Lokomotif NIS 107
Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. (2011) |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Setelah berhasil membangun jalan rel rute Semarang–Tanggung-Kedung Jati–Solo-Yogyakarta (166 km, gauge 1435 mm) dan jalan rel rute Kedungjati–Tuntang-Ambarawa (37 km, gauge 1435 mm), perusahaan kereta api swasta NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij) melanjutkan pembangunan jalan rel ke wilayah selatan dari kota Yogyakarta. Pembangunan jalan rel tersebut merupakan wujud kepentingan ekonomi dari pemerintah Hindia Belanda karena terdapat banyak pabrik gula di wilayah kota Yogyakarta bagian selatan. Pada tahun 1895, NIS berhasil membangun jalan rel rute Yogyakarta–Srandakan (23 km, gauge 1435 mm) kemudian dilanjutkan rute Srandakan–Ngabean–Palbapang –Brossot–Sewugalur (5 km, gauge 1435 mm) mulai beroperasi tahun 1916 dan rute Ngabean–Pasargedeh–Pundung (27 km, gauge 1435 mm) mulai beroperasi tahun 1919. Untuk melayani rute tersebut, NIS mendatangkan 2 lokomotif uap tipe C2-Lt yang kemudian diberi nomor NIS 106–107 sehingga NIS memiliki 3 lokomotif tipe C2-Lt (NIS 105, NIS 106, dan NIS 107). 3 lokomotif tipe C2-Lt ini didatangkan dari pabrik Hanomag (Jerman). Sebelum jalan rel di kota Yogyakarta bagian selatan dibangun, lokomotif NIS 105 telah datangkan pada tahun 1885.NIS 105 dirancang untuk beroperasi di jalan rel dengan gauge 1067 mm. Lokomotif NIS 105 beroperasi di daerah Demak (Jawa Tengah) yang memiliki jalan rel dengan gauge 1067 mm. Setelah jalan rel (dengan gauge 1435 mm) di kota Yogyakarta bagian selatan selesai dibangun kemudian NIS 106 didatangkan pada tahun 1895 dan NIS 107 didatangkan pada tahun 1901. NIS 106 dan NIS 107 dirancang untuk beroperasi di jalan rel dengan gauge 1435 mm. Lokomotif tipe C2-Lt (NIS 105–107) ini digunakan untuk menarik rangkaian kereta campuran yang terdiri dari kereta penumpang dan gerbong barang pada rute jarak dekat.
Lokomotif NIS 107 | |||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Berkas:L2hvbWUvc2xva2kvdXNlci9oMjMyNDAvc2l0ZXMvaW5kb25lc2lhbmhlcml0YWdlcmFpbHdheS5jb20vd3d3L2ltYWdlcy9zdG9yaWVzLzE1X3NhcmFuYS9waG90b3MvbG9rb19uaXNfMTA2LmpwZw==.jpg | |||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||
|
Lokomotif tipe C2-Lt dengan susunan roda 0-6-0T merupakan lokomotif yang memiliki silinder berdimensi 285 mm X 440 mm dengan roda penggerak berdiameter 931 mm. Berat keseluruhan 16,5 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 40 km/jam. Lokomotif tipe C2 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.
Pada masa awal Perang Dunia II, NIS 106 dan NIS 107 telah dirancang oleh Ir JC Jonker (mantan kepala dipo traksi di NIS) sebagai lokomotif panser untuk membantu militer Belanda di Jawa dalam menghadapi serangan militer Jepang. Di dalam rancangan lokomotif panser tersebut, NIS 106 dan NIS 107 diberi tambahan lapisan baja dan tinggi cerobong asap dikurangi (tinggi cerobong menjadi sejajar dengan tinggi kabin lokomotif). Konversi NIS 106 sebagai lokomotif panser dikerjakan di Balai Yasa Yogyakarta dan konversi NIS 107 sebagai lokomotif panser dikerjakan di bengkel perusahaan konstruksi besi yang bernama De Vries Robbe, Semarang. Sayangnya, konversi NIS 106 dan NIS 107 sebagai lokomotif panser belum sempat diselesaikan hingga tuntas karena militer Jepang telah masuk ke pantai utara Jawa pada bulan Maret 1942. NIS 106 belum sempat dikonversi sama sekali sedangkan NIS 107 baru selesai dikonsersi hanya 50% saja. Lokomotif NIS 106 merupakan lokomotif terakhir yang beroperasi di jalan rel dengan gauge 1435 mm di pelabuhan Semarang pada bulan Juli 1945. Setelah itu, beberapa lokomotif dibongkar oleh pemerintah Jepang dan banyak yang tidak diketahui nasibnya. Ketika militer Jepang masuk ke Jawa, semua jalan rel dengan gauge 1435 mm dikonversi menjadi jalan rel dengan gauge 1067 mm. Saat ini, semua jalan rel di Jawa dan Sumatra yang dioperasionalkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (persero) menggunakan jalan rel dengan gauge 1067 mm.
Saat ini masih dapat dijumpai bukti fisik pernah ada jalan rel dengan gauge 1435 mm di Jawa yaitu berupa chasis milik lokomotif uap NIS 107 dan boiler milik lokomotif uap tipe C2-Rt (NIS 151 - 160). Keduanya dipajang di depan SMK/Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Yogyakarta (dahulu bernama STM/Sekolah Teknik Menengah Negeri 1 Yogyakarta). Bukti fisik lainnya yaitu 2 unit boggie kereta untuk jalan rel dengan gauge 1435 mm. 2 unit Boggie tersebut saat ini dipajang di dalam Balai Yasa Manggarai, Jakarta.
Lihat pula
Pranala luar
- (Indonesia) Data teknik lokomotif BB 203
- (Indonesia) Daftar lokomotif BB 203 yang diubah menjadi CC 201
- (Indonesia) Alokasi Lokomotif PT. KAI di Indonesia Saat Ini
- (Indonesia) Situs web resmi PT Kereta Api Indonesia (Persero)
- Archief NISM