Buddhabhāva
Dalam Buddhisme, Buddhabhāva (bahasa Indonesia: Jalan Kebuddhaan, bahasa Inggris: buddhahood, Sanskerta: बुद्धत्व buddhatva, Pali: बुद्धत्त buddhatta atau बुद्धभाव, buddhabhāva) merupakan tingkat pencerahan sempurna (Sanskerta: सम्यक्सम्बोधि samyaksambodhi, Pali: सम्मासम्बोधि sammāsambodhi) yang telah dicapai oleh Buddha (pengucapan bahasa Inggris: [ˈbuːdə] atau /ˈbʊdə/; pelafalan Sanskerta: [ˈbud̪d̪ʱə] ( dengarkan); Pali/Sanskrit untuk "yang tercerahkan"). Istilah buddha biasanya merujuk kepada ia yang telah menjadi tercerahkan (contoh: kesadaran akan kebenaran, atau Dhamma). Tingkatan dimana perubahan ini membutuhkan pemisahan dari kehidupan sehari-hari (tindakan asketisme) beragam dari tidak ada sama sekali hingga persyaratan mutlak, tergantung kepada ajaran yang dijalani.
Dalam tradisi Buddhisme Theravada, diketahui bahwa seseorang mencapai tingkatan ini dengan sendirinya, tanpa guru untuk menunjukkan Dhamma, disaat ketika ajaran Empat Kesunyataan Mulia atau Delapan Jalan Utama belum lagi ada di dunia, dan mengajarkannya kepada yang lain. Bertolak belakang, beberapa tradisi Mahayana (terlebih kepada mereka yang menilai pengajaran Sutra Teratai lebih penting, yang mencakup konsep ini).
Buddhabhāva (Jalan Kebuddhaan) dianggap sebagai sifat kebijaksanaan mutlak yang universal dan asli yang dinyatakan dalam hidup seseorang melalui praktek Buddhis, tanpa pelepasan dari kesenangan atau "hasrat duniawi" tertentu. Oleh karenanya, ada gambaran yang lebih luas mengenai pendapat tentang keuniversalan dan metode pencapaian Buddhabhāva (Jalan Kebuddhaan) yang berhubungan dengan ajaran oleh Buddha Shakyamuni yang diikuti oleh sekolah Buddhisme.
Lebih luas lagi, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada mereka yang telah mencapai nirvana.[1] Dalam artian luas ini, hal ini serupa dengan Arahant. Menurut tradisi Theravada, semua Arahant (atau para Buddha dalam artian yang lebih luas) adalah sama dalam hal aspek penting akan Pembebasan (Nirvana), tetapi berbeda dalam pelaksanaan menuju kesempurnaan seluruh parami. Akan tetapi, dalam Buddhisme Mahayana, menganggap adanya perubahan fundamental antara Buddha dan arahant biasa, dalam rangka menjadi seorang Buddha, seorang Buddhis melanjutkannya melalui tingkatan bodhisattva. Umat Buddhis tidak menganggap bahawa Siddharta Gautama sebagai satu-satunya Buddhya. Kanon Pali merujuk ke beberapa nama terdahulu (lihat Daftar 28 Buddha), sedangkan tradisi Mahayana memiliki beberapa tambahan Buddha surgawi, selain berdasarkan catatan sejarah, maupun asal (lihat Amitabha atau Vairocana sebagai contoh, untuk daftar-daftar ribuan nama Buddha lihat Taishō Shinshū Daizōkyō nomor 439–448). Umat Buddhis Theravada dan Mahayana bersama-sama percaya bahwa Buddha berikut akan bernama Maitreya (Pali: Metteyya).
Karakteristik Buddha
Sepuluh Gelar
Beberapa umat Buddhis melakukan meditasi (atau perenungan) mengenai Buddha yang memiliki sepuluh karakteristik (Tionghoa Jepang: 十號):
- yang pergi, yang kembali (Sanskerta: tathāgata)
- yang pantas (Sanskerta: arhat)
- perfectly self-enlightened (Sanskerta: samyak-saṃbuddha)
- perfected in knowledge and conduct (Sanskerta: vidyā-caraṇa-saṃpanna )
- well gone (Sanskerta: sugata)
- tak tertandingi (Sanskerta: anuttara)
- berpengetahuan akan dunia (Sanskerta: loka-vid)
- pemimpin manusia yang penurut (Sanskerta: puruṣa-damya-sārathi)
- guru atas tuhan dan manusia (Sanskerta: śāsta deva-manuṣyāṇaṃ)
- the Blessed One or fortunate one (Sanskerta: bhagavat)[2]
Karakteristik ini disebutkan berulang kali di Kanon Pali dan juga dalam pengajaran Mahayana, dan digumamkan (berdoa) di banyak biara Buddhis.
- Tathāgata (Sanskerta ; Pali) : yang telah pergi, yang telah kembali[3]
- Arahat (Sanskerta; Pali: Arhat) :
- Samyak-saṃbuddha (Sanskerta ; Pali : Samma-Sambuddha) :
- vidyā-caraṇa-saṃpanna (Sanskerta) :
- Sugata (Sanskerta ; Pali) :
- Loka-vid (Sanskerta ; Pali Loka-Vidu) :
- Anuttara (Sanskerta ; Pali) :
- Puruṣa-damya-sārathi (Sanskerta ; Pali : Purisa-damma-sarathi) :
- śāsta deva-manuṣyāṇaṃ (Sanskerta ; Pali : Sattha-Deva-Manussanam) :
- Bhagavān (Sanskerta ; Pali : Bhagava) (Buddha-Lokanatha) :
Penggambaran Buddha dalam seni
Para Buddha seringkali digambarkan dalam bentuk patung-patung dan lukisan. Bentuk yang seringkali ditemui termasuk:
- Buddha yang Duduk
- Buddha yang Berbaring
- Buddha yang Berdiri
- Hotei atau Budai, Buddha Tertawa yang gemuk, biasanya ditemukan di Cina (tokoh ini dipercaya sebagai penjelmaan bhikkhu Cina abad pertengahan yang berhubungan dengan Maitreya, Buddha masa datang, dan secara teknis bukan merupakan penggambaran Buddha.)
- Buddha yang tampak kurus, penggambaran Siddharta Gautama semasa pelaksanaan tapa keras dengan menahan lapar.
Penandaan
Penggambaran Buddha yang paling umum memiliki beberapa tanda yang pasti, hal yang dianggap sebagai tanda pencerahannya. Tanda-tanda ini beragam berdasarkan wilayah, tetapi dua hal yang umum adalah:
- sebuan jendulan di atas kepala (menggambarkan ketajaman mental yang agung)
- cuping telinga yang panjang (menggambarkan wawasan yang agung)
Didalam Kanon Pali seringkali dikatakan mengenai sebuah daftar 32 tanda fisik sang Buddha.
Isyarat tangan
Posisi dan isyarat tangan dari patung-patung ini, secara berurutan dikenal sebagan asana dan mudra, memberikan arti keseluruhan yang berarti. Popularitas dari bentuk mudra atau asana cenderung berdasarkan wilayah tertentu, seperti untuk mudra Vajra (atau Chi Ken-in), yang terkenal di Jepang dan Korea tetapi jarang sekali terlihat di India. Lainnya lebih umum; contoh, mudra Varada (Pengabulan Keinginan)yang seringkali terdapat pada patung Buddha yang berdiri, terlebih ketika dipasangkan dengan mudra Abhaya (Ketidaktakutan dan Perlindungan).
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
Cari tahu mengenai Buddha pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
- (Inggris)BuddhaNet
- (Inggris)Gambar Buddha—foto-foto dari seluruh dunia
- (Inggris)Apa yang diajarkan sang Buddha