Rsi Agastya

Di dalam sejarah penyebaran Agama Hindu, Rsi Agastya adalah sangat terkenal jasa-jasanya. Menurut Pustaka Purana dan Mahabharata, beliau lahir di Kasi (Benares) sebagai penganut Siwa yang taat. Beliau merupakan sebagai pemegang obor dan memberi penerangan suci ke seluru pelosok. Beliau meninggalkan kota Kasi menuju ke selatan sebagai Dharmaduta menyebarkan Agama Hindu. Di India Selatan, Beliau dapat menaklukkan para Asura dan oleh karena ajaran-ajaran Dharmanya dapat menjadikan Daerah Selatan tempat perkembangannya Dharma. Kemuliaan nama beliau menyebar luas sampai ke India Belakang dan Indonesia sebagai penyebar agama Hindu. Di India Belakang nama beliau disebut dalam prasasti-prasasti.


Di Indonesia denagn jelas disebut dalam prasasti Dinaya. Di Jawa Timur pada abad ke 8 dibuatkan pelinggih untuk beliau. Oleh karena kebesaran dan kesucian Maha Rsi Agastya, maka juga disebut Bhatara Guru sebagai perwujudan Siwa di dunia mengajarkan Dharma. Di dalam sejarah agama Hindu di Indonesia, Maha Rsi Agastya disucikan namanya dalam prasasti-prasasti dan kesusastraaan-kesusastraan kuno. Yang terdahulu sekali menyebut nama beliau ialah prasasti Dinaya di Jawa Timur tahun Saka 682 di mana seorang Raja bernama Gajayana membuat pura suci yang sangat indah untuk Maha Rsi Agastya dengan maksud untuk memohon kekuatan suci untuk mengatasi kekuatan yang gelap. Juga di Porong (Jawa Tengah). Prasasti tahun Saka 785 menyebutkan bahwa “Selama matahari dan bulan ada di cakrawala dan selama dunia ini dikelilingi oleh empat Samudra, selama dunia ini dipenuhi oleh hawa, selama itu ada kepercayaan kepada Maha Rsi Agastya.”

Di Bali didapatkan pemuliaan nama Rsi Agastya sebagai saksi dan penguat sumpah-sumpah (Harichandana). Pemuliaan terhadap Bhatara Guru yaitu Maha Rsi Agastya tidak hanya terbatas pada Bali, Jawa dan Lombok saja tetapi juga di Sulawesi bagian Selatan, Kalimantan dan lain-lainnya. Mengingat usaha-usahanya dalam Dharmayatra ini maka banyak istilah-istilah yang diberikan kepada Maha Rsi Agastya di antaranya:

a. Agastya Yatra, artinya perjalanan suci yang tak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. b. Pita Sagara, artinya Bapak dari Lautan, karena mengarungi lautan-lautan yang luas demi untuk Dharma.