Anak cucu orang sepuluh

Anak cucu orang sepuluh adalah sebutan bagi anak cucu keturunan dari sepuluh orang datu yang berjasa pada Kerajaan Banjar di masa Sultan Sulaiman.

Pembebasan Pajak

Di masa Sultan Soelaiman terjadi serangan masuk atas kerajaan Banjar yang datang dari Pasir. Serangan ini dipukul mundur oleh rakyat Banua Lima yang dipimpin oleh sepuluh orang datu. Sultan amat berterimakasih akan kejadian ini dan sebagai balasan anak cucu sepuluh datu-datu ini dibebaskan dari erakan dan pajak-pajak lainnya.

Perang Banjar

Di zaman Perang Banjar anak cucu orang sepuluh terpecah-pecah. Sebagian besar memihak rakyat dan Sultan ikut berjuang dan kehilangan hak-haknya. Tapi kelompok Adipati Danuraja memihak Belanda dan beserta prajuritnya mengamankan Benua Lima.

Adipati Danuraja yang diangkat Belanda sebagai regent pertama Benua Lima mati terbunuh dalam suatu perkelahian dengan rakyat. Kelompok Danuraja inilah yang meneruskan hak-hak istemewa golongan anak cucu orang sepuluh dan bebas rodi dan pajak dalam pemerintahan kolonial Belanda selanjutnya setelah tahun 1865.

Merantau

Di permulaan abad ke-20, anak cucu orang sepuluh banyak yang keluar Benua Lima, ada yang merantau hingga Kota Tondano, Sulawesi Utara. Mengingat hak-hak istimewa keturunannya, mereka berkeberatan dipaksa kerja rodi, sehingga menimbulkan gelombang protes kepada pemerintah Belanda di Betawi.

Tindakan Belanda

Tindakan Pemerintah Hindia Belanda yang diambil untuk mengatasi masalah ini :

  1. meneliti kembali silsilah turunan mereka yang bersangkutan untuk menetapkan berhak tidaknya mereka bebas rodi.
  2. Menekankan kepada jumlah yang sekecil mungkin.
  3. Mengusahakan agar kelompok ini lambat laun hilang hak-haknya.

Ordonansi Erakan

Dalam ordonansi erakan untuk Karesidenan Selatan dan Timur Borneo(Stb. 1927 no.:203 diubah dan ditambah oleh Stb. 1931 No.:483) dikatakan bahwa :

"yang diseboet anak tjoetjoe orang sepoeloeh, sekadar pada waktu moelaï berlakoe ordonantie ini, mereka itoe bebas dari pada kewadjiban berodi".

Jadi ketetapan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda sesudah tahun 1927 itu adalah membebaskan kelompok anak cucu orang sepuluh dari wajib rodi bila sebelum tahun 1927 mereka memang telah bebas rodi, sehingga kelompok bebas rodi semakin kecil. Sebab kalaupun betul turunan anak cucu orang sepuluh, bila dalam tahun 1927 belum ada ketetapan bebas rodi, untuk seterusnya kena wajib rodi.