Desa

permukiman manusia berukuran kecil yang lebih kecil dari kota
Revisi sejak 15 Desember 2006 07.58 oleh 222.124.97.45 (bicara)

DESA JADI KELURAHAN DAN IMPLIKASINYA?

Oleh : Budi Usman, Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara. 
Hampir setahun sejak adanya perda perubahan status Desa menjadi Kelurahan, ternyata dari 77 Kelurahan yang sudah berubah statusnya, dalam berbagai bidang pelayanan serta penyediaan sarana infrastruktur penunjang masih belum tampak hasilnya sama sekali. Salbini Lc, salah seorang anggota Fraksi PKS, DPRD Kabupaten Tangerang mengungkapkan, saat ini 77 Kelurahan yang telah di naikan statusnya, dalam memberikan pelayanan masih sangat jauh dari apa yang di harapkan oleh berbagai pihak," Hampir satu tahun ini belum ada perubahan seperti layaknya sebuah kantor Kelurahan, katanya.

"Satu yang paling gampang adalah penyediaan SDM yaitu para PNS yang akan di tempatkan di kantor Kelurahan yang sampai saat ini belum terealisasikan, kemudian sarana infrastruktur yang masih minim, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat," ujarnya. Sepertinya ada indikasi politis di balik perubahan status Desa menjadi Kelurahan, karena pemkab sepertinya memaksakan kehendak supaya 77 desa ini di tingkatkan statusnya menjadi Kelurahan, padahal kami lihat, syarat - syarat untuk perubahan itu belum lengkap, seperti kajian dari berbagai elemen yang layak untuk di jadikan rekomendasi. Maka dari itu kami minta Kelurahan yang saat ini sudah ada di tinjau ulang oleh pemkab, tutur politisi asal PKS itu.

Rencananyat pada paripurna HUT Kabupaten Tangerang 27 Desember nanti akan diratifikasi oleh DPRD dan Pemkab Tangerang ,Saat ini tengah mempersiapkan pemekaran kecamatan yang ada di Kabupaten, karena melihat dari berbagi aspek yang timbul, maka pemkab Tangerang akan segara mempersiapkan pemekaran kecamatan terutama di wilayah selatan Kabupaten, Pemekaran Kecamatan memang sah-sah saja, tapi ya harus dilihat juga hasil kerja yang sudah di capai saat ini, Kelurahan hasil peningkatan status Desa saja masih terkesan di abaikan pemkab, ini malah akan memekarkan kecamatan, kami sendiri sangsi apa bisa pemkab melakukan hal tersebut. Memang tidak ada kaitan antara pemekaran dengan Peningkatan status Desa menjadi Kelurahan, tapi ada beberapa hal kesamaan yang harus dipikirkan oleh pemkab, yaitu penyediaan sarana infrastruktur serta penyediaan Sumber Daya Manusia. Di harapkan pemkab Tangerang bila membuar rencana pemekaran serta Peningkatan status, semua ini melalui berbagai tahapan, seperti melihat aspirasi masyarakat, serta adanya dukungan dari DPRD setempat.

Menurut Kepala Bagian Bina Wilayah Pemkab Tangerang M Jahri Kusuma (Kompas 8 September 2005), usulan perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan Perda No 19 Tahun 2004 tentang pembentukan, pengalihan dan penggabungan desa menjadi kelurahan. Desa atau kelurahan dan atau disebut dengan nama lain merupakan sebuah gambaran dari suatu kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan , mereka saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan relatif homogen serta banyak tergantung pada alam ( pertanian,perkebunan dan kehutanan ). Komunitas tersebut selanjutnya berkembang menjadi suatu kesatuan masyarakat Hukum yang berhak untuk menyelenggarakan dan mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan asal usul dimana kepentingan bersama penduduk menurut hukum adat dilindungi dan dikembangkan.

Ciri masyarakat hukum adat yang otonom adalah berhak mempunyai wilayah sendiri berdasarkan kesejarahan leluluhurnya dengan batas yang sah,berhak mengatur dan mengurus pemerintahan dan rumahtangganya sendiri,memberlakukan hukum adat setempat, berhak memilih dan mengangkat kepala daerahnya atau majelis pemerintahan sendiri,berhak mempunyai sumber keuangan sendiri serta berhak atas tanahnya sendiri. Dalam konteks inilah ’Desa” menemukan identitasnya sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak untuk mengurus kepentingannya sendiri yang dalam bahasa lain disebut otonomi aseli,dengan demikian secara alami telah memiliki otonominya sendiri semenjak masyarakat hukum ini terbentuk,dimana otonomi yang dimilikinya bukan pemberian pihak lain.

Keinginan kuat dan ‘ngotot” Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk meningkatkan status 77 desa menjadi kelurahan sempat terganjal walau akhirnya disetujui oleh DPRD jumat 16/9/05 lalu. Ada warga desa menolak rencana itu, tetapi Bupati Tangerang Ismet Iskandar bersikeras segera mewujudkannya. Adakah kepentingan-kepentingan di balik pro dan kontra itu? Adakah kaitan antara rencana peralihan tersebut dan konsep pemekaran kota baru dan megapolitan yang akhir-akhir ini mulai dibicarakan?

Tingkatkan layanan

Menurut Kepala Bagian Bina Wilayah Pemkab Tangerang M Jahri Kusuma (Kompas 8 September 2005), usulan perubahan status desa menjadi kelurahan berdasarkan Perda No 19 Tahun 2004 tentang pembentukan, pengalihan dan penggabungan desa menjadi kelurahan. Tiga tahun lalu ada kajian oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta terhadap desa yang layak jadi kelurahan,kata Jahri. Kelayakan didasarkan pada antara lain jumlah penduduk di atas 10.000 jiwa, luas wilayah, sarana dan prasarana, struktur masyarakat yang sudah mengarah ke kota sampai luas lahan pertanian yang makin mengecil dibandingkan dengan usaha di bidang jasa dan perdagangan. Semula hanya 64 desa di kabupaten itu yang layak ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan. Namun, jumlah itu bertambah menjadi 77 desa karena ditambah desa yang menjadi ibu kota kecamatan atau kabupaten, misalnya Tigaraksa.Tujuannya, tambah Kasubag Bina Wilayah Kabupaten Tangerang Lizia Sobandi, untuk meningkatkan pelayanan terhadap warga.

Sistem administrasi akan lebih tertata. KTP misalnya, kelak cukup dibuat di kelurahan saja. Kelurahan pun mendapat dana rutin dari pemerintah sehingga bisa mengembangkan diri, menjadi lebih maju, masyarakat lebih sejahtera. Untuk dana operasional 77 desa yang akan jadi kelurahan, jauh-jauh hari Pemkab Tangerang sudah menganggarkan Rp 2,9 miliar atau Rp 162 juta per desa per tahun.

Akhirnya perjalanan panjang 77 desa menjadi kelurahan sampai titik final. Dan pelantikan Plt 77 lurah baru bertempat di Kantor Kelurahan Pondok Cabe Udik, Kecamatan Pamulang, berjalan dengan lancar. Acara pelantikan tersebut di hadiri oleh sejumlah Pejabat dan unsur Muspida Kabupaten Tangerang. Pelantikan para lurah baru itu dilakukan langsung Bupati Ismet Iskandar. Dalam sambutaanya, Ismet meminta agar perubahan desa menjadi kelurahan tak hanya berubah statusnya, tetapi terutama menyangkut pelayanan terhadap masyarakat. “Saya juga menekankan untuk mendukung tercapainya harapan itu perlu disempurnakan perangkat pendukung dan fasilitas. Maka seluruh unsur perangkat daerah, baik Badan, Dinas dan Kantor, agar secepatnya menyusun program kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, yang diorientasikan kepada bentuk dukungan terhadap operasional kelurahan,” kata Ismet Iskandar seperti dilansir dari situs Pemerintah Kabupaten Tangerang 20/9/05.

Pengamat politik lokal dari yang juga Alumni dan mantan ketua Himata bersama Ajis Rifai menilai sejak awal sudah menduga penyebab penolakan sebagian warga. Ia melihat kecenderungan tidak ada sosialisasi yang sebenar-benarnya, apalagi dialog, ujar Ajis. Selain itu Ajis melihat kemungkinan ada agenda lain seperti menuju konsep pemekaran yang mulai ramai menjadi wacana. Sebenarnya, membangun wilayah yang dulu desa menjadi modern baik-baik saja, tetapi ia mengingatkan jangan sampai malah warga setempat tersingkir oleh pendatang. Pengertian modern bukan berarti banyak muncul pusat belanja, lalu tak ada lagi ciri khas desa sebagai kekayaan bangsa ini. Jangan sampai terjadi penghancuran total ciri khas itu dan akan membuat berhala baru demi pembangunan ekonomi, katanya lebih lanjut.

Baik pemerintah kabupaten maupun warga desa memiliki kepentingan dalam persoalan peralihan desa menjadi kelurahan.Warga desa mungkin ada yang tetap ingin menjadi kepala desa, sebuah jabatan bergengsi di wilayah itu. Mereka juga takut kehilangan kewenangan menentukan apa yang baik bagi desanya. Sementara pimpinan pemkab ingin menunjukkan mereka akan jauh lebih berkuasa atas wilayah yang menjadi kelurahan.Bagaimanapun memberi kesempatan warga desa menentukan pilihannya sendiri haruslah tetap diutamakan karena mereka lebih jujur dan bisa belajar dari kesalahan yang dibuat. Penulis berpendapat dalam proses pembangunan hendaknya, masyarakat baik yang pro atau kontra perubahan status desa tidak hanya menjadi penonton dan tidak bisa menikmati. Seluruh warga masyarakat diharapkan ikut berperan aktif dalam pembangunan dan sekaligus dapat merasakan hasilnya dan implikasi sosial ekonominya.***