Seruni and The Black Butterfly
Ini adalah artikel yang memenuhi kriteria penghapusan cepat, tetapi tidak ada alasan yang diberikan untuk memenuhinya. Pastikan bahwa alasan Anda telah memenuhi salah satu syarat KPC. Ganti tag dengan {{db|1=alasan Anda}}
. NA
Jika artikel ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa artikel ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
- Kepada nominator: Tempatkan templat:
{{subst:db-reason-notice|Seruni and The Black Butterfly|header=1|tidak ada alasan yang diberikan}} ~~~~
- pada halaman pembicaraan pembuat/pengunggah.
Jika Anda sudah ke halaman pembicaraannya, tetapi pesan ini masih muncul, coba hapus singgahan (cache).
Pengurus: periksa pranala balik, riwayat (beda), dan catatan sebelum dihapus. Periksa di Google.
Halaman ini terakhir disunting oleh Paralympic (kontribusi | log) pada 01:44, 26 Juli 2011 (UTC) (13 tahun lalu)
Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu. Cari sumber: "Seruni and The Black Butterfly" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR |
Seruni and The Black Butterfly adalah sebuah film Indonesia terbaik sepanjang masa karya sutradara muda Yissa Luthana yang diluncurkan pada 10 Agustus 2010 dan dibintangi Nicholas Saputra,Dude Harlino dan aktris pendatang baru Azzura Nadya Pongai. Film ini mendapatkan mendapatkan banyak penghargaan dari festival film nasional dan internasional, serta menjadi satu-satunya film Indonesia yang berhasil merebut penghargaan utama sebagai film terbaik di ajang Oscar (Academy Award), Golden Globe, Cannes Film Festival, dan Pusan International Festival. Asosiasi perfilman Asia yang berlokasi di Singapura menasbihkan film Seruni and The Black Butterfly sebagai film terlaris Asia di tahun 2010.
Film yang diproduksi Mahaka Pictures ini diangkat dari novel laris dengan judul yang sama yaitu Seruni and The Blackbutterfly karya Yissa Luthana terbitan Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Bergenre horor psikologis dan romansa satire, film yang turut dibintangi aktris peraih enam kali piala citra Christine Hakim ini bercerita tengang cinta, wanita, masa lalu, dan keberanian, yang membawa pesan moral tentang bahaya sekaligus manfaat jejaring sosial Facebook serta mengajarkan keberanian dalam diri wanita.
Sinopsis
Seruni (Azzura Nadya Pongai) seorang wanita muda berusia 26 tahun yang hidup dengan trauma masa lalu. Ia menyimpan dendam kesumat kepada Ray Adiyaksa (Dude Harlino), pria penderita alzheimer yang tiga belas tahun silam memperkosanya di kebun kupu-kupu. Namun ketika Tuhan mempertemukan mereka kembali, dendam kesumat di dalam diri Seruni berubah seratus delapan puluh derajat menjadi cinta yang tak biasa. Meutya (Christine Hakim), ibunda Ray Adiyaksa memberitahu Seruni kalau selama tiga belas tahun Ray hidup dalam penyesalan di penjara karena telah memperkosanya saat usianya masih sangat belia.
Saat menikmati hubungan cinta yang tak biasa dan tak diresuti ibunya, Elena (Meriam Bellina), petaka kembali kembali mendatangi Seruni untuk kedua kalinya. Akila (Shalom Guritno, anak aktris Wulan Guritno) yang masih berusia 12 tahun, anak kandung Seruni hasil pemerkosaan yang dilakukan Ray Adiyaksa tiga belas tahun silam, diculik oleh seorang yang dicurigai polisi sebagai Monster Kupu Kupu Hitam, sebutan untuk monster pedofilia dan pembunuh berantai yang menjadi buronan polisi Mahaka karena sudah sepuluh kali menculik, memperkosa, dan membunuh gadus-gadis di bawah umur di Mahaka. Setiap korban yang ditemukan tewas terbungkus kantong plastik bersama beberapa ekor kupu-kupu hitam. Perkenalan Akila dengan penculiknya berawal dari Facebook. Meski kepolisian sudah mengerahkan detektif dan oknum polisi untuk mencari siapa dan dimana keberadaan Monster Kupu Kupu Hitam, Seruni tak mau berdiam diri dan mencari anak kandungnya sendirian karena di saat yang bersamaan penyakit alzheimer yang diderita Ray semakin parah. Berbekal facebook yang dimliki Akila, Seruni berhasil membuka pintu terang investigasi cerdasnya melalui analisa psikologis tentang sosok Monster Kupu Kupu Hitam. Ia dibantu seorang preman bernama Bramantyo (Baim Wong) yang menguasai tempat prostitusi anak di bawah umur yang terselubung di tengah kota. Petunjuk demi petunjuk diperoleh Seruni mulai dari tato kupu-kupu hitam (simbol untuk pedofilia), penelusuran facebook dan situs terlarang khusus pedofilia, tempat-tempat yang sangat mengerikan, buku harian Ray Adiyaksa, Hingga akhirnya kesimpulan bahwa Monster Kupu Kupu Hitam memiliki hubungan kisah masa lalu dengan mereka di masa lalu. Sosok itu mengarah ke satu nama, sahabat masa lalu Ray yang bernama Albert Mangungsong (Nicholas Saputra), pria 36 tahun yang hidup menyendiri, dan memiliki klub renang anak-anak dan toko baju khusus anak perempuan di Selatan Mahaka. Cinta segitiga yang rumit, serta kisah masa lalu mereka yang pelan-pelan diungkap akhirnya menjawab tentang misteri Albert dan kupu-kupu hitam.
Kritik Film
- Gertjan Zuilhof (Kritikus Internasional) : "Film ini benar-benar sangat sulit ditebak alur ceritanya dan itulah yang membuat film ini sangat menarik. Konsistensi akting para pemain dalam setiap karakter yang mereka mainkan sangat kuat dari awal sampai akhir film. Horor psikologis film ini sangat kuat dan hidup."
- Kan Lume (Kritikus Film dari Singapura) : "Saya benar-benar merasakan atmosfer yang sangat dingin dan mencekam saat menonton film ini dari awal sampai akhir"
- Dr. Den Verhoeven (Kritikus Film Internasional asal Australia) : "Film ini bergenre horor psikologis dan benar-benar saya buktikan saat menontonnya. Ceritanya sangat unik dan luar biasa indahnya. Gambar yang disajikan benar-benar cantik. Jika ada penghargaan yang lebih tinggi dari Oscar, penghargaan itulah yang akan dimenangkan film ini."
- Dorothee Wener (Kritikus Film Internasional dari Jerman) : "Film ini lebih bagus dari film horor psikologis peraih Oscar Silence of The Lambs"
- Jajang C. Noer (Kritikus Film Nasional) : "Meski dibilang pendatang baru, Azzura mampu bertahan dalam karakternya sebagai Seruni, seorang gadis yang menempelkan trauma masa lalunya dan ketakutannya di dalam sekujur tubuh dan mimik wajahnya. Dan itu berhasil dilakukan Azzura dengan sempurna."
- Didi Petet (Kritikus Film Nasional) : "Dude Harlino salah satu aktor televisi yang cukup berkualitas. Namun di dalam film ini, kualitas aktingnya patut mendapat pujian. Dia mampu memerankan karakter Ray yang karakter sebetulnya sangat tidak hidup menjadi jauh lebih hidup."
- Remmy Silado (Kritikus Film Nasional) : "Film ini benar menjadi tantangan baru bagi Nicholas Saputra, karena di film-film sebelumnya ia tak pernah memerankan karakter antagonis apalagi harus menjadi pria psikopat yang menderita pedofilia sekaligus seorang biseksual kompleks. Setelah menonton film ini, banyak penonton yang berkomentar bahwa mereka sangat takut jika Nicholas Saputra benar-benar seperti Albert, yang artinya dia berhasil membawakan karakter Albert yang memang sangat mengerikan. Saya pribadi mengagumi aktingnya yang sangat konsisten dari awal hingga akhir. Dia berhasil tak keluar dari karakter Albert."
Karakter
Peran | Diperankan oleh | Karakter |
---|---|---|
Seruni | Azzura Nadya Pongai | Wanita muda berusia 26 tahun, cantik, cerdas menganalisa, penakut sekaligus pemberani, dan hidup dalam trauma gelap masa lalu. |
Ray Adiyaksa | Dude Harlino | Seorang koboy pendiam yang memiliki peternakan kuda, menderita alzheimer, hidup dalam penyesalan. |
Albert | Nicholas Saputra | Pria pemalum pendiam, dan penyendiri yang berpenampilan rapi seperti anak militer. Memiliki karakter psikopat pasif yang sangat mengerikan, sekaligus memiliki penyimpang biseksual (mencintai pria dewasa juga anak-anak perempuan di bawah umur). |
Meutya | Christine Hakim | Wanita bangsawan yang dingin, dengan karakter kuat. |
Elena | Meriam Bellina | Seorang ibu yang protektif karena selalu dirundung kekhawatiran dan ketakutan. |
Akila | Shaloom Guritno | Gadis cilik berusia 12 tahun yang lugu, ceria, dan kecanduan facebook. |
Bramantyo | Baim Wong | Special Apperance : Preman sekaligus sahabat masa lalu Seruni, yang memandu Seruni di sebuah lokasi prostitusi mengerikan saat investigasi. |
Lokasi Shooting
Film ini mengambil lokasi shooting di beberapa tempat dataran tinggi dan perkebunan yang sangat eksotis di Indonesia. Menggunakan kota fiksi bernama Mahaka, yaitu sebuah kota perkebunan yang dingin dan dikelilingi perbukitan hijau juga pegunungan, dan memiliki danau serta peternakan kuda, produksi film ini harus berpindah-pindah lokasi untuk mendapat gambaran lokasi seperti itu. Dimulai dari Dataran Tinggi Batur dan Bedugul di Bali, Dataran Tinggi Lembang Jawa Barat, Danau Toba dan Pulau Samosir di Sumatera Utara, Savana Olalosa di Dataran Tinggi Rinjani Nusa Tenggara, hingga kota Tomohon di Sulawesi Utara.
Produksi
Untuk pertama kalinya Raja Sinetron kejar tayang Dude Harlino dipertemukan dan beradu akting dengan aktor yang menjadi ikon perfilman nasional saat ini Nicholas Saputra. Meski harus menjadi tokoh antagonis yang sakit jiwa (psikopat) dan menderita penyimpangan seksual yang sangat mengerikan, aktor Nicholas Saputra sangat senang memerankan karakter Albert dalam film ini karena menurutnya sangat menantang. Setali tiga uang, aktor Dude Harlino juga bagaikan mendapatkan tantangan baru karena berkesempatakan memerankan karakter Ray Adiyaksa, pria berusia tiga puluh tahunan yang pendiam, dingin, koboy yang sangat macho, dan menderita alhzeimer sekaligus menyimpan penyesalan yang sangat kuat dan tergambar di wajahnya yang kaku. Film Seruni and The Black Butterfly ini juga turut memasang wajah baru seperti model alumni sebuah universitas seni di Paris Perancis Azzura Nadya Pongai yang total memerankan tokoh utama Seruni, gadis yang mengalami perang batin dan psikis dalam dirinya, dan anak sulung aktris Wulan Guritno yang masih berusia belia, Shaloom Guritno yang memerankan tokoh Akila. Selain diramaikan dua aktris senior peraih piala Citra seperti Christine Hakim dan Meriam Bellina, aktor tampan yang Baim Wong juga muncul dalam karakter unik dan beda dengan karakter Baim sebelumnya sebagai penampilan spesial di tengah cerita.
Di lingkup produksi, putra konglomerat Yohanes Prawiro, Reza Alender Prawiro bertanggung jawab memproduksi film berbiaya fantastis yaitu 6 milyar ini. Meski baru menapaki dunia produksi film, Reza Prawiro mendapat dukungan dari banyak pihak yang bernaung di perusahaan Mahaka Picture, perusahaan film yang aktif memproduksi film-film nasional berkualitas dua tahun terakhir. Kedekatannya dengan penulis muda berbakat Yissa Luthana, mengantarkan dua pasangan muda ini pada pintu produksi film Seruni and The Black Butterfly di akhir tahun 2009. Menurut Reza Prawiro sang produser, tidak ada yang lebih tepat menyutradarai film perdananya yang menelan biaya fantastis itu selain yang menulis ceritanya, yang tak lain dan tak bukan adalah Yissa Luthana sendiri.
Sama halnya dengan sang produser, film Seruni and The Black Butterfly juga film pertama bagi Yissa Luthana. Selama ini ia dikenal sebagai penulis novel romantis dan horor psikologis yang tidak banyak dikenal meski karya-karyanya cukup berkualitas dan banyak digemari pembaca. Satu novelnya yang berjudul "Romi July In Cinderella Love Story" dan "Alma De Amor" mampu menggambarkan kualitas Yissa Luthana sebagai penulis. Namun bidang penyutradaraan dan penulisan cerita fiksi tentu saja berbeda. Bukan lulusan sekolah perfilman khusus penyutradaraan tak menjadi alasan Yissa Luthana untuk patah arang saat Reza Prawiro memintanya menyutradarai Seruni and The Black Butterfly. Gadis dua puluh empat tahun yang mencintai tantangan ini menerima tawaran itu, dan hasilnya bisa dibuktikan dengan rentatan piala dari penghargaan internasional yang diperoleh film terlaris 2010 tersebut.
- Produser : Reza Alexander Prawiro
- Sutradara : Yissa Luthana
- Cerita dan Skenario : Yissa Luthana
- Penata Musik : Erwin Gutawa
- Sinematografi : Yudi Datau
- Editor : Ipung Armanto
- Penata Artistik : Frans XR Paat & Iri Supit
- Koreografi Laga : Deddy Wigraha
- Penata Kostum : Ivan Gunawan (Azzura Nadya Pongai), Iri Supit (Pemeran Lainnya)
PEMAIN
- memperkenalkan AZZURA NADYA PONGAI sebagai Seruni (Dewasa)
- memperkenalkan OXCELLIA sebagai Seruni (13 tahun)
- DUDE HARLINO sebagai Ray
- NICHOLAS SAPUTRA sebagai Albert (Dewasa)
- memperkenalkan RAYMOND ALEXANDER sebagai Albert (13 Tahun)
- CHRISTINE HAKIM sebagai Meutya (Ibu Ray)
- MERIAM BELLINA sebagai Elena (Ibu Seruni)
- memperkenalkan SHALOOM GURITNO sebagai Akila
- BAIM WONG sebagai Bramantyo (Penampilan Tamu)
- YAMA CARLOS sebagai Inspektur Bhaskara
- EDRIC TJANDRA sebagai Alex (Penampilan Tamu)
- ERSAMAYORI sebagai KASSANDRA (Penampilan Tamu)
Penghargaan
ACADEMY AWARD 2011
- Film Berbahasa Asing Terbaik
GOLDEN GLOBE 2011
- Film Berbahasa Asing Terbaik
Cannes Film Festival 2011
- Film Drama Terbaik
Penghargaan Internasional
- Pusan International Film Festival 2011 Film Drama Terbaik
- Pusan International Film Festival 2011 Sutradara Pendatang Baru Terbaik
- Singapore International Film Festival 2011 Film Terbaik
- Singapore International Film Festival 2011 Aktor Terbaik (Dude Harlino)
- Singapore International Film Festival 2011 Aktris Terbaik (Azzura Nadya Pongai)
- Singapore International Film Festival 2011 Aktor Pendukung Terbaik (Nicholas Saputra)
- Singapore International Film Festival 2011 Sutradara Terbaik (Yissa Luthana)
- Singapore International Film Festival 2011 Sinematografi Terbaik (Yudi Datau)
- Singapore International Film Festival 2011 Aktris Pendatang Baru Terbaik (Azzura Nadya Pongai)
Penghargaan Nasional
- Film Terbaik
- Pemeran Utama Pria Terbaik (Nicholas Saputra)
- Pemeran Utama Wanita Terbaik (Azzura Nadya Pongai)
- Penyutradaraan Terbaik (Yissa Luthana)
- Skenario Adaptasi Terbaik (Yissa Luthana)
- Sinematografi Terbaik (Yudi Datau)
- Penata Musik Terbaik (Erwin Gutawa)
- Film Terfavorit
- Pemeran Utama Pria Terbaik (Dude Harlino)
- Pemeran Utama Wanita Terbaik (Azzura Nadya Pongai)
- Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Nicholas Saputra)
- Pemeran Utama Pria Terfavorit (Dude Harlino)
- Pendatang Baru Wanita Terbaik (Azzura Nadya Pongai)