Vickers Vimy
Vickers Vimy F.B.27 dikenal sebagai pesawat pertama yang melakukan penerbangan tanpa henti melintasi Samudra Atlantik. [1]
Pesawat ini dibuat oleh Vickers, Ltd. sebuah perusahaan pembuat senjata serta perusahaan pembuat kapal, yang mulai membuat pesawat pada tahun 1919.[1]Pesawat-pesawat Vickers terlibat dalam Perang Dunia I, tetapi Vicker Vimy F.B.27, sebuah pesawat pengebom jarak jauh yang pertama kali diterbangkan tanggal 30 Desember 1917, tidak melakukan pertempuran dalam peperangan tersebut. Ketika perang selesai, Vickers mulai menjajaki pemakaian pesawat yang lebih besar untuk mengangkut penduduk sipil.[1]
Penerbangan
Vickers Vimy F.B.27 memulai penerbangannya pada 14 Juni 1919 dari Lester's Field, dekat St. Johns, Newfoundland, dan mendarat di County Galway, Irlandia pada 15 Juni 1919.[1]
Bertindak sebagai pilot, Kapten John Alcock, mantan pilot Royal Naval Air Service dan Letnan Arthur Whitten Brown, mantan anggota Royal Flying Corp, bertindak sebagai navigator penerbangan tersebut.[1]
Alcock (Pilot) dan Brown (navigator) terbang 1.890 mil (3.024 km) dengan kecepatan rata-rata 119 mph (190 km).[1] Total waktu penerbangan mereka adalah 16 jam 12 menit.[1] Sumber lain menyebutkan 16 jam 27 menit.[2]
Vickers Vimy F.B.27 yang dipergunakan dalam ekspedisi mengarungi Samudera Atlantik ini merupakan modifikasi Vickers IV.[2] Pesawat tersebut bermesin dan bersayap ganda (biplane), yang memiliki ekor ganda pula, serta tempat duduk untuk tiga orang awak. [1] Pesawat yang dilengkapi dengan dua mesin Rolls Royce Eagle VIII dengan kekuatan 360 tenaga kuda tersebut dirancang untuk mengangkut sebuah bom berbobot 2.000 ton dan merupakan salah satu pesawat terbesar pada masanya.[1]
Untuk keperluan penerbangan tersebut, Vickers Vimy melepas semua elemen pengebomnya dan ditambah tanki bahan bakar tambahan yang memuat bahan bakar sebanyak 870 galon. Ditambah 40 galon minyak serta 6 galon air.[1]
Kokpit pesawat yang terbuka membuat awak pesawat tidak dapat bercakap-cakap, dan mereka harus berhadapan dengan awan dan kabut hampir sepanjang perjalanan.[1] Panel instrumen Vimy dipasang di luar pesawat di atas penutup mesinnya (cowling), sehingga saat para penerbang itu terhadang hujan, salju dan hujan es, instrumen tersebut tidak terbaca. [1]Karena instrumen tak berfungsi dan tidak bisa melihat bintang, matahari atau bulan, Brown menavigasi pesawat tersebut menggunakan perkiraan dengan menghitung arah dan jarak yang telah ditempuh (dead reckoning).[1]
Begitu tiba di Irlandia, Alcock mendaratkan Vimy ke atas lapangan yang terlihat mulus. Ternyata setelah mereka mendarat, tempat itu adalah sebuah rawa.[1]Landasan yang lunak membuat pesawat tersebut mendarat dengan hidung terjungkir, tetapi tidak ada yang terluka.[1]
Meskipun Perang Dunia I membawa kemajuan dalam perkembangan industri pesawat, lautan yang memisahkan benua-benua yang ada tetap merupakan jarak luar biasa yang belum pernah diterbangi manusia. Sebelumnya, Samudra Atlantik sudah pernah dilintasi lewat udara pada bulan Mei 1919 oleh Letnan Angkatan Laut A.C. Read dari Amerika Serikat yang terbang menggunakan kapal-pesawat Curtiss NC-4.[1] Akan tetapi dalam perjalanannya, Read berhenti di beberapa tempat.[1]Vickers Vimy F.B.27 menjadi yang pertama melakukan penerbangan tanpa henti melintasi Samudra Atlantik. Dengan ekspedisi pesawat tersebut, dunia pun menjadi semakin kecil.[1]
Pilot
John Alcock lahir was born in 1892 at Seymour, Old Trafford. He first became interested in flying at the age of seventeen, when the science of aviation was still a new subject. During World War One Alcock became an experienced pilot, though he was eventually shot down during a bombing raid, and taken prisoner in Turkey. [3] After the war, Alcock wanted to continue his flying career and took up the challenge of attempting to be the first to fly directly across the Atlantic.[3]
Arthur Whitten Brown was born in Glasgow in 1886.[3] He began his career in engineering before the outbreak of the First World War. Like Alcock, Brown also became a prisoner of war, after being shot down over Germany. Once released and back in Britain, Brown continued to develop his aerial navigation skills. While visiting the engineering firm of Vickers he was asked if he would be the navigator for the proposed transatlantic flight, partnering John Alcock, who had already been chosen as pilot.[3]