Upacara panjang jimat
Panjang Jimat Tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon Sejak zaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi 1993 M, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid Nabi kerap di istimewakan. Tujuannya, tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani nabi Muhammad SAW.
Tak heran jika di Cirebon pengaruh tersebut hingga saat ini kental diraskan masyarakat, para pemuka agama yang nota bene berada di tiga keraton Cirebon, Kanoman, Kasepuhan dan Kacirebonan, pada abad ke 15 lalu mengadopsi kegiatan tersebut yang disesuaikan dengan adat keraton yakni digelarnya upacara panjang jimat atau kerap disebut pelal.
Pada Jumat malam kemarin, tiga keraton di Cirebon secara serentak menggelar upacara panjang Jimat. Upacara dihadiri ribuan masyarakat yang berdatangan dari berbagai daerah. Mereka, sengaja datang ke tiga keraton hanya untuk menyaksikan proses upacara.
Pelaksanaan upacara panjang jimat, lebih ramai terlihat di Keraton Kasepuan dan Kanoman. Di kedua keraton tersebut, tampak ribuan warga memadati seluruh area keraton sejak Jumat siang hingga malam kemarin.
Di Cirebon, peringatan maulid nabi juga turut digelar di makan Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Dimakam tersebut juga, turut dipadati oleh ribuan orang yang sengaja ingin menghabiskan waktu malam Maulid Nabi.
Upacara panjang jimat merupakan puncak acara peringatan maulid Nabi di tiga keraton. Di keraton Kanoman, upacara digelar sekira pukul 21.00 WIB yang ditandai dengan sembilan kali bunyi lonceng Gajah Mungkur yang berada di gerbang depan keraton. Suara lonceng tersebut merupakan tanda dibukanya upacara panjang jimat.
“Setelah lonceng dibunyikan, Pangeran Patih PRM Qodiran mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emirudin yang menggunakan jubah Emas keluar dari ruang mande mastaka menuju bangsal jinem,”tutur Humas Keraton Kanoman Elang Arief Rahman saat ditemuai disela acara.
Di bangsal Jinem, pangeran menerima sungkem dari pangeran komisi, Rohim, sebagai tanda dimulainya proses panjang jimat. Selama prosesi upacara digelar, Pangeran Patih sama sekali tidak diperkenankan bicara sepatah kata pun. Ini dilakukan sebagai simbol istiqomah.
Tidak hanya genderang lonceng dibunyikan, tanda pembukaan upacara panjang jimat juga ditandai dengan tiupan pluit yang mengisyaratkan kepada warga agar memberikan jalan bagi iring-iringan famili yang diikuti abdi dalem menuju langgar alit yang berjarak sekitar 500 meter.
Setelah pangeran komisi memberikan sungkem kepada Pangeran Patih, iring-iringan mulai berjalan. Pangeran patih bersama famili berada paling depan. Dalam perjalan menuju langgar alit, seluruh iring-iringan membacakan sholawat nabi.
Iring-iringan rombongan dikuti oleh rombongan wanita bangsawan yang tidak sedang datang bulan. Mereka membawa barang pusaka keraton, dan perlengkapan rumah tangga seperti piring, lodor, kendi dan barang peningglan sejarah lainnya.
Perjalanan rombongan diawali dari depan pendopo keraton, kemudian melewati Pintu Si Blawong yang dibuka hanya pada prosesi maulid saja dan berakhir di Masjid Agung Kanoman yang dibangun tahun 1679 Masehi.
Saat perjalanan menuju masjid, ribuan warga berebut memadati sepanjang jalan yang dilewati rombongan. Tidak sedikit, warga yang sengaja menghamiri sultan hanya untuk bersalaman dan berharap mendapat berkah. Setelah tiba di masjid, seluruh rombongan duduk rapi didalam masjid. Ditempat itu, turut dibacakan riwayat Nabi,pembacaan barjanji, kalimat Thoyyibah, sholawat Nabi dan ditutup dengan berdoa bersama.
Setelah acara usai, sekira pukul 24.00 WIB seluruh nasi dan lauk pauk yang dibawa rombongan dibagikan kepada keluarga sultan, famili, abdi dalem, dan seluruh warga yang berada diluar halaman masjid.
“Dalam ritual ini, kata panjang ditafsirkan secara harfiah, adalah bentuk piring dan perabotan dapur peninggalan sejarah yang diisi dengan makanan dengan dianalogikan dengan prosesi kelahiran nabi,”tegas Arif.
Sedangkan kata Jimat, terang Arif, merupakan akronim dari kata Diaji dan Dirumat yang berarti dipelajari dan diamalkan yakni ajaran-ajaran Islam dengan manauladani Mabi Muhammad,”tegasnya.
Setelah proses doa bersama selesai, seluruh rombongan kembali ketempat semulia. Pangeran Patih dan famili langsung masuk kedalam keraton. Sementara, rombongan yang membawa benda pusaka kembali menuju langgar alit