Anaximandros
Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales.[1][2][3][4][5] Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat.[1] Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa.[3] Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[3]
Anaximandros (Άναξίμανδρος)? | |
---|---|
Lahir | c. 610 SM |
Meninggal | c. 546 SM |
Era | Filsafat Pra-Socratik |
Kawasan | Filsafat Barat |
Aliran | Filsafat Ionia, Mazhab Miletos, Filsafat Alam |
Minat utama | Metafisika, Astronomi, geografi |
Gagasan penting | Prinsip ''to apeiron'' sebagai prinsip dasar segala sesuatu |
Dipengaruhi | |
Memengaruhi |
Riwayat Hidup
Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM.[2] Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM.[2] Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.[2]
Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi.[3] Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi.[3][5][2] Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat ketika ia memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru ke Apollonia di Laut Hitam.[3][7] Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon.[7] Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi.[7][4] Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia.[4][2] Kendati ia lebih muda 15 tahun dari Thales, namun ia meninggal dua tahun sebelum gurunya itu.[5]
Pemikiran
To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu.[1] Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya.[1][3] Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu.[1] Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris.[3] Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera.[3] Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.[1]
To apeiron berasal dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas.[1] Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu.[1][3] Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu.[1][3] Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang).[1] Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.[1]
Pandangan tentang Alam Semesta
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta.[3] Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain.[3][4][5] Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya.[5] Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku.[5] Yang beku inilah yang kemudian menjadi bumi.[5] Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula.[5] Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang.[5] Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya.[3] Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.[3]
Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan.[3] Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan.[3] Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah.[5] Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi menjadi kering.[5] Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada bumi.[5]
Pandangan tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata.[3] Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah hewan yang hidup dalam air, misalnya makhluk seperti ikan.[3][5][2][4] Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan.[3][5] Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai berkembang di darat.[5][3] Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya.[5][3] Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.[3][5]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 21-22.
- ^ a b c d e f g (Inggris)Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 28-31.
- ^ a b c d e (Inggris)Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields (Ed.). Malden: Blackwell Publishing.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.
- ^ According to John Mansley Robinson, An Introduction to Early Greek Philosophy, Houghton and Mifflin, 1968.
- ^ a b c Charles H. Kahn. 1972. "Anaximander". In The Encyclopedia of Philosophy Volume 1. Paul Edwards (Ed.). New York: Macmillan Publishing & The Free Press.