Noordin Mohammad Top
Noordin Mohammad Top (11 Agustus 1968 – 17 September 2009) adalah orang yang dianggap bertanggung jawab atas serentetan serangan teror di Indonesia.
Noordin, yang berlatar pendidikan akuntansi dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM) dan pernah mengajar di sekolah, bersama dengan Dr. Azahari menjadi murid dari Abu Bakar Baasyir, tokoh organisasi Majelis Mujahidin Indonesia dan pendiri Pondok Pesantren Al Mu'min, Ngruki, Surakarta, sewaktu Baasyir berada dalam pelarian di Malaysia. Ia pernah tergabung dalam gerakan bawah tanah Jemaah Islamiyah (JI), suatu organisasi yang digolongkan teroris oleh PBB yang bercita-cita mendirikan negara berdasarkan Islam (daulat Islamiyah) di Asia Tenggara. Organisasi ini pada gilirannya menginduk pada Al-Qaeda. Pada tahun 2003 Noordin memisahkan diri dari induk organisasi dan menyatakan diri sebagai Qa'id (pemimpin) Tandzim (cabang) Al-Qaeda untuk Asia Tenggara. Ia dikenal oleh kalangan intelijen sebagai orang yang memiliki kemampuan perekrutan dan indoktrinasi yang baik, selain cerdas dan licin.
Ia bersama Azahari hijrah ke Indonesia setelah pemerintah Malaysia melakukan serangkaian operasi pembersihan teroris di negaranya, menyusul peledakan World Trade Center, New York, oleh Al Qaeda pada tanggal 11 September 2001. Di bawah perlindungan orang-orang JI ia merancang aksi pembalasan dengan agenda pertama adalah pengeboman dua klub malam di Kuta, Badung, Bali, setelah didahului oleh beberapa pengeboman berskala kecil.
Semenjak peristiwa Pengeboman Bali 2002, Noordin, Azahari, dan anggota JI lainnya menjadi sasaran pencarian utama Polri. Di mata FBI ia menempati urutan ketiga sebagai orang yang paling dicari pada tahun 2006. Dalam penyergapan oleh satuan khusus anti-terorisme Densus 88 di Batu, Malang, tanggal 9 November 2005 yang menewaskan Azahari, Noordin dapat melarikan diri. Dalam suatu penggerebekan di Weleri, Kendal (2007), kembali Noordin dikhabarkan lolos. Seusai Pengeboman Mega Kuningan, Jakarta, 2009, polisi kembali mengintensifkan pengejaran. Ia sempat diduga sebagai salah satu korban tewas dalam penyergapan di Temanggung, Jawa Tengah, oleh Densus 88 pada 8 Agustus 2009, namun empat hari kemudian Polri menyatakan bahwa yang tewas adalah Ibrohim. Baru pada tanggal 17 September 2009 Noordin akhirnya tewas dalam penyergapan di Kampung Kepuhsari, Kelurahan Mojosongo, Jebres, Surakarta, bersama-sama dengan tiga orang lain, termasuk Bagus Budi Pranoto (perakit bom peledakan Kedubes Australia di Jakarta, 2004) dan Ario Sudarso, keduanya ahli perakitan bom didikan Azahari.[1][2]
Selama dalam pelarian itu, Noordin beberapa kali melakukan pernikahan dengan perempuan di tempat ia tinggal, diperkirakan sebagai sarana untuk mengelabui petugas. Sebelumnya meninggalkan Malaysia, ia telah menikah dengan seorang perempuan kelahiran Indonesia dan memiliki tiga orang anak. Paling tidak ada tiga perempuan yang diketahui pernah dinikahinya di Jawa, salah seorang di antaranya sempat dipenjara selama dua tahun (2005-2007) karena terbukti membantu menyembunyikan Noordin.[3] Dari tiga orang ini, dua di antaranya juga memberikan keturunan.
Lihat pula
Referensi
- ^ Kronologi pengepungan Noordin M. Top di Solo. DetikNews. Edisi 17 September 2009.
- ^ Didit Tri Kertapati. Peran Noordin, Urwah, Susilo, dan Aji. DetikNews. 17 September 2009.
- ^ The Many Wives of Jakarta Bomb Suspect Noordin M Top. The Jakarta Globe. Edisi 31 Juli 2009.