Yahudi di Indonesia

artikel daftar Wikimedia

Yahudi di Indonesia berawal dari kedatangan penjelajah Eropa awal dan pemukim. Yahudi di Indonesia saat ini membentuk komunitas Yahudi yang sangat kecil, yang terdiri hanya sekitar 20 orang etnis Yahudi asli,[1] yang kebanyakan merupakan Yahudi Sephardi.

Sejarah

Pada tahun 1850-an, pengelana Yahudi, Jacob Saphir, adalah orang pertama yang menulis mengenai komunitas Yahudi di Hindia Belanda, setelah mengunjungi Batavia. Di Batavia, ia telah banyak berbicara dengan seorang Yahudi lokal, yang telah memberitahunya bahwa ada sekitar 20 keluarga Yahudi di kota itu dan beberapa di Semarang. Kebanyakan Yahudi yang hidup di Hindia Belanda pada abad ke-19 adalah Yahudi Belanda yang bekerja sebagai pedagang atau hal-hal yang berhubungan dengan rezim kolonial. Namun, beberapa anggota komunitas juga merupakan imigran dari Irak atau Yaman. Di masa pemerintahan Belanda di Indonesia, agama Yahudi diakui sebagai agama resmi.

Pada saat Perang Dunia, jumlah Yahudi di Hindia Belanda diperkirakan sekitar 2.000 jiwa. Yahudi Indonesia diasingkan ketika Pendudukan Jepang di Indonesia dan mereka dipaksa untuk bekerja di kamp. Setelah perang, Yahudi yang dilepas banyak menemui berbagai masalah, dan banyak yang berimigrasi ke Amerika Serikat, Australia atau Israel.

Ketika masa pemerintahan Soekarno, hak penganut Yahudi sempat disamakan dengan agama lainnya seperti Islam, Kristen Protestan, dan Kristen Katolik. Bahkan pada surat Menteri Agraria yang dirilis pada 1961 menyatakan bahwa beliau mengakui kaum agama Israelit (sebutan kaum Yahudi pada masa itu) diakui sebagai agama di Indonesia.Tidak banyak yang mengetahui pula,bahwa peristiwa 10 November 1945 juga melahirkan seorang pejuang yang berasal dari kaum Yahudi Surabaya,yaitu Charles Mussry. [2]

Populasi

Pada akhir 1960-an, menurut Kongres Yahudi Sedunia [3] populasi Yahudi di Indonesia diperkirakan ada 20 orang Yahudi asli yang tinggal di Surabaya dan Jakarta. Nenek moyang mereka adalah imigran asal Irak, Yaman, India, Belanda, Jerman, Portugis dan Eropa Timur. Serta 500 orang peranakan Yahudi asal Belanda, Jerman dan El Salvador tinggal di Manado dan Tomohon, yang mana mendapatkan jaminan atas kebebasan beribadah oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, ditandai dengan diizinkannya pendirian sebuah Sinagoga dan tugu berbentuk Manorah. Terdapat pula sejumlah kecil komunitas Yahudi ekspatriat di Bali.

Keturunan Yahudi Indonesia

Beberapa tokoh peranakan Yahudi Indonesia di antaranya adalah
Beragama Yahudi:

  1. Rabbi Yaakov Baruch, satu-satunya Rabi di Indonesia
  2. Benjamin Ketang, Ketua IIPAC di Indonesia

Berdarah bangsa Yahudi tetapi tidak beragama Yahudi/Crypto-Jews:

  1. Marini Sardi, Artis Senior
  2. Yapto Suryosumarno, Politikus, Tokoh Pemuda
  3. Larasati Suryokumoro, Pengusaha Ternama
  4. Nafa Urbach, Penyanyi, Bintang Sinetron
  5. Cornelia Agatha, Bintang Film
  6. Xaviera Hollander, Penulis, Bintang Erotika, Pengusaha
  7. Ahmad Dhani, Musisi
  8. Sheila Marcia Joseph, Bintang Sinetron
  9. Dolly Zegerius, Mantan Atlet Puteri Nasional
  10. Mariana Renata, Top Model, Bintang Film`
  11. Irwan Dhanny Mussry, Pengusaha Papan Atas
  12. Charles Mussry, Mantan Pejuang Nasional

Asimilasi dan perubahan populasi

Karakteristik sosial dan budaya yang sama dari Indonesia yang difasilitasi ekonomi luar biasa, politik, dan keberhasilan sosial dari komunitas Yahudi Indonesia juga memberikan kontribusi untuk asimilasi.

Perkawinan silang antar suku meningkat dari kira-kira 55% pada 1944 menjadi sekitar 90% - 99% pada tahun 2004. Pasangan kawin silang tersebut membesarkan anak-anak mereka dengan pendidikan agama setempat. Namun, jauh dari kebudayaan keluarga kawin silang untuk membesarkan anak-anak mereka hanya dari budaya Indonesia saja.

Untuk identitas, isu-isu pemerintah tentang KTP (Kartu Tanda Penduduk). Setiap warga negara di atas usia 17 tahun harus membawa KTP. Terdaftar di kartu identitas merupakan seorang pemegang agama. Indonesia hanya mengakui enam agama: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Agama Yahudi dan agama lainnya tidak diakui sebagai agama oleh pemerintah Indonesia, namun di dalam KTP tergolong ke dalam Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Menjadikan agama resmi

Sebagai kaum minoritas, kaum Yahudi sering mendapat perlakuan diskriminatif, baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Hal itu terkait dengan stigma bahwa mereka adalah antek-antek Zionis Israel. Kasus tawuran massal pernah terjadi antara komunitas Arab dengan kaum Yahudi di daerah Pasar Besar, Surabaya pada dekade '70-an. Pernah juga terjadi amuk massa, pengrusakan dan pengibaran bendera Palestina pada awal tahun 2009 di sebuah sinagoga di jalan Kayoon No.4, Surabaya. Insiden ini dipicu oleh kebrutalan Israel di Gaza, Palestina dan berujung pada penyegelan sementara yang dilakukan Pemkot Surabaya atas Sinagoga tersebut, yang merupakan sinagoga tertua di Indonesia. Pada tahun 2010, The Indonesia-Israel Public Affairs Committee (IIPAC) didirikan, dengan visi menjembatani hubungan dagang antar kedua negara. Kini mereka ingin Yahudi ditulis pada kartu tanda penduduk (KTP) sebagai agama resmi. Mereka juga ingin pernikahan dengan ajaran Yahudi diakui secara resmi di Indonesia karena selama ini kaum Yahudi di Indonesia "meminjam" prosesi agama yang mereka peluk agar pernikahan mereka diakui pemerintah.

Karena itu, Yaakov bersama anggota komunitas Yahudi lainnya sedang berupaya agar Yahudi diakui sebagai agama resmi di Indonesia. Selain itu, dia meminta agama Yahudi menjadi salah satu pilihan kolom agama di KTP. Mereka sudah menyewa pengacara untuk mengusahakannya, baik lewat jalur hukum formal maupun lobi-lobi.

Referensi

Pranala luar