The Satanic Verses adalah novel ke-empat karya Salman Rushdie, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1988, dan sebagian terinspirasikan dari kisah hidup Muhammad. Judulnya merujuk pada apa yang diketahui sebagai ayat-ayat setan. Dalam novel ini, sang tokoh utama yang bernama Mahound (yang kemungkinan besar merujuk pada Muhammad) diceritakan secara kilas balik paralel dengan dua tokoh utama lainnya Gibreel Farishta dan Saladin Chamcha.

Di Britania Raya, novel ini diterima dengan baik oleh para kritikus, dan menjadi finalis Booker Prize tahun 1988, walaupun dikalahkan oleh Oscar and Lucinda karya Peter Carey yang memenangkan Whitbread Award 1988 untuk novel terbaik tahun itu.[1]

Namun di komunitas Muslim, novel ini menghasilkan kontroversi yang luar biasa. Buku ini tidak boleh beredar di India, dan banyak dibakar pada demonstrasi di Britania Raya. Novel ini juga menyulutkan kerusuhan di Pakistan pada tahun 1989.

Sinopsis

Dalam kilas balik kehidupan Mahound yang berseting di Jahiliyah yang berupa mimpi atau penglihatan dari Gibreel, dikisahkan bahwa sang "Messenger" (perantara) dihadapkan pada pilihan sulit untuk berkompromi dengan adat politeisme. Pada saat ia ingin memperkenalkan sistem monoteisme yang diwahyukan kepadanya, hal tersebut ditentang oleh masyarakat setempat. Pada puncaknya ia harus memilih antara mengakui ketiga dewi utama Jahiliyah (Allat - bentuk wanita dari Allah, Uzza, dan Manah) sebagai setara dengan Allah dan seluruh penduduk Jahiliyah akan menyembah Allahnya Mahound, atau ia dapat bersikeras untuk menolak dewi-dewi tersebut dan akan dimusuhi/diasingkan. Setelah ia mengundurkan diri untuk mencari wahyu, pertama-tama ia kembali dengan menyatakan bahwa ia mendapatkan wahyu dari Gabriel bahwa ketiga dewi tersebut akan diakui setara dengan Allah; namun kemudian setelah ia naik gunung lagi, ia kembali dengan menyatakan bahwa wahyu sebelumnya adalah dari setan dan harus dimusnahkan dari semua catatan tertulis yang telah dibuat, sebagai akibatnya ia dan pengikutnya melarikan diri dari Jahiliyah. Dua sequence pendek lainnya yang menceritakan tentang Mahound mengisahkan tentang tokoh bernama Ayesha, yang diceritakan merupakan anak perempuan muda yang menjadi istri Mahound, dan awal mula sistem poligami dalam kepercayaan yang disebarkan oleh Mahound. Sequence ketiga mengisahkan tentang seorang pengikut Mahound, yaitu juru tulisnya dari Turki, yang mencatat semua syair (karena wahyu yang disampaikan kepada Mahound dibacakan seperti puisi sesuai dengan tradisi oral masyarakat saat itu) yang diutarakan oleh Mahound; juru tulis tersebut menjadi benci dengan Mahound karena ia beberapa kali menyelamatkan Mahound dan pengikutnya namun tidak pernah diakui jasanya, kemudian bibit ketidakpercayaannya membuatnya menguji apakah benar wahyu Mahound berasal dari malaikat. Diceritakan ia mengubah beberapa kata-kata kecil pada saat ia mencatat apa yang dikatakan Mahound tanpa sepengetahuan Mahound. Hasilnya ternyata Mahound yang mendengar ulang apa yang dituliskan tidak menyadari perubahan yang terjadi. Sang juru tulis akhirnya berkesimpulan bahwa wahyu tersebut tidak lain adalah hasil rekaan Mahound sendiri.

Referensi

  1. ^ Ian Richard Netton (1996). Text and Trauma: An East-West Primer. Richmond, UK: Routledge Curzon. 

dengan menambahkan kemungkina seperti itu tak masuk akal karena dalam islamn para sahabat sangat setia kepada Nabi Muhammad SAW.Ditambah para sahabat amat sangat hafal dalam mengingat wahyu dari Allah SWT yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW