Imam Zarkasyi
KH. Imam Zarkasyi (21 Maret 1901 – 30 April 1985) adalah Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo bersama 2 orang lainnya KH Ahmad Sahal dan KH Zainuddin Fananie. Ia adalah putera ketujuh dari Kyai Santoso Anom Besari.[1]
KH. Imam Zarkasyi | |
---|---|
Lahir | 21 Maret 1910 Gontor |
Meninggal | 30 April 1985 Madiun |
Dikenal atas | Trimuti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo |
Pengganti | KH Shoiman Lukmanul Hakim Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A KH Hasan Abdullah Sahal Drs. KH Imam Badri KH Syamsul Hadi Abdan, S.Ag |
Anak | Dr. KH Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A Hj. Siti Khuriyyah Subakir Hj. Dra. Siti Rosyidah Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A Dra. Hj. Annisah Fatimah Tijani Siti Farid Ismail Dra. Maimunah Alamsyah Dr. H. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, M.A Dr. H. Hamid Fahmi Zarkasyi, MA Ed Drs. Nasrullah Zainul Muttaqin Ir. Muhammad Ridho, MM |
Pendidikan dan Latar Belakang
KH. Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia beliau 16 tahun, Imam Zarkasyi muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah kelahirannya, seperti Pesantren Josari, Pesantren Joresan dan Pesantren Tegalsari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro (1925), beliau melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem Solo. Pada waktu yang sama beliau juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. M. O. Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Adabiyah) beliau sangat tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab. [2]
Sewaktu belajar di Solo, guru yang paling banyak mengisi dan mengarahkan Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah Perancis di wilayah penjajahan Belanda, dan akhirnya menetap di Solo.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat, sampai tahun 1935.[3]
Pengalaman dan Riwayat Hidup
Setelah tamat belajar di Kweekschool, beliau diminta menjadi direktur Perguruan tersebut oleh gurunya, Mahmud Yunus. Tetapi Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut selama satu tahun (tahun 1936), dengan pertimbangan meskipun jabatan itu cukup tinggi, tetapi ia merasa bahwa jabatan tersebut bukanlah tujuan utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Imam Zarkasyi yang dinilai oleh Mahmud Yunus memiliki bakat yang menonjol dalam bidang pendidikan, namun ia melihat bahwa Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Di samping itu, kakaknya Ahmad Sahal yang tengah bekerja keras mengembangkan pendidikan di Gontor tidak mengizinkan Imam Zarkasyi berlama-lama berada di luar lingkungan pendidikan Gontor. [4]
Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan Kweekschool kepada Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor. Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor sebagai lembaga pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama Kulliyatu-l Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) dan ia sendiri bertindak sebagai direkturnya.
Selanjutnya pada tahun 1943 beliau diminta untuk menjadi kepala Kantor Agama Karesidenan Madiun. Pada masa pendudukan Jepang, beliau pernah aktif membina dan menjadi dosen di barisan Hizbullah di Cibarusa, Jawa Barat. Setelah Indonesia merdeka, Imam Zarkasyi juga aktif dalam membina Departemen Agama R.I. khususnya Direktorat Pendidikan Agama yang pada waktu itu menterinya adalah Prof.Dr.H.M.Rasyidi. Tenaga dan pikirannya juga banyak dibutuhkan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ketika Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai menterinya. Jabatan-jabatan penting lainnya yang diduduki Imam Zarkasyi di tengah kesibukannya sebagai pendidik di Lembaga Pendidikan Gontor adalah sebagai Kepala Seksi Pendidikan Kementerian Agama dari anggota Komite Penelitian Pendidikan pada tahun 1946. Selanjutnya selama 8 tahun (1948-1955) ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII) yang sekretarisnya waktu itu dipegang oleh KH. E.Z. Muttaqin. dan selanjutnya beliau menjadi penasehat tetapnya.
Imam Zarkasyi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar Kementerian Agama (1951-1953), Kepala Dewan Pengawas Pendidikan Agama (1953), Ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) Departemen Agama, Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan Swasta Kementerian Pendidikan (1957). Selain itu pada tahun 1959, Imam Zarkasyi diangkat menjadi Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden Soekarno. Dalam percaturan internasional, Imam Zarkasyi pernah menjadi anggota delegasi Indonesia dalam peninjauan ke negara-negara Uni Soviet, pada tahun 1962. Sepuluh tahun kemudian, ia juga mewakili Indonesia dalam Mu’tamar Majma’ Al-Bunuth al-Islamiyah (Mu’tamar Akademisi Islam se-Dunia), ke-7 yang berlangsung di Kairo. Di samping itu, ia juga menjadi Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.
Pada tanggal 30 April 1985 pukul 21.00 WIB beliau meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Madiun.beliau meninggalkan seorang istri dan 11 orang putra-putri.
Selain dikenal sebagai aktivis dalam bidang pendidikan, sosial dan politik kenegaraan, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam kaitan ini, beliau banyak sekali meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Ini sesuai dengan niatan beliau pada awal dibukanya KMI tahun 1936, beliau berkata: “Seandainya saya tidak berhasil mengajar dengan cara ini, saya akan mengajar dengan pena.”[5]
Karya Tulis
Di antara karya tulis Imam Zarkasyi adalah Senjata Penganjur dan Pemimpin Islam, Pedoman Pendidikan Modern, Kursus Agama Islam. Ketiga buku tersebut ditulis bersama KH Zainuddin Fannanie. Selanjutnya ia menulis Ushuluddin (pelajaran Aqo’id atau Keimanan), Pelajaran Fiqih I dan II, Pelajaran Tajwid, Bimbingan Keimanan, Qowaidul imla’, Pelajaran Bahasa Arab I dan II berikut kamusnya, Tamrinat I, II dan III, beserta kamusnya dan buku-buku pelajaran lainnya. Selain itu Imam Zarkasyi juga menulis beberapa petunjuk teknik bagi para santri dan guru di Pondok Darussalam Gontor dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan di pesantren tersebut, termasuk metode mengajar beberapa mata pelajaran. Buku-buku karangan beliau hingga kini masih dipakai di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor dan pondok-pondok pesantren alumni Gontor serta beberapa sekolah agama.[6]
Referensi
- [KH. Imam Zarkasyi, http://gontor.ac.id/pimpinan/kh-imam-zarkasyi/]
- [KH. Imam Zarkasyi, http://www.facebook.com/pages/KH-Imam-Zarkasyi/290536611544?sk=info/ ]