Kabupaten Poso
Kabupaten Poso adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kabupaten Poso akhir-akhir ini sering diliput dalam berita karena merupakan tempat pertikaian antara umat Kristen dan umat Muslim. Untungnya saat ini ada pula upaya rekonsiliasi antar kedua belah pihak dan telah membuahkan hasil dengan semakin kondusifnya kehidupan sosial kemasyarakatan di wilayah ini.
Kabupaten Poso | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Sintuwu Maroso | |
[[File:{{{peta}}}|250px|Peta]] | |
Koordinat: 1°24′S 120°45′E / 1.4°S 120.75°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Tengah |
Tanggal berdiri | - |
Dasar hukum | - |
Ibu kota | Poso Kota |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Drs. Piet Ingkiriwang |
Luas | |
• Total | 7,897 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi ((2009)) | |
• Total | 209.032 |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode Kemendagri | 72.02 |
DAU | Rp. 434.150.162.000,- |
Situs web | - |
Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 7.897 km² dan berpenduduk sebanyak 207.032 jiwa (2009). Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Poso.
Sejarah
Pada mulanya penduduk yang mendiami daerah Poso berada di bawah kekuasaan Pemerintah Raja-Raja yang terdiri dari Raja Poso, Raja Napu, Raja Mori, Raja Tojo, Raja Una Una dan Raja Bungku yang satu sama lain tidak ada hubungannya.
Keenam wilayah kerajaan tersebut di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni: Wilayah Bagian Selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo, sedangkan Wilayah Bagian Utara tunduk dibawah pengaruh Raja Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah Kabupaten Donggala) dan khusus wilayah bagian Timur, yakni daerah Bungku termasuk daerah kepulauan tunduk kepada Raja Ternate.
Sejak tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Bagian Utara mulai menguasai Sulawesi Tengah dan secara berangsur-angsur berusaha untuk melepaskan pengaruh Raja Luwu dan Raja Sigi di daerah Poso.
Terbagi Dua
Pada 1918 seluruh wilayah Sulawesi Tengah dalam lingkungan Kabupaten Poso yang sekarang telah dikuasai oleh Hindia Belanda dan mulailah disusun pemerintah sipil. Kemudian oleh Pemerintah Belanda wilayah Poso dalam tahun 1905-1918 terbagi dalam dua kekuasaan pemerintah, sebagian masuk wilayah Keresidenan Manado, yakni Onderafdeeling (kewedanan) Kolonodale dan Bungku, sedangkan kedudukan raja-raja dan wilayah kekuasaanya tetap dipertahankan dengan sebutan Self Bestuure-Gabieden (wilayah kerajaan) berpegang pada peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda yang disebut Self Bestuure atau Peraturan Adat Kerajaan (hukum adat).
Pada 1919 seluruh wilayah Poso digabungkan dialihkan dalam wilayah Keresidenan Manado di mana Sulawesi tengah terbagi dalam dua wilayah yang disebut Afdeeling, yaitu: Afdeeling Donggala dengan ibu kotanya Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya kota Poso yang dipimpin oleh masing-masing Asisten Residen.
Sejak 2 Desember 1948, Daerah Otonom Sulawesi Tengah terbentuk yang meliputi Afdeeling Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibukotanya Poso yang terdiri dari tiga wilayah Onder Afdeeling Chef atau lazimnya disebut pada waktu itu Kontroleur atau Hoofd Van Poltselyk Bestuure (HPB).
Distrik Sulawesi Tengah
Ketiga Onder Afdeeling ini meliputi beberapa Landschap dan terbagi dengan beberapa distrik, yakni :
- Onder Afdeeling Poso, meliputi: Landschap Poso Lage berkedudukan di Poso, Landschap Lore berkedudukan di Wanga, Landschap Tojo berkedudukan di Ampana, Landschap Una-una berkedudukan di Ampana.
- Onder Afdeeling Bungku dan Mori, meliputi: Landschap Bungku berkedudukan di Bungku, Landschap Mori berkedudukan di Mori.
- Onder Afdeeling Luwuk, meliputi: Landschap Banggai berkedudukan di Luwuk.
- Onder Afdeeling Donggala.
- Onder Afdeeling Palu.
- Onder Afdeeling Toli Toli.
- Onder Afdeeling Parigi.
Kemudian pada tahun 1949 setelah realisasi pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah disusul dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah. Pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah merupakan tindak lanjut dari hasil Muktamar Raja-Raja se-Sulawesi Tengah pada tanggal 13-14 Oktober 1948 di Parigi yang mencetuskan suara rakyat se-Sulawesi Tengah agar dalam lingkungan Pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Sul-Teng dapat berdiri sendiri dan ditetapkan bapak Rajawali Pusadan Ketua Dewan Raja-Raja sebagai Kepala Daerah Otonom Sulawesi Tengah.
Daerah otonom
Selanjutnya, dengan melalui beberapa tahapan perjuangan rakyat Sulawesi Tengah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Tengah yang dipimpin oleh A.Y. Binol pada tahun 1952 dikeluarkan PP No. 33 Tahun 1952 tentang pembentukan Daerah Otonom Sulawesi Tengah yang terdiri dari Onder Afdeeling Poso, Luwuk Banggai dan Kolonodale dengan ibukotanya Poso dan daerah Otonom Donggala meliputi Onder Afdeeling Donggala, Palu, Parigi dan Toli Toli dengan ibukotanya Palu.
Pada tahun 1959 berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 Daerah Otonom Poso dipecah menjadi dua daerah Kabupaten, yakni: Kabupaten Poso dengan ibukotanya Poso dan Kabupaten Banggai dengan ibukotanya Luwuk.
Kepala daerah
Bupati Kepala Daerah yang pernah memerintah di Kabupaten Poso antara lain:
- R. Pusadan (1948-1952)
- Abdul Latif Dg. Masiki (1952-1954)
- Alimoeddin Dg. Matiro (1954-1956)
- Djafar Lapasere (1956-1957)
- S. Kabo (1957-1959)
- A. Wahab (1959-1960)
- Ngitung (1960-1962)
- Drs. B.L. Sallata (1962-1966)
- Drs. Galib Lasahido (1967-1973)
- Drs. R.P.M. Koeswandi (1973-1984)
- Soegiono (1984-1988)
- Drs. J.W. Sarapang (1988-1989)
- Arief Patanga (1989-1999)
- Drs. H. Abdul Muin Pusadan (1999-2004)
- Andi Azikin Sayuti (2004-2005)
- Drs. Piet Ingkiriwan (2005-sekarang).
Lihat pula
- Tentena - Kota kecil tempat markas Pasukan Kelelawar
- Kerusuhan Poso