Sikap masyarakat terhadap hubungan sesama jenis telah berubah dari waktu ke waktu dan berbeda secara geografis. Bermula dari mengharapkan semua pria terikat dalam hubungan sesama jenis, dalam kesatuan sederhana, melalui penerimaan, dalam pemahaman praktik tersebut merupakan dosa kecil, menekannya melalui penegakan hukum dan mekanisme pengadilan, hingga dalam pengharaman hubungan tersebut praktik homoseksual dijerat dengan hukuman mati

Dalam kumpulan kajian sejarah dan etnografi budaya pra-industri, "penolakan terhadap homoseksualitas dilaporkan sebesar 41% dari 42 budaya; Sebesar 21% budaya menerima dan/atau mengabaikan homoseksualitas, dan 12% melaporkan tidak ada konsep seperti itu. Dari 70 catatan etnografis, 59% melaporkan homoseksualitas tidak ada atau jarang terjadi dan 41% menunjukkan homoseksualitas ada atau dianggap biasa."[1]

Dalam budaya yang dipengaruhi oleh agama-agama Ibrahim, hukum dan gereja menetapkan sodomi sebagai pelanggaran terhadap hukum Tuhan atau kejahatan terhadap alam. Namun, penjatuhan hukuman kepada pelaku seks anal dari kalangan homoseksual sudah tercatat sejarah sebelum lahirnya agama Kristen. Hal ini dilaporkan sering terjadi di zaman Yunani Kuno; "ketidakwajaran" ini dapat ditelusuri kembali hingga ke era Plato.[2]

Banyak tokoh sejarah yang diduga gay atau biseksual seperti Socrates, Lord Byron, Edward II, dan Hadrian.[3] Sejumlah ilmuwan, seperti Michel Foucault, menganggap pelabelan gay atau biseksual ini berbahaya bagi pengenalan anakronistik sebuah konstruksi seksualitas kontemporer yang tidak muncul pada masa itu,[4] tetapi banyak kalangan yang menentang ini.[5]

Argumen umum kalangan konstruksionis menyatakan bahwa tidak ada seorang pun di zaman kuno atau Abad Pertengahan yang mengalami homoseksualitas sebagai suatu karakteristik penentu seksualitas yang bersifat eksklusif dan permanen. John Boswell membalas argumen ini dengan mengutip tulisan-tulisan Yunani kuno Plato,[6] yang menggambarkan individu-individu tersebut menunjukkan homoseksualitas eksklusif.

Afrika

Berkas:Niankh.jpg
Khnumhotep dan Niankhkhnum. Gambar © 1999 Greg Reeder.

Meskipun sering diabaikan atau ditekan oleh penjelajah dan penjajah dari Eropa, penduduk asli Afrika memiliki berbagai bentuk ekspresi homoseksual. Antropolog Stephen O. Murray dan Will Roscoe melaporkan bahwa perempuan di Lesotho melakukan sanksi sosial berupa "hubungan erotis jangka panjang" yang disebut motsoalle.[7] E. E. Evans-Pritchard juga mencatat bahwa prajurit laki-laki suku Azande di Kongo utara rutin mengambil kekasih laki-laki muda antara usia dua belas dan dua puluh, yang membantu tugas rumah tangga dan berpartisipasi dalam seks interkrural dengan suami mereka yang lebih tua. Namun, praktik ini telah mati sejak awal abad 20, setelah bangsa Eropa menguasai negara-negara Afrika, tetapi sempat diceritakan kalangan tetua kepada Evans-Pritchard.[8]

Khnumhotep dan Niankhkhnum, pasangan homoseksual pertama yang tercatat dalam sejarah, adalah pasangan laki-laki dari Mesir Kuno, hidup sekitar tahun 2400 SM. Pasangan ini digambarkan dalam posisi hidung mencium, pose paling intim dalam seni Mesir, dan dikelilingi oleh apa yang tampaknya menjadi warisan dan istri mereka. Penafsiran ini diragukan oleh arkeolog lain, seperti David O'Connor yang meyakini bahwa mereka berdua mungkin adalah saudara, kemungkinan saudara kembar.

Amerika

 
Tarian untuk Berdache
Tarian upacara Bangsa Sac dan Fox untuk merayakan dua-roh. George Catlin (1796–1872); Smithsonian Institution, Washington, DC

Di antara penduduk asli Amerika sebelum masa penjajahan Eropa, bentuk umum hubungan sesama-jenis terjadi dalam sosok individu Dua-Roh. Biasanya individu ini dikenali sejak awal, masing-masing diberi pilihan oleh orang tua mereka untuk mengikuti jalan, dan setelah sang anak menentukan pilihannya, ia akan dibesarkan dengan cara yang sesuai dan akan mempelajari kebiasaan dari gender yang telah dipilih. Individu Dua-Roh umumnya adalah seorang dukun terpandang dan dihormati karena kekuatannya yang melampaui dukun-dukun lainnya. Mereka biasanya berhubungan seksual dengan anggota suku biasa dengan jenis kelamin yang sama.

Individu homoseksual dan transgender juga umum didapati di sejumlah peradaban pra-penaklukan di Amerika Latin, seperti Aztek, Maya, Quechua, Moche, Zapotek, dan Tupinambá di Brasil.[9][10]

 
Balboa melepas anjing perangnya untuk menyerang pelaku cinta sesama jenis tahun 1513; gambar oleh New York Public Library

Para penakluk Spanyol terkejut dengan penemuan praktik sodomi yang dilakukan secara terbuka di kalangan penduduk pribumi, dan mereka berusaha untuk membinasakan praktik itu dengan menundukkan berdache (istilah dalam bahasa Spanyol untuk individu dua-roh) di bawah kekuasaan mereka melalui hukuman berat, termasuk penghukuman mati di depan umum, dibakar dan diterkam oleh sekawanan anjing.[11]

Asia Timur

Di Asia Timur, cinta sesama-jenis telah tercatat sejak awal sejarah.

Homoseksualitas di Cina, dikenal dengan sebutan "kenikmatan buah terlarang", "potongan lengan baju", atau "adat selatan", telah tercatat sejak tahun 600 SM. Istilah-istilah halus/eufemistik digunakan untuk menggambarkan perilaku, bukan identitas (baru-baru ini beberapa kalangan pemuda China cenderung halus menggunakan istilah "Brokeback,"断背duanbei yang merujuk kepada pria homoseksual, diadaptasi dari film Brokeback Mountain karya sutradara Ang Lee).[12] Hubungan homoseksual ditandai oleh perbedaan umur dan posisi sosial. Namun, contoh cinta dan interaksi seksual sesama-jenis tergambar dalam novel klasik Dream of the Red Chamber yang nampak familiar bagi pengamat sekarang seperti halnya cerita-cerita roman heteroseksual pada masa itu.

Homoseksualitas di Jepang, dikenal sebagai shudo atau nanshoku telah didokumentasikan selama lebih dari seribu tahun dan memiliki beberapa kaitan dengan kehidupan monastik Buddhis dan tradisi samurai. Budaya cinta sesama jenis melahirkan tradisi yang kuat dalam seni lukis dan sastra Jepang yang mendokumentasikan dan merayakan hubungan tersebut.

Di Thailand, Kathoey, atau "ladyboy," telah menjadi corak masyarakat Thailand selama berabad-abad, dan raja-raja Thailand memiliki pasangan baik laki-laki maupun perempuan. Meski kathoey meliputi kebancian atau kekedian, tapi secara umum keberadaan mereka diterima dalam budaya Thailand sebagai gender ketiga. Mereka umumnya diterima oleh masyarakat, dan negara tidak pernah memiliki hukum yang melarang homoseksualitas atau perilaku homoseksual.

Eropa

 
Laki-laki Romawi berhubungan seks dengan seorang muda (kemungkinan budak) pada pertengahan abad ke-1. Pialad itemukan di Bittir, dekat Yerusalem

Dokumen pertama dari Barat (dalam bentuk karya sastra, obyek seni, dan materi mitografik) yang menceritakan hubungan sesama jenis, berasal dari Yunani Kuno.

Dalam dokumen-dokumen tersebut, homoseksualitas laki-laki digambarkan dalam sebuah dunia tempat hubungan dengan perempuan dan dengan para pemuda adalah fondasi penting kehidupan cinta seorang laki-laki. Hubungan sesama jenis dipandang sebagai bangunan institusi sosial yang berbeda dari waktu ke waktu dan antara satu kota dengan yang lainnya. Praktik formal homoseksualitas, seringkali berupa hubungan erotis (juga seringkali ditekan) antara laki-laki dewasa dan remaja lajang. Praktik ini dinilai atas keuntungan pedagogisnya dan sebagai alat kontrol populasi, meski kadang-kadang disalahkan karena menyebabkan gangguan. Plato sempat memuji manfaat hubungan homoseksual dalam tulisan-tulisan awalnya[13] tetapi dalam karya-karya terakhirnya, ia mengusulkan pelarangan terhadap praktik hubungan homoseksual.[14] Dalam Simposium (182B-D), Plato menyamakan penerimaan homoseksualitas dengan demokrasi, dan penindasan terhadapnya dengan despotisme, "..homoseksualitas seperti halnya filsafat dipandang sebagai aib yang memalukan bagi kaum barbar di bawah pemerintahannya yang lalim, karena tampaknya bukan merupakan kepentingan bagi beberapa penguasa pemerintahan untuk memiliki pemikiran besar yang diangkat dalam bidang-bidang mereka (hal-hal yang mereka pelajari mereka), atau pada persahabatan yang kuat atau pernikahan sipil, seperti kebanyakan cenderung dilakukan oleh kaum homoseksual ".[6] Dalam karyanya Politik, Aristoteles menolak ide-ide Plato tentang penghapusan homoseksualitas (2,4); Ia menjelaskan bahwa kaum barbar seperti bangsa Keltik menempatkan kalangan homoseksual secara terhormat (2.6.6), sedangkan bangsa Kreta menggunakan homoseksualitas sebagai alat untuk mengatur populasi (2.7.5).[6]

Catatan kaki

  1. ^ Adolescence and puberty By John Bancroft, June Machover Reinisch, hal. 162
  2. ^ "... sow illegitimate and bastard seed in courtesans, or sterile seed in males in defiance of nature." — Plato, dalam [[Laws (dialog)|]] (Book VIII p.841 edition of Stephanus or p.340, edition of Penguin Books, 1972).
  3. ^ Roman Homosexuality, Craig Arthur Williams, hal.60
  4. ^ (Foucault 1986)
  5. ^ Thomas K. Hubbard, Review of David M. Halperin, How to Do the History of Homosexuality. in Bryn Mawr Classical Review 2003.09.22
  6. ^ a b c (Boswell 1980)
  7. ^ Murray, Stephen (ed.) (1998). Boy Wives and Female Husbands: Studies of African Homosexualities. New York: St. Martin's Press. ISBN 0312238290. 
  8. ^ Evans-Pritchard, E. E. (December, 1970). Sexual Inversion among the Azande. American Anthropologist, New Series, 72(6), 1428–1434.
  9. ^ Pablo, Ben (2004), "Latin America: Colonial", glbtq.com, diakses tanggal 2007-08-01 
  10. ^ Murray, Stephen (2004). "[[Mexico]]". Dalam Claude J. Summers. glbtq: An Encyclopedia of Gay, Lesbian, Bisexual, Transgender, and Queer Culture. glbtq, Inc. Diakses tanggal 2007-08-01.  Konflik URL–wikilink (bantuan)
  11. ^ Mártir de Anglería, Pedro. (1530). Décadas del Mundo Nuevo. Quoted by Coello de la Rosa, Alexandre. "Good Indians", "Bad Indians", "What Christians?": The Dark Side of the New World in Gonzalo Fernández de Oviedo y Valdés (1478–1557), Delaware Review of Latin American Studies, Vol. 3, No. 2, 2002.
  12. ^ "Most frequently used new coinages in daily Chinese", Jongo News, August 20, 2007, diakses tanggal 2007-09-07 
  13. ^ Plato, Phaedrus dalam Symposium
  14. ^ Plato, Laws, 636D & 835E