahkan para pengikut Phytagoras-pun menganggap bahwa angka 9 (sembilan) merupakan angka yang mewakili hasrat pencapaian kestabilan mental & spiritual.
Makna Angka 9.
Menurut pakar kejawen Drs. Subalidinata, banyak bukti bahwa konsep 9 (sembilan) dinilai keramat. "Ambil contoh isoteris bagi sistem kepercayaan orang Jawa masa lalu, mereka percaya terdapat 9 (sembilan) dewa penguasa mata angin terdiri dari delapan dewa penjuru mata angin dan satu dewa di pusat. Dewa penguasa mata angin itu berjumlah sembilan yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda. Di antara jumlah sembilan dewa tersebut yang paling dihormati adalah dewa tertinggi yang berada di tengah yaitu dewa kesembilan."
Konsep sembilan itu berpengaruh juga terhadap aspek kelahiran anak manusia, artinya, orang Jawa masa lalu sangat bangga dan mengharapkan sekali jika anaknya lahir pada hari dan pasaran yang mengacu pada perhitungan nilai atau neptu jumlah sembilan. Bahkan juga perambah pada perhitungan perjodohan manusia serta Wuku yang baik untuk seorang manusia.
Memang bila menilik pada jumlah angka dasar yang ada, 0 - 9, maka angka 9 (sembilan) memiliki nilai paling tinggi. Tak heran bila angka tersebut sering disebut sebagi simbol kesempurnaan sekaligus kerahasiaan. 9 (sembilan) juga merupakan angka puncak dan dari aspek filsafat Jawa yang memiliki makna filosofis tinggi. "Sembilan” adalah batas kemampuan dan penalaran pikiran manusia, sebab setelah sembilan akan kembali 0 (kosong) lalu mulai lagi yang Pertama atau Satu.
Beberapa contoh realitas kehidupan berkonsep sembilan yang hingga kini belum terpecahkan akal manusia seperti ; mengapa wanita mengandung (umumnya) selama sembilan bulan sembilan hari (perhitungan orang Jawa sembilan hari, bukan sepuluh hari, karena hari perhitungan Jawa lebih pendek). Demikian pula, mengapa jumlah wali ada sembilan yang sering disebut Wali Sanga. Juga mengapa jumlah lubang dalam manusia ada sembilan yang masyhur disebut sebagai nawa sanga atau istilah dewa watak sanga? Suatu misteri yang tak gampang ditebak.
Bagi Damardjati, angka 9 (sembilan) dikatakan dengan Megatruh, yaitu nama Tembang Jawa yang menempati posisi urutan ke 9 (sembilan) sebelum Kinanti. Megatruh (Megat Ruh) artinya Lepas dari Ruh, merupakan puncak perjalanan hidup manusia yang akhirnya masuk ke alam terang. "Megatruh bisa juga diberi makna lepas dari permasalahan lubang sembilan (nawa sanga) di dalam tubuh manusia. Sudah tidak ada siapa-siapa lagi selain dirinya (manusia) dan Nya (Sang Pencipta).
Makna Angka 9 dalam Jumlah Luk Keris.
Dengan demikian, tentunya 9 (sembilan) jumlah Luk maksimal pada keris tangguh Segaluh, Pajajaran, Tuban, Blambangan dan Kediri (mungkin masih ada yang lain lagi), juga terkait dengan budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa pada jaman dahulu. Hal ini disebabkan Keris adalah suatu benda budaya yang juga terkait dengan budaya masyarakat saat itu.
Angka 9 jika dikaitkan dengan ajaran “Dasabodhisatwabhumi”, maka seorang mPu Keris menganggap bahwa dirinya belumlah sempurna karena kesempurnaan sesungguhnya hanyalah milik Shang Budha. Dan Angka 9 merupakan puncak kesempurnaan seseorang sebelum menjadi Budha. Selain itu seorang mPu dalam laku prihatin membabar sebilah Pusaka (Keris / Tosan Aji), tentu melakukan Tapa Brata yang didalamnya bisa mengendalikan 9 lubang kehidupan dalam tubuhnya serta “merasakan” sekaligus “tidak merasakan” 9 (sembilan) sendi utama dalam tubuhnya. Angka 9 bagi para mPu juga bisa jadi merupakan bentuk dari upaya Megat Ruh (Megatruh) dalam upaya memperoleh petunjuk dari Yang Maha Kuasa ketika akan dan sedang membabar sebilah Pusaka. Hanya ada dirinya (mPu) dan Nya (Sang Pencipta).
…………………..
Sesungguhnya masih banyak lagi yang bisa kita kupas dari sebuah makna Luk dari sebilah keris yang berjumlah 9 yang kebanyakan kita temukan pada keris dari beberapa Tangguh di atas. Mungkin rekan-rekan lain memiliki pandangan yang berbeda atau ada tambahan sebagai penambah wawasan kita mengenai budaya keris, tentunya sangat senang sekali bisa berbagi pengetahuan. (Hidayat - Surabaya).