Ar Raniri (lengkap: Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi) adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Thani.

Ar Raniri diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 di kota Ranir, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, Ar Raniri datang ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644.

Ar Raniri memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, kalam, fikih, hadis, sejarah, dan perbandingan agama. Selama masa hidupnya, ia menulis kurang-lebih 29 kitab, dan namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.

Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri yang di khuatiri dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibn 'Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan fana' fillah ('hilang' bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang pada zahirnya sesat atau terkeluar dari syariat Islam.

Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, maka dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitna pada masyarakat Islam. Kerna individu-individu tersebut syuhud ('menyaksikan') hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. Maka di katakan wahdatul wujud kerna yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta'ala sedang para makhluk tiada kewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada pewayangan kulit.

Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham 'manunggaling kawula lan Gusti'. Kerna pada konsep 'manunggaling kawula lan Gusti', dapat di ibaratkan umpama bercampurnya wedang kopi sama susu-- maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wahdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu tetesan air murni pada hujung jari yang di celupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat dibedakan air pada hujung jari dari air lautan. Kerna semuanya 'kembali' kepda Allah.

Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan begini dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama-- hadir di alam mayapada hanya kerna kehendak Allah Ta'ala.

Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat, dapat memesongkan akidah. Pada zaman dahulu, para waliullah di negara-negara Islam Timur Tengah sering, apabila di dalam keadaan begini, di anjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai.

Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Sitti Jenar. Sitti Jenar kemudian dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang akur bagi pelanggaran syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui.

Al-Hallaj setelah di pancung lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir mengeja asma Allah-- ini semua karamah untuk mempertahankan namanya.

Di Jawa, tasawuf falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan ajaran kejawen.

Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karya-karyanya, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Tanpa refrensi kepada kitab-kitab Arab yang di tulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang mu'tabar seperti Syeikh Abdul Qadir Jailani dan Ibn 'Arabi, maka ini adalah sangat merbahaya.

Ar-Raniri di katakan telah bingkas kembali ke India setelah beliau di kalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau meninggal di India.