Merden, Purwanegara, Banjarnegara
Merden adalah desa di kecamatan Purwanegara, Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia
Merden | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Banjarnegara | ||||
Kecamatan | Purwanegara | ||||
Kode Kemendagri | 33.04.04.2002 | ||||
Luas | - | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Desa Merden terletak di wilayah Kecamatan Purwanegara , Kabupaten Banjarnegara , Propinsi Jawa Tengah dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan Danaraja
Sebelah selatan : berbatasan dengan Kalitengah dan Jalatunda
Sebelah Timur : berbatasan dengan Karanganyar dan Mertasari
Sebelah barat : berbatasan dengan Somawangi dan Kebakalan
Jarak dari ibu kota Kecamatan Purwanegara 4 ( empat ) km.
Seacara geografis kondisi wilayahnya merupakan daerah Pertanian dengan luas wilayah 818.950 Ha.
Desa memiliki 5 ( lima ) Dusun, 8 ( delapan ) RW, dan 54 ( lima puluh empat ) RT. yang terdiri dari:
- Dusun / RW : Dusun I / RW I memiliki 8 ( delapan ) RT .
- Dusun / RW : Dusun II / RW 3 memiliki 6 ( enam ) RT.
- Dusun / RW : Dusun II / RW 4 memiliki 6 ( enam ) RT.
- Dusun / RW : Dusun III / RW 5 memiliki 5 ( lima ) RT.
- Dusun / RW : Dusun III / RW 7 memiliki 7 ( tujuh ) RT.
- Dusun / RW : Dusun IV / RW 6 memiliki 11 ( sebelas ) RT.
- Dusun / RW : Dusun V / RW 2 memiliki 5 ( lima ) RT.
- Dusun / RW : Dusun V / RW 8 memiliki 6 ( enam ) RT.
B. Kependudukan .
Data penduduk per Juni 2007 jumlah penduduk total satu desa adalah 10. 190 jiwa dengan perincian sebagai berikut: Jumlah Laki-laki : 5.152 orang, Jumlah Perempuan : 5.038 orang, Jumlah KK : 2.400 KK, Jumlah RTM : 1.205 KK dengan prosentase 50 %.
Mata pencaharian penduduk terdiri dari: PNS : 210 orang, Petani Pemilik : 1.500 orang, Petani Buruh : 3.100 orang, Wiraswasta : 250 orang, Lain-lain : 455 orang
Sadangkan tingkat pendidikan penduduk adalah sebagai berikut: Tidak tamat SD (sederajat) : 14 % , Tamat SLTP (sederajat) : 40 % , Tamat SLTA (sederajat) : 15 % , Tamat Perguruan Tinggi : 1 %
D. Kelembagaan Desa
Kelembagaan Desa yang ada hingga saat ini adalah
1. Pemerintahan Desa yang dipimpin oleh Kepala Desa yang dijabat oleh Achmad Badrussalam
2. Lembaga Perencana Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (LP3M)
3. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan lembaga unsur dalam Pemerintaha Desa
Potensi Desa
A . Sumber Daya Alam .
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh desa berupa; Tanah sawah : 205 Ha, Tanah pekarangan : 370 Ha, Tanah Tegalan : 212 Ha, Lain-lain : 31 Ha
Sarana prasarana yang dimiliki oleh Pemerintah dan masyarakat Desa adalah:
1. Sarana Pemerintahan :
Kantor Desa : 1 buah, Balai Desa : 1 buah, Balai Dusun/RW : - buah.
2. Sarana pendidikan :
Taman Kanak-Kanak / Play Group : 6 buah, Sekolah Dasar / MI : 6 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama : 2 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas : - buah, Perguruan Tinggi : - buah, Pondok Pesantren dan sejenisnya : - buah.
3. Sarana ekonomi :
Pasar : 1 buah/lokasi , Lembaga Keuangan ( Bank , Koperasi dll.) : - buah
4. Sarana kesehatan :
RS / Puskesmas / Poliklinik /Polindes : 2 buah , Posyandu : 13 buah , Laboraturium Kesehatan : - buah
5. Prasarana Jalan
Jalan Aspal : 5 ruas , Jalan Makadam / Telasah / Telford : 5 ruas , Jalan Rabat beton / floor : 25 ruas , Jalan tanah : 50 ruas
6. Sarana ibadah
Masjid / mushola : 56 buah, Gereja : - buah , Kuil / [[ Vihara / Klenteng : 1 buah.
MASA AKHIR KEJAYAAN KI AGENG SUTA
A. RADEN JIWA YUDA SANG PENDEKAR ,
Tapi hukum Tuhan bicara lain, bahwa kekuatan manusia ada batasnya dan sangat terbatas. Diatas langit masih ada langit.
Disaat keadilan dan kebenaran telah dicampakan kedholiman telah melanda dimana-mana munculah seorang pemuda yang selalu tampil membela rakyat kecil. Pemuda itu adalah Raden Jiwa Yuda anak ketiga dari Raden Suta Wijaya yang dibawa kakeknya Panembahan Heru Cokro dari Pancamanis Daerah Nusakambangan.
Dengan kepandaian dalam ilmu bela diri dan olah kanuragan serta keberanian membela yang benar dan selalu berpihak pada rakyat kecil dan yang lemah dalam waktu singkat R. Jiwa Yuda jadi sangat terkenal dan merakyat. Keberadaanya di Kademangan Merden yang belum begitu lama sudah sangat diperhitungkan bahkan ditakuti dan disegani oleh orang-orang Ki Ageng Suta. Ketakutan itu bukan karena nama besar ayahnya R. Sutawijaya tapi memang karena kelebihan yang dimilikinya. Beberapa kali orang Ki Ageng Suta mencoba kemampuannya tapi semua bisa dikalahkan dengan mudah.
Melihat kenyataan ini Ki Ageng Suta bertindak sangat hati-hati untuk mengambil sikap, apalagi dia semakin tua, masyarakat banyak sekali yang berpihak kepada R. Jiwayuda yang sebenarnya memang ahli waris kademangan Merden. Diukur dari ilmu kanuragan dan bela dirinya, Ki Ageng Suta mengakui kehebatannya dan juga senjata yang dimilikinya yakni Pedang Siwarak dan Tombak Sibuntal.
Melihat kemampuan dan kehebatan Raden Jiwa Yuda maka Ki Ageng Suta mengutus orang kepercayaannya untuk menemui Raden Jiwa Yuda guna menyampaikan bahwa Ki Ageng Suta akan segera menyerahkan kekuasaan kademangan kepada Raden Jiwa Yuda dengan satu syarat Ki Ageng Suta dan keluarganya tidak diganggu dan diusik dengan masalah yang sudah terjadi.
Raden Jiwa Yuda menyanggupi selama ia mau bertobat dan tidak mengulangi perbuataan dholimnya. Ikrar pun telah disepakati bersama. Mulai saat itu Raden Jiwa Yuda memangku jabatan Demang Merden dan tidak lama kemudian Ki Ageng Suta meninggal dunia.
Tak lama kemudian Perang Diponegoro berkobar Raden Jiwa Yuda pergi meninggalkan kademangan untuk memnuhi seruan jihad melawan penjajah Belanda.
Gemek merupakan burung piaraan yang paling populer di tlatah Banyumas. Hampir setiap rumah memiliki burung Gemek (puyuh) ini, karena jenis burung yang palingmudah dipelihara dan manfaatnya cukup banyak. Kalau yang betina bisa bertelor setiap hari dan yang jantan disamping untuk cekekeran dengan suaranya yang nyaring seperti ayam alas, juga sering dimanfaatkan untuk aduan. Yang paling rame orang pelihara gemek saat itu untuk diadu, dari rakyat biasa sampai Bupati semua senang melihat atau mengadu gemek.
Saat itu gemek yang paling terkenal dan tak terkalahkan adalah Gemek Watu Gilig dari tlatah Kademangan Merden. Gemek Watu Gilig secara fisik memiliki bentuk yang sempurna atau memiliki katuranggan yang sangat baik seperti :
1. Kulitnya putih dengan ekor agak ngawet.
2. Kepalanya besar dan bulunya lebat.
3. Lehernya agak lemas dengan peregangan kerap (Kalung Tepung).
4. Cucuknya agak bujel.
5. Matanya bulat dan rata.
6. Pupunya mukang gasir (seperti kaki jangkrik hutan) dengan garis yang garing.
Ciri-ciri Gemek Watugilig yang sering keluar :
1. Ules (bentuk bulu) lurik semu klawu (blirik agak ungu) ciri seperti ini orang mengatakan Rayung.
2. Kadang keluar dengan bulu wido hijau agak ungu, orang menyebutnya Jemethi.
Sayangnya Gemek Watu Gilig tidak setiap saat keluar dan setiap orang bisa mendapatkannya.
Konon Gemek ini peliharaan R. Sutawijaya dari pemberian kakek gurunya Panembahan Heru Cokro dari Panca manis Nusakambangan. Burung ini sengaja dilepas bebas dialas Watu Gilig dari arah kademangan sebelah utara kurang lebih satu kilometer.
Watu Gilig saat itu merupakan padang ilalang ditengah-tengahnya mengalir sungai Karang Lo. Ditengah-tengah padang ilalang ada gundukan batu hitam yang rata kurang lebih 1,5 meter. Orang menyebutnya batu sembahyangan karena dulu di pakai R. Sutawijaya (Demang Merden) untuk melakukan ibadah sholat terutama kalau sedang menyendiri.
Jarang ada orang yang berani ke daerah situ karena takut kesambet, setannya galak-galak (jahat). Di batu sembahyangan ini Gemek Watu Gilig sering terlihat bertengger di atas batu. Kehebatan Gemek Watu Gilig sudah tidak asing lagi dan selalu menjadi incaran para penggemar burung Gemek kabar ini pun jadi perhatian khusus Bupati Banyumas saat itu. Sampai akhirnya mengutus orang untuk memesan Gemek Watu Gilig.
Setelah mengetahui maksud kedatangan utusan Bupati untuk memesan Gemek Watu Gilig, Ki Demang merasa berat hati karena Gemek Watu Gilig baru saja diberikan pada sahabatnya seorang Cina yang baru saja masuk Islam.
Keberatan hatinya pun disampaikan pada utusan Bupati tersebut. Tapi sang duta memaksa untuk dicarikan yang lainnya saja karena kalau gagal ia akan kena marah Bupati. Namun Ki Demang tetap tidak mau berbohong pada siapapun apalagi pada Bupati.
Utusan Bupati pun pulang dengan tangan hampa karena tidak bisa mendapatkan Gemek Watu Gilig. Untuk menutupi kekecewaan itu utusan mencari gemek pada penduduk yang kebetulan beternak gemek yang terbaik. Sesampainya di kabupaten, gemek ditaruh di kandang yang telah dipersiapkan.
Begitu dimasukan ke kandang dan langsung berbunyi cekeker-cekeker dan sebentar-sebentar bunyi. Bupati pun senang melihatnya karena sehat, lincah dan jinak.
Pada bulan berikutnya pertarungan gemek dimulai di alun-alun dengan peserta cukup banyak. Orang-orang banyak yang bertaruh kalau gemek sang Bupati akan menang karena baru didapatkan dari Kademangan Merden.
Setelah sampai akhir ternyata gemek yang tak terkalahkan adalah milih Babah Asan seorang Cina dari Cirebon, Bupati merasa wirang (malu) karena gemek andalannya terkalahkan.
Babah Asan sebagai pemenang diberi kehormatan untuk mampir di kabupaten. Sambil duduk dan ngobrol santai bupati memancing Abah Asan untuk menceritakan soal gemek miliknya dan asal muasalnya.
Abah Asan pun cerita apa adanya. Mendengar cerita yang dibeberkan oleh Abah Asan, Bupati marah besar dan merasa tersinggung karena sudah dibohongi oleh Demang Merden.
Pada hari berikutnya Bupati mengadakan paseban dan mengundang Demang Merden. Tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalannya bupati langsung memarahinya dengan mencaci maki, Demang Merden hanya terdiam sambil menahan emosinya.
Dan akhirnya bupati menjatuhkan hukuman dengan pemberhentian dengan tidak hormat pada Citra Drana dari jabatan Ddemang Merden. Dan pemerintahan dinyatakan demisioner.
Citra Drana pulang dengan hati yang massgul bukan karena jabatannya diambil tapi tidak diberi kesempatan padanya untuk menjelaskan persoalan tersebut.
Dari beberapa sumber menjelaskan kenapa bupati begitu marah terhadap Demang Merden antara lain :
Keluarga Kademangan Merden banyak yang mendukung pada pangeran-pangeran yang melakukan perlawanan pada penjajah seperti Demang Jiwa Yuda, KH. Musa keponakan Jiwa Yuda dll.
Sering mengkritik kebijakan Bupati yang terlalu dekat dengan Belanda.
Jadi masalah Gemek bukan persoalan pokok yang menjadikan kademangan dibekukan tapi ada kepentingan politik dibalik persoalan Gemek.